Mohon tunggu...
Hidwar Norseha
Hidwar Norseha Mohon Tunggu... Guru - PNS

Berbuat yang terbaik demi membahagikan orang lain

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memiliki Anak Keras Kepala

7 Juli 2020   23:37 Diperbarui: 7 Juli 2020   23:32 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memiliki anak keras kepala bagaimana rasanya?
Mungkinkah setiap anak keras kepala?

Keras kepala berkaitan erat dengan keinginan yang harus dipenuhi. Anak sejak usia dua tahun katanya mulai memiliki watak keras kepala. Setiap keinginannya harus dipenuhi.

Senjata andalannya adalah menangis dan ngamuk.  Semenjak pertama kali permintaannya tidak dipenuhi lalu menangis, kemudian setelahnya orangtuanya memenuhi, maka menangis dianggap sebagai jalan agar permintaannya terkabul.

Seorang anak yang keras kepala biasanya memaksakan untuk mendapatkan sesuatu dengan caranya sendiri. Bila ditentang, tinggal apa yang pertama kali dilakukan sebelumnya. Jika menangis maka menangis jadi andalan.

Jika berteriak, maka berteriak jadi andalan. Jika mengancam mau merusak benda, maka mengancamlah jadi senjata pamungkasnya agar kehendaknya tercapai.

Sampai orangtuanya memenuhi kehendaknya, biarpun berguling-guling tetap dilakukan. Ada malah yang membentur-benturkan kepalanya, dan sebagainya.

Di samping itu ada juga yang dengan keagresifannya menyerang anggota keluarga, bahkan ayah, ibu atau siapa saja yang di dekatnya.

Kebiasaan keras kepala ini kalau dibiarkan terus berlangsung akan berakibat menjadi kebiasaannya hingga tumbuh sampai pada remaja.

Sebagian besar orangtua mengeluhkan anak yang keras kepala ini. Masalahnya ada di mana?

Sebenarnya kesalahan awal menang terdapat pada orangtua. Keinginan anak akan dipenuhi jika telah merengek dan melakukan perbuatan di atas. Jadilah anak ingat, bahwa untuk mendapatkan apa yang menjadi kehendaknya harus melakukan sesuatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun