Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penjual Terompet

22 Juni 2020   06:48 Diperbarui: 22 Juni 2020   07:07 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar: kumparan.com

Sangkala' mendapati dirinya tertidur di ruangan yang sangat nyaman, full AC dan perabotan yang mewah, ia sempat tertidur pulas di sebuah kursi direktur yang empuk, sementara di atas meja yang sepertinya meja direktur terdapat banyak tumpukan surat surat, Sangkala' memperhatikan dirinya, ternyata ia bukan Sangkala' yang miskin lagi, ia adalah seorang pria yang gagah dan berpakaian necis, dalam balutan jas keren dengan jam tangan mahal melingkar di pergelangan tangannya, cincin emas permata berkilau di jarinya, Sangkala' melihat berkeliling dan di sudut ruangan yang cukup besar itu duduk seorang wanita muda yang cantik, yang ketika melihat Sangkala' telah bangun, ia segera menghampiri Sangkala'. 

"Maaf pak Direktur.... ini surat surat dan dokumen dokumen  yang harus bapak tandatangani" kata wanita muda itu penuh hormat, yang ternyata adalah sekertaris pribadi Sangkala' sembari menunjukkan surat surat yang menumpuk butuh untuk segera ditandatangani oleh pak Direktur. Setelah selesai menandatangani semuanya, Sangkala' merasa lelah dan menggerutu dalam hatinya,"Ah... tanda tangan saja capeknya bukan main". Ia melihat jam rolexnya, ternyata sudah pukul dua siang, Sangkala' merasa sudah waktunya pulang, tapi dicegah oleh sang sekertaris. 

"Maaf pak... hari ini ada meeting jam tiga, terus jam lima ada pertemuan dengan investor dari Arab Saudi, jam delapan malam nanti ada undangan untuk bertemu menteri pertambangan" kata si sekertaris mengingatkan Sangkala' tentang agenda hari ini. "Aku capek... apa agenda hari ini tidak bisa ditunda besok ?" kata Sangkala'. "Tidak bisa pak, besok malah jadwal bapak lebih padat, ini jadwalnya bisa bapak lihat" si sekertaris menyodorkan sebuah buku berisi jadwal Sangkala'. Sangkala' kaget, dengan jadwal begitu, seharusnya satu hari itu bukan dua puluh empat jam, ia mulai merasa jadi orang kaya itu ternyata susah. 

Ketika selesai makan malam, sebelum berangkat memenuhi undangan menteri, si sekertaris tak lupa mengingatkan Sangkala' untuk meminum obatnya, dan ia segera mengambilkannya. "Ini multi vitamin pak" ujar si sekertaris seraya menyodorkan dua buah vitamin, yang segera diminum oleh Sangkala'. "Yang ini obat kolesterol pak" kata si sekertaris lagi. "Ini obat gula dan asam urat" kata si sekertaris sambil menyodorkan dua buah obat ke Sangkala', obat yang ditelan Sangkala' belum sampai ke perut. Si sekertaris menyodorkan lagi sebuah obat. "Ini pak yang terakhir obat tekanan darah". Sangkala' mulai mengutuk kehidupan orang kaya. 

Dibayangkannya dirinya yang miskin, yang setiap hari makan daun kelor, atau daun ubi serta daun pepaya dan pepaya muda yang tinggal petik di halaman rumah, semua itu yang ia makan menjadi obat bagi dirinya, begitu juga dengan ikan gabus yang hampir setiap hari jadi menunya, yang tinggal pancing di kali belakang rumah, menjadi obat karena katanya kaya dengan albumin yang baik bagi ginjal dan kesehatan tubuh. 

Namun ketika ia menjadi orang kaya justru obatlah yang lebih banyak menjadi makanannya, sementara itu makanan yang boleh dimakannya telah diatur, yang ini tidak boleh, yang itu tidak cocok, hampir hampir tak ada makanan yang boleh dimakannya. Hampir semua makanan yang menjadi makanan impian Sangkala' ketika jadi orang miskin tidak boleh ia makan. "Terus apa artinya jadi orang kaya kalau makan saja harus diatur dengan ketat" Sangkala' bertanya di dalam hati.

Pulang dari undangan Menteri, sudah tengah malam, kehidupan keras ibukota menjadi kekhawatiran Sangkala', takut mereka jadi korban kejahatan, begitu juga ketika sampai ke rumah, dilihatnya istrinya sudah lain, seorang wanita yang cantik dan seksi yang langsung membuat Sangkala' dilanda rasa cemburu, bagaimana tidak, dengan istri yang berpenampilan seperti itu dan ia yang setiap hari penuh dengan jadwal kerja, bisa jadi istrinya akan pergi mencari kepuasan dengan laki laki lain, bathin Sangkala' mulai menangis. 

Ketika akan berangkat tidur karena kelelahan yang amat sangat akibat dari banyaknya kegiatan hari itu, Sangkala' masih diliputi lagi dengan kecemasan, akan keamanan harta dan dirinya, bisa saja malam itu mereka didatangi oleh perampok, ini semua membuatnya tidak bisa terpejam, yang pada akhirnya obat tidur menjadi jalan keluarnya. 

Begitulah hari hari yang dilalui oleh Sangkala', semua penuh dengan jadwal, semua telah diatur tak boleh begini tak boleh begitu. Ketika Sangkala' kepingin makan di kaki lima sebagaimana kebiasaannya, tapi pengawalnya malah memperingatkannya, "tidak pantas pak, bapak ini seorang yang terhormat, alangkah memalukannya kalau harus duduk nongkrong makan di kaki lima" begitu kata pengawalnya.

Sangkala' sudah merasa tersiksa dengan kedudukannya sebagai orang kaya. Hari itu, begitu banyak permasalahan yang dihadapinya, ada demo buruh di Pabriknya yang menuntut kenaikan upah dan kesejahteraan, sekertarisnya yang tidak bisa masuk kerja karena anaknya tiba tiba sakit dan harus masuk ke rumah sakit. Sopir pribadinya minta tolong pinjam uang untuk biaya kuliah anaknya yang harus dibayarkan paling lambat hari ini. Belum lagi istrinya yang minta izin menggunakan villa di Puncak untuk arisan teman temannya. "Ah... entah masalah apalagi yang mau datang" gerutu Sangkala' yang melihat semua orang disekitar sepertinya punya masalah yang akan diadukan padanya. "Aku kapok menjadi orang kaya" begitu bathin Sangkala'. 

Saking pusingnya Sangkala' melampiaskannya dengan makan, semua makanan makanan yang merupakan makanan pantangan baginya dilahapnya dengan rakus, ia baru berhenti makan setelah terengah engah kekenyangan. Karena sekertaris yang biasa mengingatkan dan mengatur jadwal minum obat Sangkala', tidak masuk, akhirnya Sangkala' terlupa untuk mengkonsumsi obat obatan yang selama ini rutin ia minum. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun