Tahun 2020 rasanya menjadi era dunia berhenti dari hiruk pikuk kesibukan di dalamnya. Berawal dari munculnya berita buruk di Wuhan, China, tentang ditemukannya virus Covid-19 pada akhir tahun 2019, disusul negara lainnya yang mulai mengumumkan kasus pertamanya, hingga Indonesia memasuki mimpi buruk yang panjang pada bulan Maret 2020 karena kasus pertama yang teridentifikasi di Kota Depok.
Dunia berhenti itu benar-benar terjadi. Himbauan Social Distancing, Pembatasan Social Berskala Besar (PSBB), PPKM Mikro, PPKM Darurat, PPKM Level 1-4, hingga PPKM selesai menjadi istilah-istilah yang mengundang rasa sakit mengingat banyaknya rasa kehilangan orang terkasih tanpa bisa melihat untuk yang terakhir kali, kehilangan pekerjaan dan jutaan rasa bingung bisakah dapur di rumah dapat berasap setiap hari?
Tak hanya itu, Covid-19 juga meruntuhkan banyak perusahaan yang bangkrut dengan memberikan pukulan bagi para perintisnya, hilangnya pendapatan para pedagang bersamaan dengan pertanyaan “Bagaimana untuk makan hari esok?”, hingga berhentinya operasional transportasi umum dengan meninggalkan suasana hening di jalan raya, tak ada informasi perjalanan di bandara, hingga senyapnya stasiun kereta.
Pelayanan publik terhenti, transportasi pun tak lagi dinanti, seperti yang terjadi pada PT KAI sebagai moda transportasi ramai penumpang di Indonesia, khususnya di Jabodetabek sebagai pilihan utama para pekerja untuk menempuh lokasi kantornya.
Wabah Covid-19 ini bukan hanya menjadi mimpi buruk negeri, tetapi juga menjadi badai bagi PT KAI, ditambah pada saat itu baru saja dilakukan pergantian direksi yang dipimpin oleh Bapak Didiek Hartantyo sebagai Direktur Utama PT KAI pada tanggal 8 Mei 2020.
Bagaimana ia sebagai jabatan tertinggi tak hanya harus beradaptasi dengan jabatan baru, tetapi ia harus menerima kenyataan bahwa wabah yang baru saja dimulai itu memberikan warna kelabu. Menghadapi Covid-19 rasanya seperti badai, seperti judul buku yang baru saja di-launching oleh PT KAI bersama Penerbit Buku Kompas pada hari Jumat, 16 Mei 2025 dengan judul Masinis yang Melintasi Badai.
Badai dalam judul buku ini bukan kata hiperbola, tetapi badai itu adalah Covid-19..
Bagaimana Didiek Hartantyo menghadapi badai yang terjadi? Bagaimana ia menjadi problem solver dan harus menjadi garda terdepan?
Launching dan Talkshow Buku Masinis yang Melintasi Badai
Hari Jumat, 16 Mei 2020 menjadi hari yang menyenangkan bagi PT KAI dan Bapak Didiek Hartantyo dengan diterbitkannya buku yang mengabadikan perjalanan PT KAI menghadapi masa Covid-19 hingga akhirnya bisa bangkit dari keterpurukan.