Mohon tunggu...
Christie Stephanie Kalangie
Christie Stephanie Kalangie Mohon Tunggu... Akuntan - Through write, I speak.

Berdarah Manado-Ambon, Lahir di Kota Makassar, Merantau ke Pulau Jawa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Untuk Apa Cuti, Kan Kamu WFH?"

6 Oktober 2020   20:50 Diperbarui: 12 Oktober 2020   19:51 2473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
WFH juga melelahkan dan berpotensi menimbulkan burnout. (Ilustrasi: tirachardz/Freepik)

Pasien yang terinfeksi virus corona terus meningkat secara drastis dan semakin memberi dampak besar bagi seluruh masyarakat Indonesia. Penambahan jumlah pasien pun terus terjadi. 

Karena itu, ada beberapa upaya pemerintah yang harus diterapkan oleh masyarakat Indonesia, salah satunya adalah anjuran untuk melakukan kerja di rumah atau yang sering disebut Work From Home (WFH). 

Anjuran untuk melakukan kerja di rumah ini secara langsung disampaikan oleh Presiden Indonesia Joko Widodo. 

"Dengan kondisi saat ini, saatnya kita kerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah di rumah. Inilah saatnya bekerja bersama-sama, saling tolong-menolong dan bersatu padu, gotong royong," ujar Jokowi dalam konferensi pers di Istana Bogor, Minggu (15/3/2020). 

Langkah ini diambil untuk mengurangi aktivitas di luar rumah sehingga pemerintah bisa menangani COVID-19 lebih maksimal. Sejumlah perusahaan di Jakarta pun segera menerapkan aturan WFH untuk mengurangi potensi penyebaran virus corona. 

WFH yang dianggap akan berlangsung seperti saat kerja di kantor atau Work From Office (WFO), ternyata memberi dampak tersendiri lagi bagi para karyawan yang menjalankannya. 

Seperti yang dialami rekan kerja saya saat ingin mengambil cuti tahunan, "Pak, besok saya cuti, ya," lalu jawab sang atasan "Untuk apa kamu cuti? Kan kamu WFH". 

Dari sepenggal kisah tersebut, ternyata sebagian orang menganggap bahwa WFH adalah bagian dari cuti, padahal WFH itu juga melelahkan dan berpotensi menimbulkan burnout. 

Tidak hanya itu saja, ternyata ada beberapa keluhan lain yang tak kalah menyedihkan. 

"Kapan pun bisa ada zoom meeting, bahkan setelah jam kerja. Drama sindir-menyindir dari atasan dan diminta share loc setiap saat karena mereka pikir kita gak kerja, sampai dapat ancaman potong gaji. Pokoknya lelah banget." - Ruth, HRD Staff 

"Ini udah minggu ke-3 gue lembur, dan weekend pun gue tetap kerja. Sampai gak inget hari dan jam lagi. Pokoknya gue harus stand by terus sampai jam 3 pagi di depan laptop." - Karunia, Channel Development 

"Bahkan masih jam 7 pagi udah ditelepon oleh atasan. Karena sesungguhnya WFH itu adalah Working Full Hour." - Irma, Purchasing Staff 

"Aku WFH dari bulan April sampai Desember, tapi semua jatah cuti langsung dianggap hangus. Katanya, itu semua sudah kebijakan dari perusahaan." - Gary, Accounting Officer 

"Gue mending WFO daripada WFH. Kalau WFO, minimal jam 6 udah bisa pulang.  Kalau WFH, kadang jam 9 malam masih urus data. Karena buat gue, WFH adalah toxic sesungguhnya di lingkungan kerja" - Kendar, Assistant Manager 

"Lagi BAB, salat, dan makan siang tetap dituntut online di depan laptop. Harus fast respond maksimal 5 menit. Gak bisa meninggalkan meeting karena meeting dari jam 8 pagi dan lanjut terus sampai jam 6 atau 7 malam. Jangankan makan, kadang mandi pun juga gak sempat. Mereka pikir saya gak punya kehidupan pribadi, ya?" - Eca, Research Assistant 

...dan masih banyak keluhan serta pandangan dari mereka yang merasakan lelahnya WFH, yang tidak sempat saya tuliskan satu per satu.

Tidak ingin menyalahkan apapun dan siapapun, karena diterapkannya WFH adalah anjuran yang sangat tepat demi membantu pemerintah mengurangi jumlah pasien yang terinfeksi virus corona di Indonesia. 

Namun tentang penerapan WFH itu sendiri, alangkah baiknya bila ada saling pengertian antara sesama rekan kerja, juga fasilitas yang memadai dari perusahaan itu sendiri. 

Karena bekerja dari rumah bukan berarti kami sebagai karyawan merasa senang berlebih dengan dalih bisa bersantai. Percayalah, kami berusaha semaksimal mungkin bekerja dari rumah dengan keterbasan yang ada, dengan segala urusan pribadi yang kami kesampingkan demi terus bekerja untuk perusahaan. 

Akhir kata, untuk segala sesuatu yang menjadi hak karyawan, sebaiknya jangan pernah dirampas. 

Jakarta, 2020.
Christie Stephanie Kalangie.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun