Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Puasa Pertama Anak, antara Cemas dan Bahagia

13 April 2021   22:38 Diperbarui: 13 April 2021   23:13 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Republika.co.id

Hari pertama Ramadhan ini putriku Zahra sudah belajar untuk berpuasa penuh, setelah puasa di tahun yang lalu masih dilaluinya dengan berpuasa setengah hari atau berpuasa dari subuh hingga waktu Dzuhur.

Zahra sih antusias banget pingin puasa penuh, tapi saya sebagai orangtua sedikit khawatir, mengingat usianya yang baru saja masuk delapan tahun dan ada riwayat sakit lambung dan sesak nafas.

Meskipun demikian walau dengan segala kekhawatiran, saya tidak mungkin melarang anak yang sedang semangatnya ingin menjalankan ibadah wajib. Sebagai orangtua tentu saja saya harus senang jika anak saya sudah mau melaksanakan ibadah puasa yang biasanya sulit-sulit gampang dijalankan oleh anak-anak.

Jadilah awal puasa ini saya dan ibunya anak-anak mendapat tugas baru mendampingi dan mengikuti perjalanan puasa putri kami dari jam ke jam, tugas kantorpun saya delegasikan kepada staf untuk mengontrol pekerjaan di lapangan dan saya sendiri pulang ke rumah menemani Zahra yang sedang puasa.

Saking semangatnya ingin berpuasa Zahra sudah bangun pukul 2.30 menemani ibunya yang menyiapkan hidangan sahur, makan sahur pukul 4.00 dan menjelang imsak saya sudah memastikan bahwa Zahra sudah cukup makan dan minum serta telah mengkonsumsi vitamin-vitamin untuk memperkuat staminanya.

Setelah kami sholat subuh, Zahra masih semangat melakukan aktifitasnya sendiri, pagi saya sempat ke kantor dan sebelum jam 9.00 sudah kembali ke rumah. Sampai sejauh ini Zahra masih cerah ceria.

Jam sepuluh yang biasanya menjadi waktu tubuh mulai bereaksi terhadap rasa lapar, saya mulai cemas apakah Zahra masih mau lanjut berpuasa atau angkat tangan, tapi rupanya dia tertidur, mungkin karena sudah lelah akibat bangun jam 2.30 tadi. Syukurlah saat waktu kritis menjalankan puasa dimana saat-saat jam 10.00 -12.00 yang mana biasanya tubuh mulai bereaksi terhadap lapar, perut jadi perih keroncongan dan minta segera diisi.

Jam 12.00 Zahra pun bangun dan langsung melihat jam, menghitung berapa jam lagi waktu buka puasa, masih dengan senyumnya ia tambah semangat, dan bilang ternyata puasa tidaklah terlalu sulit.

Masuk waktu ashar Zahra mulai gelisah, rupanya lapar dan lemas sudah dirasakannya, dia mulai sering menanyakan berapa jam lagi waktu buka puasa, wajahnya mulai kusut tapi masih tetap semangat apalagi saat harus berangkat belajar mengaji di rumah tetangga, Zahra masih gesit tapi wajah lapar dan lemasnya tak bisa disembunyikan.

Jam lima pulang mengaji langsung tepar, dan bilang sakit kepala dan sedikit mual. Saya mulai cemas tapi ibunya bilang tidak apa, wajar sajalah anak merasa begitu, orang dewasa saja banyak yang merasakan hal yang sama saat memasuki waktu-waktu mendekati buka puasa.

Setiap lima menit Zahra tanya berapa lama lagi buka puasa, dia sudah sangat lapar katanya. Sambil berbaring lemas dipijat-pijat sama ibunya, Zahra masih terus bertanya kurang berapa menit lagi buka puasa.

Ketika suara shalawat dan juga suara ucapan selamat berpuasa dari toa mesjid telah terdengar. Zahra langsung sumringah, rasa lapar dan lemas yang tadinya sangat jelas terlihat di wajahnya mendadak hilang.

Begitu masuk waktu berbuka puasa semua lapar, haus dan lemas, sirna dari wajah Zahra.
Ah.... Sesuatu yang mungkin bagi sebagian orang biasa saja, tapi bagiku ini momen yang sangat penting bagi putriku, saya harus selalu ada di sampingnya, mendampinginya dalam belajar mengenali perintah Allah SWT.

Sebuah kelegaan yang sempurna saya rasakan ketika putriku telah menuntaskan puasa pertamanya. Hidangan sederhana yang menemani buka puasa kami terasa begitu nikmatnya.

Ketika saya bertanya apakah Zahra masih mau berpuasa besok, dijawabnya dengan antusias bahwa dia akan terus berpuasa di ramadhan kali ini. Alhamdulillah.....

Oh iya tentu bagi kita banyak yang tidak tahu bahkan belum tahu, usia berapa tahunkah sebenarnya anak sudah wajib melaksanakan ibadah puasa Ramadhan.

Imam Ibnu Hajar di dalam kitab Fathul Bari-nya memberikan penjelasan terkait puasanya anak-anak kecil tersebut, beliau mengatakan bahwa, menurut jumhur ulama tidak wajib menjalankan puasa bagi anak yang belum berusia baligh.

Imam Syafii pun mengikuti pendapat tersebut dan beliau pun memberikan komentar bahwa anak-anak hendaknya memang sudah diperintah untuk menjalankan puasa karena sebagai latihan, jika mereka mampu.

Dari sisi usia latihan berpuasa bagi anak-anak ulama'-ulama' syafiiyah memang menyamakan dengan perintah shalat, yakni di usia tujuh tahun dan sepuluh tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun