Di tengah gemerlap dunia olahraga profesional Indonesia yang kian kompetitif dan sarat kepentingan komersial, hadir sebuah tim yang tampil berbeda, baik dalam visi maupun dalam cara mereka memahami makna sebuah pertandingan. Tim Basket Satya Wacana Salatiga adalah satu-satunya tim dari lembaga pendidikan tinggi Kristen---Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW)---yang berkompetisi di level tertinggi bola basket nasional: Indonesian Basketball League (IBL).
Dalam tulisan ini, saya mengajak pembaca untuk melihat lebih dalam bagaimana integrasi antara iman Kristen dan profesionalisme olahraga terwujud dalam perjalanan tim basket yang satu ini.
Tim Kampus di Tengah Raksasa Industri
Sebagian besar tim yang berlaga di IBL adalah tim-tim besar dari kota metropolitan, seperti Jakarta, Surabaya, atau Bandung. Tidak sedikit dari mereka dimiliki oleh perusahaan swasta besar, dengan dukungan dana, fasilitas, dan pemain asing yang melimpah. Di tengah realitas itu, kehadiran Satya Wacana Salatiga justru menjadi narasi tandingan yang unik: mereka bukan hanya membawa nama kota kecil, tetapi juga nilai-nilai iman, pendidikan, dan semangat inklusif yang berbeda dari kebanyakan tim profesional.
Satya Wacana bukan tim biasa. Mereka adalah simbol keberanian dan ketekunan. Berasal dari kampus yang memiliki akar teologis kuat, mereka menjadikan pertandingan basket bukan sekadar soal menang atau kalah, tetapi juga kesaksian iman di ruang publik.
Iman yang Hidup di Lapangan
Pertanyaan yang sering muncul adalah: bagaimana mungkin iman diterapkan dalam dunia yang sekeras dan sekasar olahraga profesional?
Jawabannya terletak dalam cara pandang dan sikap tim ini dalam bertanding. Para pemain dan pelatih Satya Wacana diajarkan bahwa setiap pertandingan adalah kesempatan untuk menunjukkan nilai-nilai kekristenan: kejujuran, kerja sama, pengendalian diri, dan semangat sportif. Mereka berdoa bersama sebelum dan sesudah bertanding. Mereka menjunjung tinggi fair play, bahkan ketika berada di posisi yang dirugikan. Dalam kekalahan, mereka belajar kerendahan hati. Dalam kemenangan, mereka diajar untuk tidak meninggikan diri.
Sebagaimana dijelaskan oleh Watson dan Parker (2012), olahraga bisa menjadi ruang sakral bagi orang percaya untuk mewujudkan nilai-nilai Kristiani secara nyata dalam dunia sosial. Dan itulah yang terjadi di Satya Wacana: iman tidak dipinggirkan di luar lapangan, melainkan menyatu dalam setiap strategi, latihan, dan interaksi.
Menang Bukan Segalanya
Sejujurnya, dalam sejarah keikutsertaannya di IBL, tim Satya Wacana lebih sering menghuni papan bawah klasemen. Namun ironisnya, dari rahim tim inilah banyak pemain hebat justru lahir. Beberapa di antaranya bahkan direkrut oleh tim-tim besar. Tim ini bukan hanya tempat bermain, tetapi juga tempat bertumbuh, ditempa, dan diutus.