Mohon tunggu...
Laily NurAzizah
Laily NurAzizah Mohon Tunggu... Petani - Si perempuan Sulung yang ingin membuktikan takdirnya

Agribussiness, University of Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gender Equality dan Pertanian

4 Desember 2023   16:44 Diperbarui: 4 Desember 2023   19:51 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sektor pertanian masih mendominasi perekonomian Indonesia. Salah satu input usahatani agar bisa menghasilkan produk pertanian yang berkualitas tinggi, kuantitas tinggi dan tetap berkelanjutan (continuity) adalah Tenaga Kerja. Sama halnya dengan sektor-sektor lain di kehidupan, sektor pertanian turut menjadi lingkungan yang mendukung adanya budaya patriarki. Budaya Patriarki atau budaya yang lebih mengedepankan lelaki dalam fungsi sosial yang seringkali mengesampingkan peran perempuan hingga menimbulkan kerugian yang besar akibat ketidaksetraan gender. Ketidaksetaraan gende sebenarnya bukan hanya merugikan pihak perempuan, jarang diketahui juga berdampak buruk bagi laki-laki akibat adanya beban dan tanggung jawab yang besar. Beberapa bentuk ketidaksetraan gender mulai dari stigma atau stereotype terhadap satu gender laki-laki atau perempuan, beban ganda, marginalisasi, subordinasi, hingga gender violence atau kekerasan terhadap gender yang sering terjadi pada perempuan.

Beberapa isu gender pada bidang pertanian, khsuusnya Rumah Tangga pertanian yang mana mayoritas masyarakat Indonesia bekerja di sektor pertanian, baik tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan hingga perikanan. Isu dan permasalahan ketimpangan gender di Rumah Tangga pertanian sebagai berikut :

  • Pengakuan laki-laki sebagai kepala keluarga pada Rumah Tangga Pertanian (budaya patriarki) yang menganggap dalam Rumah Tangga hanya sebagai pekerja keluarga tanpa upah , hanya 19% saja perempuan yang berperan sebagai Kepala Keluarga.
  • Akses perempuan terhadap lahan, usahatani, teknologi, penyuluhan, dan perkreditan lebih rendah.
  • Pelabelan (stereotype) laki-laki sebagai pencari nafkah utama dan perempuan sebagai pekerja sambilan. Hal ini mengakibatkan munculnya stigma bahwa perempuan selalu menjadi nomor dua setelah laki-laki, sehingga upah tenaga kerja laki-laki lebih besar dari perempuan karena dianggap perempuan lebih lemah dengan output pekerjaan yang lebih minim.
  • Pekerjaan  di lapang untuk sektor pertanian membutuhkan fisik yang kuat sehingga penyerapan dan kesempatan tenaga kerja untuk laki-laki jauh lebih besar dibandingkan perempuan.
  • Pandanagn teknologi domain ke laki-laki sehingg amenyingkirkan perempuan dalam hal penggunaan teknologi.

Keadilan gender menjadi agenda global yang tertuang pada program SDGs oleh PB tahun 2015 untuk negara berkembang, namun saat ini terus diupayakan untuk bisa merubah sedikit demi sedikit budaya patriarki yang sudah melekat luas di masyarakat. Menilik sejarah diketahui bahwa hampir 80% kebutuhan pangan keluarga berasal dari meramu makanan yang dilakukan perempuan pada masa pra sejarah, sedangkan sisanya 20% yakni diperoleh dari laki-laki sebagai pemburu. Beberaapa langkah penyetaraan gender yang dapat dilakukan yakni :

  • Meningkatkan sosialisasi gender bagi para pengambil kebijakan, serta realisasi dan pemberian contoh nyata dalam lingkungan kerja mulai dari upah, peraturan yang lebih ramah gender, dan pembagian kerja yang adil.
  • Meningkatkan kemampuan keterampilan petani baik laki-laki dan perempuan baik dalam hal akses teknologi, penyuluhan hingga akses manajemen usahatani
  • Mempercepat pembanguna pedesaan
  • Meningkatkan pemahaman keadilan gender mulai dari pendidikan dasar, karena hal yang terjadi saat ini sesederhana modul ajar saja sudah mengarah pada budaya patriarki yang menunjukkan pembagian kerja yang timpang antar alaki-laki dan perempuan yang tidak fleksibel.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun