Tetiba lantunan Toni Price 'just to hear your voice' mengamuk dalam kupingku, membuatku terhenyak tersadar dari lamunan. Sering memang sambil ditemani kopi hangat aku melamun keluyuran memasuki labirin pikir dan endapan rasa. Sore, kala angin berhembus lembut dan pancaran mentari bersahabat, ritual macam itu menjadi kewajiban.
Memang, akhir-akhir ini tak habis aq memikirkan sulitnya menjadi manusia modern, ia harus ahli dalam multidisiplin keilmuan. Ia harus fasih dalam mengomentari berbagai hal, ia harus bisa memutuskan dan memberikan padangan dalam waktu sepersekian detik, ia bagaikan jaksa dan hakim secara bersamaan, semata-mata demi menambah pengikut, langganan, dan orang yang menyukai kicauan atau pose lucunya. Sulitnya memuaskan followers, beruntunglah hamba-hamba yang tak mendamba kebanggaan fana di dunia maya.
Fokusku kembali ke lagu tadi, petikan gitar Toni masih mengantarku mengengam hape kesayangan dari atas meja. Tak perlu kau tanya seri berapa, dengan melihatnya saja tentu kau paham, pemiliknya bukan penyuka hal-hal kekinian. Sejujurnya ia hanya tak punya hati untuk menuntut diri menjadi berhala pemuja teknologi.
"Mas.." ujar pemilik whatsapp disebrang,
"Mengikuti isu bitcoin engga?" tulisnya.
"Ada fatwa haramnya tuh dari mesir, menurut lo gimana?"
Sial, entah apa yang dipikirnya, menanyakan hal seperti itu kepadaku.
Apa sulitnya ia sejenak googling menanyakan kegundahannya, bukannya mbah itu tau segalanya? tempat orang bertanya agar tak sesat dijalan.
Memang, Harga bitcoin yang fluktuatif telah menjadi isu yang panas dibicarakan akhir-akhir ini. Mendadak semua orang mencoba memahami apa itu bitcoin dan cryptocurrency serta bagaimana cara kerjanya. Harga yang fluktuatif itulah yang juga menjadi alasan utama lahirnya fatwa haram oleh ulama mesir terkait transaksi mengunakan bitcoin, Mufti itu menilai bertransaksi menggunakan bitcoin dekat dengan perjudian dan mempermudah berlangsungnya transaksi gelap.
Menarik untuk dilihat apa yang belakangan terjadi pada bitcoin. Semenjak melantai di bursa sebagai produk derivatif pada akhir 2017 harga cryptocurrency ciptaan satoshi nakamoto ini langsung meroket. Patut pula dicatat, kenaikan bitcoin sebelum itu pun disebabkan oleh euforia media atas rencana masuknya bitcoin ke bursa. Dan tak tangung-tangung, di hari pertamanya saja bitcoin sudah membukukan nilai kenaikan 24% dari harga pembukaan.
Namun setiap pesta haruslah usai, singkat kata pasca mencetak rekor tertinggi di $19,500 nilai bitcoin terus turun, hingga hari ini hanya menyisakan 40% nya saja di $8,443.
Satoshi sang pseudonym sesungguhnya meluncurkan white papper bitcoin dengan tujuan luhur, ia ingin membuat sebuah sistem pembayaran tanpa campur tangan perantara pihak ketiga macam bank atau middleman lainnya. Hal ini dapat dilihat dari waktu kelahirannya, tepat pasca krisis ekonomi 2008 yang menimpa US lalu merembet pada ekonomi global, minimal 5.5 juta orang kehilangan pekerjaan hanya di US saja. Belum lagi jutaan orang yang kehilangan dana pensiun dan simpanannya, hal ini membawa tingkat kepercayaan orang terhadap institusi bank, para bankir dan lembaga intermediaries ada pada tingkat terendah.
Apadaya, kini bitcoin malah menjadi bagian dari sumber masalah yang ingin di 'lawan' satoshi. Samar-samar kulihat di kejauhan, satoshi geram dalam persembunyian, ia mungkin bergumam, "lihat nanti kalian, anak kandungku tak akan berujung malang", sambil menepuk-nepuk pundak blockchain.
Aku termangu memperhatikan layar handphoneku, orang disebrang whatsapp sana menunggu jawaban, dengan segera ku membalas
"Bodo Amaatt ..." Jawabku singkat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H