Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Emosi Membuat "Mereka" Teduh walau Lingkungan Menyingkirkan Mereka

12 Oktober 2017   13:25 Diperbarui: 12 Oktober 2017   13:45 937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: disabilityhorizons.com

 Ruang inklusi sebenarnya bukan hanya berada di sebuah rumah yang semuanya adalah bagian dari keluarga. Kalau ini, justru DIHARUSKAN sehingga anggota keluarga yang merupakan bagian dari penyandang disabilitas, akan mendapatkan kenyamanan dalam hidupnya. Sehingga, ketika mereka sudah mampu beradaptasi dengagn keluarganya sendiri, mereka akan belajar untuk bersosialisasi.

Dalam bersosialisai ini adalah "real life", berhubungan dengan semua orang, warga, lingkungan dan dimanapun. Memang harus bertahap dalam berproses. Tetapi "real life" ini lah yang justru merupakan titik balik mereka. Apakah mereka mampu bangkit, atau tidak. Karena "real life" adalah tempat ujian dan tempaan, dengan berbagai macam jenis manusia dan lingkungan yang keras.

Tetapi seperti yan selaluaku katakana, bahwa penyandang disabilitas itu adalah manusia 'biasa', dengan kehidupan yang sama, mimpi yang sama dan hak serta kewajibannya juga sama. Sehingga, walau pun cacat, berat atau pun ringan, mereka juga harus bersosialisasi dan di tempa dalam kehidupan realitas.

Dan juga sekali lagi aku katakan, perbedaan antara masyarakat umum dengan penyandang disabilitas adalah CARA NYA YANG BERBEDA, karena memang cacat membutuhkan alat bantu!

Sehingga, jika masyarakat yang sehat dan kuat mau penyandang disabilitas pun tidak hanya meminta belas kasihan saja, maka RUANG INKLUSI ini lah yangdibutuhkan. Sebuah ruang inklusi dengan kehidupan tanpa diskriminasi ......

Jika masyarakat umum biasa keberatan dengan "bantuan", seyogyanya lah mereka harus membangun ruang inklusi di semua area public yang baik, dengan fasilitas2 dan alat bantu yang memadahi, sehing penyandang disabilitas pun TUDAK PERLU BANTUAN yang kecil, kepada mereka, karena fasilitaas2nya memang benar2 nyaman, seperti di negara2 maju.

Tetapi jika justru penyandang disabilitas ini selalu ter-diskriminasi, pastinya mereka lebih banyak mencari bantuan, karena asesibilitasnya benar2 tidak memadahi. Misalnya, ketika berjalan di trotoar, tetapi permukaan jalannya bergelombang dan terlalu kecil, juga tidak ada pembatas aman, bagaimana penyandang disabilitas itu bisa berjalan diatasnya? Padahal dia arus ke suatu tempat, sehingga mau tidak mau, masyarakat umum harus membantunya!

Dan tidak mau membantu?

Artinya, penyandang disabilitas akan semakin tersingkirkan! Hanya bisa di dalam rumah saja, atau di lingkungan aman nya saja .....

Sebuah 'emosi' dari masyarakat umum yang sehat dan kuat kepada penyandang disabilitas, minimal berdampat bagi mereka. Emosi kepedulian untuk mereka akan bisa membangkitkan 'kekuatan', walaupun pada kenyataannya fasilitas2 bagi penyandang disabilitas masih sangat minim.

Seperti di Jakarta, misalnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun