Mohon tunggu...
Coriieee 3008
Coriieee 3008 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Corie Pakpahan

Vivi per la gloria di Gesù and do your best today for the bright future 🌻

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Upacara Tiwah Penganut Hindu Kaharingan (Ritual Adat Dayak Kalimantan Tengah)

30 Oktober 2021   23:40 Diperbarui: 31 Oktober 2021   00:27 1226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : www.adira.co.id

Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan dan hasil alamnya, ada beragam suku, bahasa, agama, kepercayaan dan adat istiadat di negara tercinta ini. Hingga tahun 2010 lalu sensus BPS mencatat terdapat 1.340 suku bangsa di Indonesia yang tersebar di 514 kabupaten kota dari 34 provinsi yang ada. Dengan keberagaman ini pula lah Indonesia mendapat julukan negara yang kaya budaya, sehingga mampu membawa pariwisata Indonesia dikenal hingga kancah internasional. Pariwisata lokal juga memiliki pengaruh yang cukup besar bagi Indonesia karena, tidak hanya dapat menarik wisatawan dalam negeri namun juga mampu menarik minat wisatawan asing.

Pariwisata tidak hanya berbicara tentang mengunjungi tempat yang indah, menikmati makanan khas daerah atau musik tradisional. Namun juga tentang belajar dan mengenal budaya dan adat istiadat dari suatu daerah. Kalimantan Tengah merupakan salah satu provinsi yang dikenal memiliki hutan yang subur. Dilain sisi Kalimantan Tengah juga memiliki kebudayaan yang banyak menarik minat wisatawan lokal maupun luar negeri. Salah satunya adalah ritual adat Dayak Kalimantan Tengah yang dikenal dengan nama Upacara Tiwah. Tiwah merupakan satu dari sekian banyak upacara adat Dayak, yang khusus diyakini oleh masyarakat penganut kepercayaan Hindu Kaharingan. Upacara Tiwah merupakan prosesi mengantarkan roh leluhur yang telah meninggal dunia ke Lewu Tatau Dia Rumpang Tulang, Rundung Raja Dia Kamalesu Uhate, Lewu Tatau Habaras Bulau, Habusung Hintan, Hakarang Lamiang atau Lewu Liau yang diyakini terletak dilangit ketujuh (surga) bersama Ranying Hatalla Langit (Sang Pencipta). Upacara ini merupakan tanda bakti kepada luhur dan merupakan upacara kematian tingkat akhir bagi umat Hindu Kaharingan, kepercayaan asli suku Dayak. Mereka meyakini bahwa kematian harus disempurnakan dengan melengkapi ritual lanjut ini, agar roh dapat hidup tenteram bersama Ranying Hatalla Langit.

Banyak tahapan yang harus dilalui dalam upacara Tiwah oleh karenanya, upacara adat ini bisa berlangsung selama 7 sampai 40 hari. Hal-hal yang harus dipersiapkan pihak keluarga yang mengikuti upacara ini adalah mendirikan Balai Nyahu. Balai Nyahu merupakan tempat untuk menyimpan tulang belulang yang sebelumnya sudah digali dari kubur dan sudah dibersihkan oleh pihak keluarga. Berikutnya pihak keluarga harus mempersiapkan Anjung-anjung atau bendera kain yang berjumlah sesuai dengan banyaknya jenazah yang akan ditiwah. Selanjutnya keluarga akan memasukan tulang belulang tadi kedalam Balai Nyahu. Tahapan ini disebut dengan Tabuh 1, Tabuh 2 dan Tabuh 3 yang dilakukan selama tiga hari berturut-turut. Pada proses ini diyakini bahwa roh mulai diantarkan ke Lewu Tatau (surga) sehingga menjadi tahapan yang sangat penting.

Setelah proses Tabuh sudah selesai maka seluruh keluarga yang mengikuti Tiwah akan menari tarian Manganjan dengan penuh sukacita sebagai tanda kebahagiaan sebab roh keluarga mereka sudah naik ke surga. Tarian ini dilakukan sambil mengelilingi Sapundu dan Sangkai Raya. Sangkai Raya merupakan tempat untuk meletakan Anjung-anjung dan persembahan kepada Ranying Hatalla, sedangkan Sapundu adalah patung berbentuk manusia. Sapundu ini nantinya berfungsi sebagai tempat mengikat kerbau, sapi, atau babi yang menjadi kurban persembahan. Hewan-hewan ini nantinya akan dibunuh dengan cara ditombak oleh pihak keluarga dengan urutan penombak sesuai silsilah keluarga. Darah dari hewan kurban ini diyakini mampu menyucikan Roh dan kepala hewan dijadikan makanan para roh, sementara dagingnya akan dimasak dan dimakan bersama keluarga.

Upacara adat Tiwah ini tentu saja memerlukan biaya yang sangat besar, sebab keluarga yang ingin melaksanakanya harus memenuhi aturan dan keperluan yang dibutuhkan. Sehingga banyak keluarga yang akhirnya memilih untuk melaksanakan Tiwah secara bersamaan atau gotong royong. Mereka akan mengumpulkan dana dan melaksanakan upacara Tiwah dengan bersama-sama. Semakin banyak keluarga yang mengikutinya, maka akan semakin meriah upacara Tiwah berlangsung. Kemeriahan inilah yang menjadi daya tarik bagi para wisatawan lokal maupun luar negeri untuk ikut menyaksikannya. Keunikan dan kelangkaan suku Dayak dalam menghargai kematian menjadi momen yang ditunggu oleh orang banyak untuk dipelajari. Semoga dengan perkembangan zaman dan pengaruh internal ataupun eksternal tidak membuat upacara adat Tiwah ini melengser. Namun sebaliknya, tetap dilestarikan dan menjadi identitas kebudayaan didaerah Provinsi Kalimantan Tengah.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun