Mohon tunggu...
Christanto Panglaksana
Christanto Panglaksana Mohon Tunggu... Penulis

Warga pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Buku Berguna, tapi Aksara Tak Setua Membaca

28 September 2025   23:57 Diperbarui: 29 September 2025   00:11 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: idn.freepik.com)

Membaca Lebih Purba daripada Tulisan

Membicarakan literasi seringkali membuat kita langsung terbayang buku, huruf, dan perpustakaan. Dalam imajinasi modern, literasi hampir identik dengan aksara. Padahal, jika kita menengok sejarah panjang manusia, literasi dalam arti luas telah hadir jauh sebelum tulisan ditemukan.

Membaca, dalam arti menangkap dan menafsir tanda, adalah aktivitas purba yang menopang kehidupan manusia. Dengan kata lain, aksara hanyalah medium formal yang datang belakangan, sementara membaca adalah aktivitas primordial yang sudah mengakar dalam kehidupan sehari-hari.

Keterikatan antara literasi dan tulisan sebenarnya lebih merupakan konstruksi budaya modern daripada sebuah fakta sejarah. Clifford Geertz dalam The Interpretation of Cultures menekankan bahwa manusia adalah "animal suspended in webs of significance he himself has spun."

Artinya, jauh sebelum aksara, manusia telah memintal makna dan menafsirkan dunia melalui simbol-simbol yang ia ciptakan. Membaca web of significance ini adalah literasi paling awal, dan bahkan menjadi fondasi lahirnya kebudayaan.

Literasi dalam makna luas ini tidak selalu diwujudkan dalam bentuk teks tertulis. Ia hadir dalam bentuk oralitas, simbol visual, gerakan tubuh, bahkan lanskap ekologis. Semua itu adalah "teks" yang bisa dibaca.

Walter J. Ong, dalam bukunya Orality and Literacy (1982), menegaskan bahwa "writing is a technology," sebuah perangkat eksternal yang memperkuat daya ingat, tetapi tidak identik dengan kesadaran manusia tentang makna. Maka, kemampuan membaca jauh lebih tua daripada teknologi aksara.

Lebih jauh lagi, Yuval Noah Harari dalam Sapiens (2014) menulis: "Most of our ancient ancestors lived in a dual reality. On the one hand, the objective reality of rivers, trees, and lions; and on the other hand, the imagined reality of gods, nations, and corporations." Dua realitas ini hanya mungkin dipahami karena manusia sejak awal adalah pembaca: pembaca dunia nyata sekaligus dunia imajiner yang lahir dari imajinasi kolektif.

Dengan perspektif historiografi kritis, kita bisa melihat bahwa tulisan hanyalah salah satu bab dalam perjalanan panjang literasi. Menyempitkan literasi hanya pada aksara sama artinya dengan melupakan ribuan tahun pengalaman manusia yang hidup dan bertumbuh tanpa huruf. Membaca lebih purba, lebih cair, dan lebih luas daripada aksara.

Manusia sebagai Makhluk Simbolik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun