Mohon tunggu...
Trip

Kentalnya Budaya Jawa di Desa Sendang Mulyo

28 November 2018   06:23 Diperbarui: 30 November 2018   11:21 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tanggal 20-22 Oktober 2018, saya bersama rombongan mahasiswa UNIKA Atma Jaya Jakarta bertolak ke Desa Sendang Mulyo, di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Kami pergi dalam rangka live in, yaitu kegiatan untuk mengenal bagaimana kehidupan di desa tersebut dan hidup bersama keluarga Induk Semang disana. Sekitar 10 sampai 12 jam ditempuh dengan bis dari Jakarta menuju Desa Sendang Mulyo. 

Sampai disana, kesan 'wah' sangat saya rasakan. Desa itu benar-benar bersih dan sangat asri. Pohonnya masih rindang-rindang, serta ladang sawah yang membentang luas. 

Bahkan terlihat perbukitan diujung sawah seakan melihat gambaran anak kecil yang biasa kita lihat, seperti nyata. Udaranya juga sejuk dan menyegarkan. Tidak seperti kota-kota besar yang penuh dengan polusi dan udaranya yang menyesakkan. Itu poin pertama yang saya dapatkan di desa itu, yaitu lingkungannya.

Saat live in, kebetulan saya ditentukan untuk tinggal di rumah salah satu kepala Dusun di desa tersebut, yaitu Dusun Prapak Wetan. Desa Sendang Mulyo sendiri mempunyai banyak dusun yang rata-rata memiliki jarak yang berjauhan antara satu dusun dengan yang lain. 

Jadi Desa Sendang Mulyo tergolong sebagai desa yang luas. Desa tersebut juga memiliki buah tangan yang mereka buat sendiri. Sebuah kerajinan dengan memakai daun kelapa kering dan kemudian dijadikan tas atau semacamnya. Bagi yang ingin belajar cara membuatnya, bisa mengunjungi salah satu rumah yang warganya yang memiliki bisnis tersebut dan membuat kerajinan sendiri.

Hari pertama kedatangan kami, kebetulan desa itu sedang mengadakan kirab budaya. Jadi, itu adalah sebuah tradisi mereka setiap tahun untuk merayakan hasil panen yang melimpah. Kirab budaya mereka sendiri dengan jajaran mobil yang dihias sedemikian rupa kemudian berkeliling seluruh desa. Semua terlihat senang dan meramaikan kegiatan tersebut. 

Dari balai desa dan berakhir di balai desa lagi, seperti itu rutenya. Acaranya kemudian diakhiri dengan pertunjukkan wayang pada malam hari. Mereka melakukan pewayangan dari malam hingga subuh besoknya. 

Rasa kekentalan adat budaya Jawanya sangat terasa, dari cara mereka membawakan pewayangan dengan bahasa Jawa dan semua memakai baju kebaya. Disini saya menyimpulkan bahwa desa ini sangat menjunjung tinggi adat istiadat mereka. Belum terasa adanya pengaruh dari luar di desa tersebut.

Hari kedua, saya berencana untuk keluar tetapi tidak bisa karena ternyata keluarga induk semangnya sendiri tidak ada yang keluar. Namun, dari informasi yang saya dapat dari teman-teman yang mengikuti induk semang mereka, terdapat sungai yang jernih di desa tersebut. "Kok bisa jernih banget, kan dekat kota?" 

Itu yang saya pikir pertama kali. Kemudian waktu bantu-bantu di dapur, saya melihat ada tempat sampah yang dikelompoknya seperti untuk plastik dikhususkan sendiri. Kata ibu induk semang kami, supaya tidak mengotori sungai dan lebih mudah untuk dibuang jika sudah dikelompokkan. Desa tersebut benar-benar sangat rapi dan bersih, semua tetap membuang sampah pada tempatnya dan sesuai kelompoknya agar mudah dibuang ke tempat yang seharusnya.

Karena hari itu adalah hari Minggu, adalah sebuah keharusan untuk umat Kristiani melaksanakan ibadah Minggu nya. Jangan takut bila Anda yang beragama Kristiani, ingin berwisata ke desa ini dan ketepatan hari Minggu, karena di dekat situ terdapat Goa Maria Jatiningsih yang menurut saya lokasinya sangat nyaman dan menyatu dengan alam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun