Mohon tunggu...
Christian Urbanus
Christian Urbanus Mohon Tunggu... -

Senang berbagi, bercerita, dan menginspirasi.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Aku Berlari dari Hati

25 Oktober 2014   02:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:50 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14141505631761043059

“Arggghhhh!!!!!” Entah sudah berapa kali saya menggerutu di tengah jalan,”Ini sungguh keputusan bodoh!!”. Nafas saya sudah tersengal-sengal dan kaki saya terasa sangat panas dan nyeri. Satu demi satu pelari lain menyalip saya, membuat saya merasa seperti kura-kura di tengah para cheetah. Jangankan berlari, berjalan saja saya sudah sangat kelelahan. Ditambah dengan perut lapar karena belum makan, lomba lari ini rasanya seperti di neraka. 5 KM yang betul-betul menyiksa fisik dan mental. “Kapan finishnya ini??!!”,batin saya dalam hati.

Perkenalkan, nama saya Christian Budiman Urbanus. Saya seorang apoteker yang sangat keras kepala, karena 5 tahun belajar ilmu Farmasi di bangku kuliah tidak cukup membuat saya mengubah gaya hidup saya yang sangat tidak sehat.

Daftar dosa saya bisa sangat panjang, tapi saya coba ceritakan singkat saja. Pertama, saya sangat suka makan. Saya adalah perwujudan arti kata omnivora yang sebenarnya. Pada waktu “masa kejayaan” saya, berat badan saya mencapai 97 KG dengan tinggi badan 163 cm. Kedua, saya sangat tidak suka berolahraga. Entah mengapa, sejak SD hampir tidak pernah ada olahraga yang saya sukai. Saya jauh lebih suka membaca sendirian di ruang kamar. Hal ketiga dan paling parah, sejak kecil saya sakit-sakitan. Sebagai bayi yang lahir prematur, sejak bayi saya sering sekali terkena berbagai macam penyakit. Saya sudah berkali-kali masuk rumah sakit dan menjalani operasi. Papa Mama beserta keluarga dan sahabat saya rasanya sudah putus asa untuk berharap saya mau mengubah gaya hidup saya menjadi lebih sehat.

Tuhan rupanya sayang sekali sama saya. Saya masih diberi waktu, kesempatan, dan niat untuk hidup lebih sehat. Setelah terkena serangan vertigo dan radang usus secara berturut-turut pada tahun 2012, saya akhirnya memutuskan untuk mulai mengubah gaya hidup saya menjadi lebih sehat. Saya tidak mau terus hidup jadi beban dan merugikan orang-orang yang paling saya kasihi. Setahun lebih diet dan olahraga, program diet dan olahraga saya hasilnya fluktuatif dan cenderung gagal.

Sampai suatu saat di akhir 2013 saya dikenalkan diet OCDoleh mantan kekasih saya. Kebetulan sekali saya baru pindah kerja, dan di kantor saya ada 3 orang kolega yang sukses menjalani program dietnya. “Ini momen pas banget!!”, pikir saya. Mulailah saya “berguru” kepada rekan-rekan kerjasaya itu. Karena salah seorang dari mereka sangat suka berlari, akhirnya saya mencoba berlari juga. Maksud saya sebenarnya, karena berlari adalah notabene olahraga yang paling murah, makanya saya pilih berlari saja.

“Tahu gak, aku mau ikut lomba lari 5 KM lho!”, cerita saya waktu itu. Saya masih ingat betul, waktu itu saya mempersiapkan diri untuk lomba lari pertama saya, Yamaha Glow Run di Surabaya tanggal 15 Februari 2014. Respon pertama yang saya dengar dari teman-teman dan keluarga saya hampir serupa, yaitu gelak tawa. Melihat Christian Budiman Urbanus berlari adalah sama ajaibnya dengan menemukan Badak Jawa bercula dua: mustahil!! Untungnya mereka masih berbaik hati mendoakan saya,”Chris, jangan mati di tengah jalan ya!”. Doa mereka manjur juga karena saya akhirnya tidak mati di tengah jalan ketika berlari. Ini ide memang nekat, karena pada saat itu berlari 1 KM saja nafas saya sudah ngos-ngosan. “Capek lari, ya jalan kaki saja! Jalan 5 KM sampai finish pasti bisa”, begitu tekad saya. Ngomong doang memang gampang, karena kenyataannya susah luar biasa

Dewi Fortuna (kalau ada) jelas-jelas tidak berpihak sama saya. Pada malam sebelumnya saya kurang istirahat karena mengerjakan tugas hingga larut malam. Sepanjang hari itu saya juga sibuk kesana-kemari mengerjakan berbagai hal. Saya juga tetap diet OCD, padahal seharusnya saya carbo loading sebelum lomba. Saya terburu-buru mempersiapkan diri ikut lomba, dan di tengah perjalanan saya kena cipratan (siraman lebih tepatnya) air dari mobil yang melewati kubangan cukup dalam. Seluruh pakaian saya basah, dan saya pulang ke kosan dalam keadaan basah. Kurang tidur, kelelahan, dan lapar. Begitulah saya berangkat mengikuti lomba lari pertama dalam hidup saya.

Begitu tiba di lokasi acara, saya mulai banjir keringat dingin saking groginya. Waktu itu lomba lari malam hari, jadi suhu udaranya cukup dingin. Saya keringatan jelas bukan karena udara atau cuaca panas. Saya sampai sekarang sih belum mengaku kalau saya grogi. Tapi rekan-rekan saya bilang, waktu itu wajah saya pucat pasi. Ada sekitar 2000-an peserta pada saat itu. Toleh kiri-toleh kanan, sepertinya semua pelari sudah siap! Makin grogi lah jadinya saya. Jantung saya dag-dig-dug sembari menanti lomba dimulai di garis start.

“Teeeeettttttttt!!!!!”,sirine keras berbunyi menandakan lomba dimulai. Bendera dikibarkan, confetti berjatuhan, para pelari mulai berlari seperti ternak lepas dari kandangnya. Suasananya meriah sekali dengan keriuhan para peserta dan pendukungnya. Ada pelari yang larinya macam kesurupan, santai, cekikikan, tenang, pokoknya segala macam deh. Senggol-senggolan antar pelari di tengah suasana begitu meriah langsung memompa adrenalin saya!! Sayangnya ambisi saya berlari ibarat besar pasak daripada tiang. Tekatnya sudah menggebu-gebu, apa daya tubuh gak kuat karena memang belum siap. Cukup 1 KM saya langsung berjalan kaki sambil terengah-engah.

1 KM pertama wajah saya masih penuh semangat. Selanjutnya, entah wajah saya sudah seperti apa. Berlari malam hari di tengah lingkungan urban sambil mengenakan glow stick dan glow paint kelihatannya seru banget. Yang bikin susah, asap kendaraan menyesakkan dada karena rute lari berada di jalan utama kota. Malam minggu di jalan arteri Surabaya, kebayang kan gimana ramainya kendaraan? Para pengendara sepeda motor dan mobil pun banyak yang tidak sabar atau bahkan marah karena harus disuruh menunggu para peserta lari lewat. Suara klakson sahut-menyahut, sukses membuat saya jengkel dengan para pengendara itu. “Memangnya ini jalan punya nenek moyangmu apaaaa??!”, gerutu saya. Hahaha, seru juga lho melihat wajah dongkol para pengendara itu :D  Kapan lagi bisa lari dengan bebas di tengah kota, kan? Dapat bonus CO2 pula......

KM demi KM saya lewati, makin lama pelari makin jarang di jalanan. Untuk berlari lagi rasanya sudah tidak mungkin sehingga saya hanya berjalan saja. Saya sudah jelas ikut gerbong pelari (pejalan kaki) calon finish belakangan. Lagi-lagi saya toleh kanan-kiri, di sekitar saya wajahnya rata-rata suram semua. "Asyik, saya gak sendirian!!!", tawa saya dalam hati. Yang bikin miris itu kalau disalip oleh Ibu-Ibu atau manula. "Sakitnya tuh di sini........". Kadang-kadang ada pelari yang menyalip sambil memberi semangat,"Ayo, Mas!! Tinggal sedikit lagi!!" "Kamu aja yang lari! Saya mah malas!!" kata saya dalam hati. Mulut boleh senyum, tapi perasaan sudah kacau balau porak poranda. Pikiran saya cuma satu: FINISH!

1 KM terakhir, kaki saya sudah terasa sangat panas dan nyeri. Aduh, sungguh rasanya ingin menyerah saja!! Untungnya bayangan rasa malu akan kekalahan membuat saya mampu berjalan sampai akhir. Ketika garis finish sudah mulai terlihat, duh rasanya hati ini senang sekali!! 500 M terakhir menjelang garis finish saya paksa berlari. Harapan saya, saya menembus finish sambil berlari. Sayangnya niat saya tidak terbayar. Rekan-rekan saya sedang sibuk berbelanja di mall sebelah venue lomba. Gara-gara kejadian itu saya mengerti betapa bahagianya seorang pelari yang menembus finish disambut oleh keluarga dan rekan-rekannya. Perasaan semacam itu tidak terharga, tidak bisa dibeli dengan uang. Perasaan semacam itu yang membuat hidup jadi penuh warna.

Ya, begitulah sekilas lomba lari pertama yang saya ikuti. Kalau ada kata yang cocok menggambarkannya, kata amburadul barangkali cukup tepat. Dibandingkan rekan saya yang sukses menembus peringkat 30 besar dari sekitar 2000-an pelari, jelas saya sangat tidak membanggakan. Lomba kali itu isinya lebih banyak ketidaknyamanan, gerutuan, dan keluhan. Anehnya, saya justru makin tertantang dan makin cinta sama olahraga ini. Saya makin sering berlatih, makin sering ikut lomba, dan makin banyak belajar soal lari. Mungkin saya suka dengan "kesendirian" olahraga ini. Mungkin saya suka dengan tantangannya. Mungkin saya suka dengan segala pergulatan fisik dan mentalnya. Apapun itu, berlari mengajarkan saya satu hal penting dalam hidup saya: Disiplin.

[caption id="attachment_349649" align="aligncenter" width="480" caption="I am a proud finisher!!"][/caption]

Jatuh cinta itu katanya rumit, karena jatuh cinta adalah urusan langit. Misterius. Mengapa saya jatuh cinta pada lari? Saya tidak tahu pasti, dan itu tidak begitu penting. Yang jelas, hati saya begitu bahagia menempuh tapak demi tapak di jalan. Tidak banyak hal yang benar-benar bisa membuat saya jatuh cinta, dan lari adalah salah satunya. Bagaimana dengan anda? Sudahkah anda menemukan sesuatu yang membuat anda merasa "hidup"?

Lari, lari, dan lari. Terus, terus, dan terus. Saya akan tetap berlari sampai DIA sudah tidak memberi izin saya bernafas lagi. Amin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun