Sastra anak dapat didefinisikan sebagai karya sastra dengan bahasa dan isi yang sesuai dengan usia yang mencerminkan jalan hidup dan kepribadian anak, yang ditulis secara lisan atau tulisan oleh anak-anak, remaja, atau orang dewasa. Sastra anak, yang mencakup cerita, puisi, dan dongeng, tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai alat pendidikan yang kuat untuk mengajarkan anak-anak tentang pentingnya menghargai perbedaan.
Saat ini, di tengah perkembangan dunia yang pesat, tantangan dalam membangun sikap toleransi di kalangan anak-anak semakin kompleks dan rumit. Berbagai faktor, seperti perbedaan budaya, agama, dan latar belakang sosial, dapat memicu intoleran di antara anak-anak. Oleh karena itu, penting untuk mencari cara yang efektif dalam menanamkan nilai-nilai toleransi sejak dini. Sastra anak merupakan salah satu metode yang dapat digunakan. Sastra anak diyakini dapat digunakan oleh pendidik dan orang tua sebagai instrumen yang sangat efektif untuk menanamkan nilai, norma, perilaku mulia, dan keyakinan dalam suatu masyarakat atau budaya.
Paparan anak-anak terhadap sastra berpengaruh positif terhadap tumbuhnya rasa, kreativitas, dan inisiatif. Hal ini didasarkan pada fungsi utama pembelajaran sastra sebagai penjernihan akal budi, yang dapat meningkatkan kemanusiaan dan kesadaran sosial, menumbuhkan apresiasi budaya, serta mempermudah penyaluran gagasan, imajinasi, dan ekspresi kreatif.
Salah satu daya tarik utama dari sastra anak adalah kemampuannya untuk menyampaikan pesan moral dengan cara yang menyenangkan dan mudah dipahami. Dengan bahasa yang sederhana dan ilustrasi yang menarik, sastra anak mampu menarik perhatian anak-anak dan membuat mereka lebih mudah mencerna informasi yang disampaikan. Melalui karakter yang beragam dan situasi yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, anak-anak dapat belajar tentang berbagai hal dengan cara yang berbeda. Mereka dapat memahami konsep-konsep yang mungkin sulit dijelaskan hanya dengan kata-kata.
Sastra anak juga memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk menjelajahi dunia yang lebih luas. Melalui cerita-cerita yang menggambarkan berbagai perbedaan, anak-anak dapat belajar tentang cara hidup orang lain. Hal ini tentu membantu mereka untuk mengembangkan rasa ingin tahu dan menghargai keragaman yang ada di sekitar mereka. Dengan memahami bahwa setiap orang memiliki latar belakang dan pengalaman yang berbeda, anak-anak dapat belajar untuk lebih toleran dan terbuka terhadap perbedaan.
Pendidikan toleransi melalui sastra anak tidak hanya terbatas pada pembacaan cerita. Aktivitas kreatif yang melibatkan sastra anak juga dapat menjadi sarana yang efektif untuk menanamkan nilai-nilai toleransi. Misalnya, setelah membaca sebuah cerita, guru dapat mengajak peserta didik untuk berdiskusi tentang karakter-karakter dalam cerita tersebut. Dengan cara ini, anak-anak dapat merenungkan dan mendiskusikan nilai-nilai yang terkandung dalam cerita, serta bagaimana mereka dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, kegiatan menulis juga dapat menjadi cara yang efektif untuk mengembangkan pemahaman anak-anak tentang toleransi. Peserta didik dapat diajak untuk menulis cerita pendek yang menggambarkan pengalaman mereka sendiri dalam berinteraksi dengan teman-teman dari latar belakang yang berbeda. Melalui proses ini, anak-anak tidak hanya belajar untuk mengekspresikan diri, tetapi juga untuk memahami perspektif orang lain. Kegiatan ini dapat memperkuat rasa empati dan menghargai perbedaan di antara mereka.
Pentingnya peran orang tua dan pendidik dalam memanfaatkan sastra anak sebagai media pembelajaran toleransi tidak dapat diabaikan. Orang tua dapat membacakan cerita-cerita yang mengandung nilai-nilai toleransi kepada anak-anak mereka di rumah. Diskusi tentang cerita tersebut dapat dilakukan setelah pembacaan cerita, sehingga anak-anak dapat berbagi pendapat dan pemahaman mereka. Di sekolah, guru dapat mengintegrasikan sastra anak ke dalam kurikulum dengan cara yang kreatif, sehingga anak-anak dapat belajar sambil bermain.
Sastra anak memiliki peran penting dalam membangun komunikasi antara anak-anak dari berbagai latar belakang. Melalui pembacaan dan diskusi tentang cerita yang sama, anak-anak tidak hanya terlibat dalam pengalaman yang menyenangkan, tetapi juga memiliki kesempatan untuk menemukan kesamaan di antara mereka. Cerita-cerita yang menggambarkan karakter dan situasi yang beragam dapat membantu anak-anak memahami bahwa meskipun mereka berasal dari latar belakang yang berbeda, ada nilai-nilai moral yang dapat mereka bagi, seperti persahabatan, keberanian, dan rasa saling menghormati.
Ketika anak-anak berdiskusi tentang tema-tema dalam cerita, mereka juga dapat berbagi pandangan dan pengalaman pribadi, yang pada gilirannya memperkuat hubungan antar mereka. Proses ini tidak hanya meningkatkan keterampilan komunikasi, tetapi juga membangun rasa empati dan pengertian. Dengan memahami dan menghargai perbedaan, anak-anak dapat belajar untuk melihat dunia dari perspektif orang lain, yang sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang lebih hangat dan harmonis. Lingkungan yang inklusif ini akan mendorong anak-anak untuk saling mendukung dan bekerja sama, sehingga mereka dapat tumbuh menjadi individu yang lebih toleran dan bertanggung jawab dalam masyarakat yang beragam.
Di Indonesia, yang dikenal dengan keragaman budaya, agama, dan suku, penting untuk menumbuhkan sikap toleransi pada anak-anak, terutama di usia sekolah dasar. Pada tahap ini, anak-anak sedang dalam proses pembentukan karakter dan identitas diri, sehingga pendidikan yang menekankan nilai-nilai toleransi sangat krusial. Sosialisasi mengenai nilai-nilai toleransi perlu dilakukan melalui serangkaian interaksi dalam pendidikan, baik di lingkungan sekolah maupun di rumah. Dengan memberikan pemahaman yang baik tentang perbedaan yang ada di masyarakat, anak-anak dapat belajar untuk menghargai dan menerima keberagaman sebagai bagian dari kehidupan.