Mohon tunggu...
Clariza Putri
Clariza Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa

Memasak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

hidup yang bahagia tidak harus sempurna

3 Oktober 2025   10:52 Diperbarui: 3 Oktober 2025   09:54 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth


Beberapa waktu lalu, saya sempat merasa hidup ini berat. Setiap kali membuka media sosial, saya melihat teman-teman yang terlihat lebih sukses, lebih mapan, dan lebih bahagia. Ada yang baru membeli mobil, ada yang pergi jalan-jalan , bahkan ada yang sudah mencapai posisi tinggi di pekerjaannya. Sementara saya masih bergelut dengan rutinitas yang terasa biasa saja. Saat itu, saya bertanya-tanya dalam hati: “Apakah saya belum cukup bahagia karena hidup saya tidak sesempurna mereka?” Pertanyaan itu membuat saya merenung panjang, hingga akhirnya saya menyadari bahwa kebahagiaan ternyata tidak pernah menunggu hidup menjadi sempurna.
Banyak orang beranggapan bahwa kebahagiaan hanya bisa diraih ketika hidup sudah sesuai dengan standar kesempurnaan. Kita sering berpikir bahwa bahagia itu datang ketika memiliki rumah mewah, pekerjaan mapan, pasangan ideal, atau kehidupan yang bebas dari masalah. Padahal, kenyataannya kebahagiaan tidak selalu menunggu sempurna. Ia justru bisa tumbuh dari hal-hal sederhana yang kadang tidak kita sadari.
Kesempurnaan adalah konsep yang relatif. Setiap orang memiliki definisinya masing-masing. Bagi sebagian orang, sempurna berarti sukses secara finansial. Bagi yang lain, sempurna mungkin berarti memiliki keluarga harmonis. Namun, jika kita terus mengejar kesempurnaan, hidup akan terasa melelahkan. Sebab, kesempurnaan adalah target yang tidak pernah benar-benar bisa kita capai. Selalu ada celah, selalu ada kekurangan. Dan kalau kita hanya fokus pada apa yang tidak ada, kita akan buta terhadap apa yang sebenarnya sudah kita miliki.
Bahagia tidak selalu datang dari hal besar. Perhatikan momen kecil dalam hidup menikmati secangkir kopi di pagi hari, bercanda dengan teman, melihat senyum orang tua, atau merasakan angin sore yang sejuk. Hal-hal sederhana itu sering kali membawa ketenangan yang jauh lebih tulus dibandingkan pencapaian besar. Sayangnya, kita kerap menyepelekan momen kecil tersebut karena terlalu sibuk mengejar sesuatu yang dianggap lebih besar.
Menganggap hidup harus sempurna sebelum bahagia justru membuat kita kehilangan banyak kesempatan untuk bersyukur. Bayangkan seseorang yang terus merasa hidupnya belum cukup karena gajinya kecil. Padahal, ada orang lain yang bahkan kesulitan mencari pekerjaan. Atau seseorang yang terus merasa kurang cantik atau kurang tampan, padahal banyak orang di sekitarnya menyukai dirinya apa adanya. Perasaan “kurang” yang terus-menerus ini hanya akan menciptakan ketidakpuasan yang berkepanjangan.
Kebahagiaan yang sejati lahir dari penerimaan diri. Saat kita menerima bahwa hidup tidak selalu sesuai rencana, kita belajar lebih lapang dada. Ketika kita bisa menerima kekurangan diri sendiri, kita akan lebih mudah menghargai kelebihan yang ada. Inilah yang membuat hati terasa lebih ringan. Kebahagiaan bukan berarti semua masalah hilang, tetapi kemampuan kita untuk tetap tersenyum meski ada masalah yang harus dijalani.
Selain penerimaan, kebahagiaan juga berkaitan erat dengan rasa syukur. Orang yang pandai bersyukur cenderung lebih tenang menghadapi hidup. Ia melihat apa yang dimiliki sebagai berkah, bukan sebagai kekurangan. Bersyukur membuat kita lebih fokus pada hal-hal positif, bukan terjebak pada kekurangan yang tidak ada habisnya. Tidak ada salahnya memiliki mimpi besar atau ingin memperbaiki hidup. Namun, jangan sampai mimpi itu membuat kita menunda kebahagiaan. Menikmati perjalanan jauh lebih penting daripada menunggu garis akhir. Kebahagiaan bisa kita temukan dalam setiap langkah, bukan hanya di tujuan.
Kita juga perlu menyadari bahwa kebahagiaan bukan untuk dibandingkan. Saat melihat media sosial, sering kali kita merasa hidup orang lain lebih indah. Mereka terlihat sukses, bahagia, dan tanpa masalah. Padahal, yang ditampilkan hanyalah potongan terbaik dari kehidupan mereka. Jika kita terus membandingkan diri dengan orang lain, kebahagiaan akan terasa semakin jauh. Hidup yang bahagia tidak harus sempurna. Bahagia hadir ketika kita belajar menerima, mensyukuri, dan menikmati perjalanan hidup sesuai versi kita sendiri. Kesempurnaan mungkin tidak pernah benar-benar ada, tetapi kebahagiaan bisa kita ciptakan kapan saja, bahkan dari hal-hal paling sederhana. Jadi, berhentilah menunggu semuanya menjadi sempurna untuk merasa bahagia. Mulailah menikmati apa yang sudah ada, hargai setiap momen kecil, dan syukuri setiap langkahnya. Dengan demikian, kita akan menyadari bahwa kebahagiaan bukan tujuan akhir, melainkan cara kita menjalani hidup.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun