Mohon tunggu...
Citra Erbina Sembiring
Citra Erbina Sembiring Mohon Tunggu... Guru

Mengajar dan belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Aspirasi Pendidikan Bermutu Untuk Semua

25 Agustus 2025   23:45 Diperbarui: 25 Agustus 2025   23:33 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saat Hati Guru Menjadi Ruang Kelas Sejati (Bukan Sekadar Mengajar, Tapi Mendorong Anak Jadi Hebat)

Masa depan sebuah bangsa sesungguhnya tidak dipahat di atas batu kebijakan, melainkan dilukis di atas kanvas jiwa anak-anak kita, dan sang pelukisnya adalah seorang guru. Namun, bukan sembarang guru. Bukan guru yang datang hanya untuk menunaikan kewajiban, menuangkan pengetahuan layaknya air ke dalam bejana kosong. Bukan pula guru yang melihat murid hanya sebagai deretan angka yang harus mencapai target. Pahlawan sejati dalam pendidikan adalah guru  yang menjadikan hatinya sebagai ruang kelas sejati, seorang pendidik yang datang bukan sekedar mengajar, melainkan untuk menyalakan api dalam jiwa anak. Aspirasi besar "Pendidikan Bermutu Untuk Semua" tidak akan pernah tercapai jika kita hanya mengejar angka dan melupakan jiwa. Tulisan ini akan membahas mengapa peran guru sebagai pendidik bukan sekedar pengajar adalah kunci sesungguhnya untuk melahirkan generasi hebat.

Saat Sentuhan Hati Melampaui Ajaran

Ada perbedaan fundamental antara seorang pengajar dan seorang pendidik. Pengajar fokus pada apa yang bisa diukur, yaitu nilai ujian, ketuntasan materi, dan peringkat kelas. Pengajar mungkin berhasil menciptakan anak-anak yang pintar, yang mampu menjawab soal-soal tersulit. Namun, kepintaran tanpa nurani adalah pedang tajam di tangan yang salah.

Seorang pendidik, sebaliknya, menyentuh apa yang tak bisa diukur, yaitu keberanian, empati, rasa percaya diri, dan integritas. Ia tidak hanya bertanya, "Apa yang kamu ketahui nak?", tetapi lebih penting lagi, "Ingin menjadi manusia seperti apa kamu kelak nak?". Pendidik adalah sosok yang melihat potensi terpendam di balik tatapan mata seorang anak pemalu, anak tertutup dan anak yang kurang perhatian orangtua. Seorang pendidik mendengar jeritan minta tolong di balik kenakalan seorang murid yang dicap pembangkang. Baginya, setiap anak adalah alam semesta yang unik, sebuah mahakarya yang menunggu untuk ditemukan.

Inilah kekuatan dari mengajar dengan hati. Ketika seorang guru tulus memuji usaha seorang murid, bukan hanya hasilnya, tetapi pendidik sedang menanam benih harga diri. Ketika ia meluangkan waktu untuk mendengarkan keluh kesah siswanya, ia sedang membangun jembatan kepercayaan yang kokoh. Di dalam "ruang aman" yang ia ciptakan, kesalahan bukanlah aib yang harus ditutupi, melainkan anak tangga menuju pemahaman yang lebih dalam. Murid yang hatinya telah disentuh oleh kepedulian tulus akan belajar bukan karena takut, melainkan karena cinta. Ini adalah bukti terukur bahwa dukungan emosional dari guru secara langsung menciptakan iklim belajar yang inklusif, sebuah fondasil bagi ketangguhan (resilience) dan motivasi belajar siswa. Sumber Data: OECD, "PISA 2022 Results (Volume II): Learning During -- and From -- Disruption" (2023).

Panggilan Jiwa, Amanah dari Surga

Apa yang memberi seorang guru kekuatan untuk melakukan semua ini, di tengah segala keterbatasan dan tantangan? Jawabannya adalah sebuah kesadaran spiritual yang mendalam, panggilan jiwa dimana setiap murid di hadapannya adalah amanah suci dari Tuhan.

Perspektif ini mengubah segalanya. Mengajar bukan lagi sekadar profesi, melainkan sebuah panggilan jiwa, sebuah ibadah panjang. Tanggung jawabnya tidak lagi terbatas pada kepala sekolah atau orang tua, tetapi membentang hingga ke langit. Kesadaran inilah yang melahirkan keikhlasan tanpa batas. Inilah yang membuatnya tetap tersenyum sabar saat menghadapi anak yang paling sulit sekalipun, karena ia tahu, di dalam diri anak itu ada percikan cahaya yang menjadikan anak menjadi hebat.

Guru yang memandang profesinya sebagai amanah Tuhan akan menjadi teladan hidup. Kejujurannya, kesabarannya, dan welas asihnya menjadi kurikulum tak tertulis yang meresap jauh lebih dalam ke sanubari murid daripada rumus matematika mana pun. Ia tidak hanya mempersiapkan siswa untuk ujian dunia, tetapi juga membekali mereka untuk "ujian kehidupan", menjadikan mereka manusia yang utuh, insan hebat yang kelak akan membawa rahmat bagi sekitarnya demi terwujudnya Aspirasi Pendidikan Bermutu Untuk Semua.

Warisan yang Tak Lekang Waktu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun