Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Teluk Kendari, Ceritamu Dulu

25 Juni 2020   19:29 Diperbarui: 25 Juni 2020   19:50 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teluk Kendari. Dok. Pribadi Denhy Lahundape

Temaram senja sempurna merangkul hening teluk Kendari, kerlap kerlip lampu ramai menghiasi sepanjang bibir teluk, semenjak sore tadi ramai orang-orang menikmati suasana dan "keindahan" teluk Kendari dari pelataran mesjid Al Alam.

Aku pun coba menikmatinya namun kemegahan bangunan beton dan tumpukan batu-batu yang mereka sebut tambat labuh yang coba "dipaksakan" sebagai bagian keindahan teluk, itu tidak mampu menyunggingkan sedikit pun senyum di bibirku.

Yah... bagi mereka yang baru di kota ini ataupun mereka yang hanya menjadikan pesisir teluk sebagai tempat nongkrong sekedar menghabiskan malam Minggu, mungkin teluk Kendari dengan wajahnya sekarang ini mampu menghadirkan momen yang indah. 

Tapi sungguh tidak bagi kami anak-anak yang pernah merasakan pelukan dingin air laut di teluk ini, kami yang pernah bersahabat dengannya menikmati segala isi lautnya dengan cara yang bersahabat.

Bagi kami yang mengenalnya teluk Kendari saat ini ibarat manula yang telah menjalani amputasi di sekujur tubuhnya, yang coba dihiasi dengan ornamen palsu, sungguh amat menyakitkan.

Tahukah kamu kawan, dahulu teluk Kendari ibarat kolam di depan rumah kami, apa yang dikandungnya bisa kami nikmati dan berinteraksi dengannya membekaskan kenangan yang tak terbeli oleh apa pun.

Tahukah kamu kawan ketika kami masih anak-anak setiap aku dan kawan-kawan mengisi sejenak ujung hari kami dengan bermain dan memancing disana, kami dengan riang menikmati bening dan sejuknya air teluk kendari sambil berlompatan dari atas kapal nelayan yang ditambatkan di pantai teluk kendari.

Setelah puas menikmati kesejukan air, kami lanjutkan dengan memancing, dan meski kami lakukan dengan santai, kami pasti pulang dengan seember penuh ikan kucu-kucu dan ikan peseng-peseng (Nama lokal sejenis ikan laut), yang begitu nikmatnya jika digoreng kering kriuk-kriuk dan dimakan bersama nasi panas serta sambal jeruk terasi. Apalagi terasi Kendari tempo itu adalah terasi asli yang tersohor nikmatnya.

Teluk yang kami kenal dulu telah hilang baik isinya, momennya juga sensasinya, ia sekarang hanyalah sebuah nama yang telah kehilangan jiwanya.

Suatu hari di penghujung musim kemarau, kami teman-teman anak kompleks bersiap-siap pergi memancing, tujuan kami adalah pelabuhan Kendari, setelah semua perlengkapan telah siap kamipun berangkat menuju pelabuhan, sesampainya di sana ternyata Ance' seorang pemancing senior yang keturunan Tionghoa sudah lebih dulu datang.

"Aihh... habis mi ikan dia kasih naik Ance," kata saya sambil tertawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun