Mohon tunggu...
Anna Saraswati
Anna Saraswati Mohon Tunggu... Penulis - @wellnesslifeindonesia

Justice, Law Lecture, and Socio-Art-Cultural Studies, Faculty of Law Economy Technology of Al-Azhar Indonesia University

Selanjutnya

Tutup

Diary

Hukum Adat Bali

23 Mei 2023   18:48 Diperbarui: 6 November 2023   22:51 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo courtesy Bali Post

Pada dasarnya masyarakat adat Bali yang merantau ke daerah-daerah di luar pulau Bali akan sedikit menyesuaikan keadaan disekitarnya. Apabila dianggap perlu dan tidak terlalu menentang peraturan adat yang ada, maka sedikit pergeseran nilai adat dianggap wajar. Dan seiring perkembangan zaman, maka hukum adat tidak lagi bersifat kaku dan mutlak. Sehingga beberapa dari masyarakat hukum adat itu sendiri akan mengikuti kemajuan.

Masyarakat hukum adat Bali menganut sistem kekeluargaan patrilineal sehingga anak yang lahir dari suatu perkawinan adalah mengikuti keluarga ayah. Sistem kekeluargaan patrilineal di Bali ini sangat berpengaruh pada bentuk perkawinan, yakni bentuk perkawinan jujur.

Selain mempunyai status dalam keluarga, anak yang lahir dari suatu perkawinan juga mempunyai hak dalam mewaris. Pewarisan dalam perkawinan ngerorod mempunyai kesamaan dengan pewarisan dalam perkawinan umumnya di Bali yang masyarakatnya menerapkan sistem kekerabatan patrilineal.

Jadi ketika terjadi suatu perkawinan maka istri ikut ke keluarga suaminya, dan sistem pewarisannya anak laki-laki yang berhak sebagai ahli waris orang tuanya karena anak perempuan kelak ketika menikah akan ikut dengan keluarga orang lain atau dari keluarga pihak suami.

Istilah pewarisan menurut hukum adat Bali dapat berlangsung, baik saat pewaris masih hidup maupun setelah meninggal dunia. Ketika pewaris masih hidup yang berarti pengoperan atau pemberian harta kekayaan, setelah pewaris meninggal dunia yang berarti penerusan atau pembagian harta warisan.

Pemberian harta warisan oleh pewaris kepada anak perempuan sesungguhnya tetap mempertimbangkan banyak hal, dan harus mendapatkan persetujuan dari semua pihak yang bersangkutan terutama kepada para ahli waris utama. Pada dasarnya yang melakukan pembagian harta warisan kepada anak laki-laki atau perempuan tetap memperhatikan batasan-batasan berdasarkan hukum adat Bali.

Dengan demikian para ahli waris tetap dapat mempertimbangkan jumlah bagian yang diberikan kepada anak laki-laki. Hal ini dikarenakan anak laki-laki adalah penerus yang kelak bertanggung jawab akan kelangsungan keluarganya yang berhubungan dengan Tri Hita Karana (Parahyangan, Pawongan dan Palemahan) yang dianut oleh penganut Hindu Bali, yang artinya, anak laki-laki harus mampu menyeimbangkan hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia dan alam.

Bali merupakan wilayah yang memegang teguh hukum adat, khususnya dalam hal hukum pertanahan. Di Bali dikenal Desa Adat atau disebut Desa Pakraman, dan tanah-tanah adat atau tanah ulayat. Sejak zaman Bali Kuna sekitar abad ke-9, masyarakat Bali yang disebut kraman telah mengenal desa dengan sebutan desa pakraman. Dengan masuknya Hindia Belanda ke Bali Selatan (1906-1908) muncul dua desa, yaitu desa lama (Desa Pakraman) dan desa baru (Desa Dinas, yang merupakan bentukan Belanda).

Keberadaan desa pakraman tidak terlepas dari segala syarat keberadaan hak ulayat dalam masyarakat hukum adat.  Dari berbagai jenis tanah adat di Bali, dapat dilihat hak perseorangan atas tanah yang melekat pada tanah tersebut namun hingga saat ini kepemilikan atas tanah kepada desa pakraman belum jelas, atau tidak ada suatu bukti kuat secara tertulis yang menyatakan bahwa tanah yang dikuasai oleh persekutuan tersebut adalah milik persekutuan, karena desa pakraman hingga sekarang belum ditunjuk sebagai badan hukum.

Batas wilayah (wewidangan) desa pakraman mengacu pada batas wilayah desa dinas, dan ini menimbulkan masalah yang sering terjadi. Belum ada data tertulis mengenai kepastian batas wilayah desa pakraman baik pernyataan dari pemerintah maupun dari desa pakraman, walau batas itu pernah ditetapkan secara bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun