Mohon tunggu...
Cindy Junita
Cindy Junita Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Biologi UI 2017

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Mengenal Biota Laut: Bulu Babi (Diadema setosum), Hewan Laut yang Paling Sering Ditemukan!

22 November 2020   22:16 Diperbarui: 22 November 2020   22:26 1278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulu Babi (Diadema setosum) [Sumber: Qiu dkk. 2013: 735]

Jika berlibur ke pantai dan menikmati birunya air lautan, kita pasti pernah melihat hewan hitam dan berbentuk bola berduri. Hewan ini tentunya tidak asing lagi karena persebarannya yang sangat berlimpah, terutama di substrat berpasir, terumbu karang, dan padang lamun. Ya, hewan ini dinamakan Diadema setosum atau dikenal sebagai bulu babi.

Bulu babi (Diadema setosum) termasuk dalam filum Echinodermata yang tersebar luas di sepanjang kawasan Indo Pasifik Barat, yaitu dari pantai timur Benua Afrika sampai ke Hawaii dan dari daerah Jepang Selatan sampai ke Great Barrier Reef di Australia. Bulu babi umumnya ditemukan pada kedalaman hingga 10 meter. Hewan ini memiliki bentuk cangkang beraturan, berduri panjang, hidup berkelompok, dan terkadang bersembunyi di lubang atau celah-celah terumbu karang.

Jika diamati dari sudut pandang ekologi, bulu babi berperan sebagai pemakan detritus dan predator dalam rantai makanan. Selain itu, densitas populasi bulu babi yang tidak berlebih dalam suatu ekosistem memiliki peran dalam mencegah terjadinya pertumbuhan makroalga yang berlebih dengan cara mengonsumsi alga tersebut dan "menyediakan" ruang untuk pertumbuhan karang yang baru. Namun, densitas populasi bulu babi yang mendominasi ekosistem menyebabkan dampak negatif bagi populasi karang. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Qiu dkk. tahun 2013 menyatakan bahwa bulu babi berpotensi dalam memangsa karang hidup (corallivory) sehingga akhirnya menyebabkan kerusakan terumbu karang.

Bulu babi memiliki siklus reproduksi pada gonad yang dipengaruhi oleh musim (suhu dan photoperiod) dan kondisi geografis. Gonad bulu babi memiliki enam tahap perkembangan, yaitu developing (berkembang), recovering (pulih), growing (bertumbuh), pre-mature (pra-matang), mature (matang), dan spawning (berpijah). Fase perkembangan tersebut dapat ditentukan dengan mengamati warna dan rendemen gonad. Gonad yang berwarna coklat dan coklat kehijauan mengindikasikan tahapan recovering; warna krem dan kuning mengindikasikan gonad jantan berada pada tahap pre-mature dan mature; warna jingga muda dan jingga mengindikasikan gonad betina berada pada tahap pre-mature dan mature. Rendemen gonad yang tinggi mengindikasikan tahapan perkembangan telah mencapai fase mature.

Beberapa Penampakan Fisik Gonad Bulu Babi [Sumber: Tupan & Silaban 2017: 75]
Beberapa Penampakan Fisik Gonad Bulu Babi [Sumber: Tupan & Silaban 2017: 75]

Sebagian besar pemanfaatan bulu babi yaitu sebagai bahan pangan. Masyarakat umumnya mengonsumsi bagian gonad dari bulu babi karena bernilai gizi tinggi. Bagian cangkang dan duri bulu babi dapat digunakan sebagai hiasan, pupuk organik, pewarna. Selain itu, bulu babi dimanfaatkan sebagai indikator ekosistem terumbu karang. Populasi bulu babi yang menonjol dalam ekosistem terumbu karang menandakan kondisi terumbu karang yang tidak baik. Bulu babi juga memiliki potensi dalam menghasilkan material antimikroba, antioksidan, dan bioaktif peditoxin sehingga dimanfaatkan di bidang farmasi.

Walaupun bulu babi memiliki banyak manfaat bagi manusia, hewan ini juga berpotensi sebagai "ancaman". Ancaman tersebut yaitu terjadinya infeksi pada manusia jika tidak sengaja tertusuk duri bulu babi. Hal tersebut disebabkan duri bulu babi mengandung kalsium karbonat yang dilapisi oleh selubung protein. Selubung protein tersebut mendorong terjadinya reaksi imun pada korban sehingga terjadi infeksi. Infeksi akibat tusukan duri bulu babi menyebabkan dampak buruk yang berisiko rendah hingga tinggi, bergantung pada penanganan yang dilakukan kepada korban. Beberapa dampak yang terjadi seperti rasa sakit, bengkak, demam, hingga kaku pada area tusukan.


Daftar Acuan:

Liram, N., M. Gomori & M. Perouansky. 2000. Sea Urchin Puncture Resulting in PIP Joint Synovial Arthritis: Case Report and MRI Study. J Travel Med 7: 43-45.

Lubis, S.A.,  R. Yolanda, A.A. Purnama & R. Karno. 2016. The Sea Urchin (Echinoidea) from Panjang Island Water, Bangka Belitung Province. Omni-Akuatika 12(2): 125-129.

Qiu, J., D.C.C. Lau, C. Cheang & W. Chow. 2014. Community-level destruction of hard corals by the sea urchin Diadema setosum. Marine Polution Bulletin 85(2): 783-788.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun