Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sudahkah Kita Menjamin Aksesibilitas bagi Warga 'Disabled' di Indonesia ?

19 Agustus 2011   05:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:39 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By Christie Damayanti

[caption id="attachment_130251" align="aligncenter" width="643" caption="designassembly.org"][/caption]

Dalam tuisanku tentang  kesaksianku sebagai warga disabled dan tentang kehidupan warga disabled ini di kota2 dunia ( lihat Sedikit Kesaksianku di Ulang Tahun ke-66 Indonesiaku ..... dan Warga 'Disabled' Sebagai Asset dan Masa Depan Bangsa: Sebuah Perenungan Diri ) ternyata di dalam Undang-undang No.4 tahun 1997 menegaskan bahwa 'penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama', dimana mereka juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam aspek kehidupan dan penghidupan. Dan tanggal 3 Desember telah diteteapkan oleh PBB sebagai Hari Internasional Penyandang Cacat dan tanggal 10 Desember sebagai Hari Internasional Hak Asasi Manusia. Tetapi sudah sejauh mana pemerintah dan masyarakat Indonesia menjamin aksesibilitas para kaum disabled ini ?

Dalam UU No.4 tahun 1997 ini, definisi kaum disabled adalah :

"Setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan / atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara layak, yang terdiri dari  (a) penyandang cacat fisik; (b) penyandang cacat mental; (c) penyandang cacat fisik dan mental".

Sebagai warga disabled ( walaupun mungkin hanya sementara ), aku sangat menyayangkan bahwa pemerintah dan masyarakat Indinesia belum bisa menghargai kehidupan warga kelas ini. Terbukti, sebagai seorang arsitek yang sudah 20 tahun malang melintang di dunia desain dan konstruksi, banyak bekerja di developer2 besar dan banyak bekerjasama dengan desainer2 dunia, tidak dan belum banyak yg dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat kita. Setiap saat jika aku sedang berdiskusi dalam tim dalam mendesain bangunan2 fasilitas umum, hampir semua dari mereka tidak setuju untuk membuat akses bagi warga disabled. Jika ada, pun hanya formalitas saja, dengan hanya membuat / desain yg apa adanya tanpa melihat standard baku dalam dunia arsitek tentang kaum disabled ( misalnya, standard di buku Neufert ).

Semua bangunan dan perkotaan sebenarnya harus diselaraskan untuk warga disabled ini. Mereka juga berhak mendapatkan pelayanan medis, pendidikan, pelatuhan, konsultasi, penempatan kerja dan segalanya, yang memungkinankan untuk mengembangkan kapasitas dan ketrampilan secara maksimal sehingga kehidupan mereka menjadi lebih baik dan nyaman.

Warga disabled harus dijamin negara tentang aksesibilitas dengan membuat program2 untuk mewujudkan aksesibilitas fisik warga disabled, khusus karena aku seorang arsitek, setidaknya pemerintah harus 'memaksa' para developer dan investor untuk mendesain akses2 dengan standard yang baku, bukan hanya membuat akses2 yang apa adanya dan formalitas saja.

Mungkin bisa di buat program2 seperti 'feasibility study untuk warga disabled' jika mau membangun bangunan2 umum dan pemerintah harus juga bisa untuk tidak mengijinkan bila bangunan2 tersebut belum selesai dalam membuat 'feasibility study untuk waga disabled' itu.

Dan tidak sampai disitu saja, pemerintah dituntut untuk melakukan tindakan2 menghilangkan hambatan2 fisik warga disabled, misalnya dengan menetapkan kebijakan2 dan hukum yang mengatur dan menjamin akses warga disabled terhadap perumahan, bangunan2 umum, transportasi public dan segala atribut perkotaan.

Memang, pemerintah tidak sendirian dalam mrngemban tugas ini, tetapi justru masyarakat Indonesia sendirilah yang lebih harus disadarkannya. Jika pemerintah sudah gembar2 gembor membuat semua yang dibutuhkan bagi warga disabled ini tetapi masyarat Indonesianya yang belum 'terketuk' hatinya, bagaimana mungkin bisa saling melayani? Seperti sekarang ini, dengan banyak UU tentang deain dan dunia konstruksi bagi keamanan dan lingkungan hidup, tetapi para investor dan developernya lah yang belum bisa dan belum mau untuk membuat kota dan bangunanlayak bagi negara dan bangsa kita. Misalnya, kebijaksanaan tentang keamanan dan kenyaman bangunan, belum bisa / mau dilakukan untuk masyarakat, atau 'feasibility study untuk lingkungan' sebuah bangunan yang belum selesai walau dalam kenyataannya bangunan tersebut sudah selesai dibangun ......

Lebih jauh, dalam tulisanku tentang kesaksianku sebagai warga disabled, bahwa aku tidak mendapatkan rasa sensibilitas dari masyarakat Jakarta. Dimana, mereka dengan seenaknya saja meyerobot dalam antrian dengan alasan 'tidak cukup untuk dimasuki kursi roda' dan dengan tatapan sinis dan kata2 yang sangat menyakitkan hari  dari hampir semua warga kota, sehingga walaupun aku sudah biasa untuk tidak terlalu peduli dengan iru semua, tetapi ada kalanya aku menjadi sedikit depresi menghadapi 'kecacatan'ku ..... Kesamaan dan kesempatan warga disabled pada semua aspek kehidupan dan penghidupan serta penyediaan aksesibilitas untuk menunjang warga disabled dalam hidup bermasyarakat adalah sudah selayaknya dan sudah seharusnya.

Di beberapa bangunan umum memang sudah di desain untuk warga disabled, tetapi tidak hanya 1 atau 2 bangunan umum saja. Semua bangunan umum harus di desain untuk warga disabled. Selanjutnya, tulisanku tentang bangunan2 umum di Jakarta yang sudah di desain menurut standard bagu bagi warga disabled.

Banyak warga disabled di dunia bahkan di Indonesia sudah berhasil menamatkan pendidikannya dan bekerja walau kehidupannya memang tidak mudah, khususnya di Indonesia. Dan banyak dari mereka, termasuk aku, mungkin factor keberuntungan bisa jadi ikut ambil bagian dalam kesuksesannya, tetapi yang palin penting adalah kami, sebagai warga disabled, dalam keberhasilan kami ini adalah adanya kemauan yang sangatkuat untuk berubah, ditambah dengan dukungan dan doa dari semua keluarga, saudara dan sahabat ......

Salamku .....

Sumber : gambar dari Google dan beberapa sumber tulisan.

Profil | Tulisan Lainnya

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun