Mohon tunggu...
Cika
Cika Mohon Tunggu... Tutor - ...

No me gusta estar triste . Pecinta "Tertawalah Sebelum Tertawa Itu Dilarang" #WARKOP DKI . Suka menjadi pekerja tanpa melewati titik kodrat wanita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tangis Tak Pernah Habis

1 Agustus 2020   01:49 Diperbarui: 1 Agustus 2020   13:56 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image by Pixabay.com

Kuperhatikan beriak air di dalam akuarium di depanku. Sesekali ikan-ikan di dalam sana mengejekku. Mulanya hanya satu ikan yang mengibaskan ekor lalu menari mengolokku, kemudian teman-temannya melakukan hal yang sama.

Jika mereka yang memiliki banyak air masih bisa menari dan bebas mengejekku, lantas kenapa aku yang masih bisa menyeka air mata harus menghentikan keinginan untuk melangkah.

Kutatap lekat-lekat segelas kopi yang kubuat tanpa ramuan. Entah apa namanya, sama sekali tak aku ingat berat kopi yang sudah aku masukkan, tak kuperhatikan pula blooming dari kopi ini, semua aku lakukan dalam sekejap.

Kusiapkan gelas, kusimpan alat seduhku di atasnya, kutuang kopi seenaknya, kemudian langsung aku tuang air panas ke dalamnya. Bodo amat dengan rasa kopinya, bodo amat dengar campuran bau paper filternya dan bodo amat dengan rasa kopi yang dihasilkan.

"Dru, kata orang membuat kopi manual brew itu seperti meditasi bisa bikin kita mendapatkan kebahagian batin lo."

"Terus?"
"Ya, kalau aku perhatikan tadi kamu asal banget deh campur air dan kopinya."
"Ini kopi siapa Bram?"
"Kamu."
"Ini air siapa?"
"Kamu"

"Yang mau ngopi siapa?"
"Iya kamu, kamu, kamuuuuuuuuu Dru. Aku kan Cuma kasih tahu, dan aku perhatikan. Maka pertanyaanku, ada masalah apakah pagi ini?"

"Kepo"

Kubiarkan Bram melongo. Tak kubiarkan Bram melihat mukaku walau sebentar. Aku tidak mau Bram melihat mataku yang sembab.

Lagi tumben sekali Bram belum pulang, padahal adzan Isya sudah terdengar dari tadi. Aku sedang konsentrasi meratapi hidup, tiba-tiba dia hadir di belakangku tanpa kudengar langkahnya.

"Mba Dru maaf, ruangan Mba sudah boleh saya bereskan?"
"Boleh Bang silakan saja. Aku sudah mau pulang kok."
Kutinggalkan V60 yang sudah jelas rasa ketidakenakannya. Segera ku bergegas menuju ruanganku lalu kubereskan laptop dan kertas-kertas yang tidak kusentuh sama sekali hari ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun