Membaca Lebih Purba daripada Tulisan
Membicarakan literasi seringkali membuat kita langsung terbayang buku, huruf, dan perpustakaan. Dalam imajinasi modern, literasi hampir identik dengan aksara. Padahal, jika kita menengok sejarah panjang manusia, literasi dalam arti luas telah hadir jauh sebelum tulisan ditemukan.
Membaca, dalam arti menangkap dan menafsir tanda, adalah aktivitas purba yang menopang kehidupan manusia. Dengan kata lain, aksara hanyalah medium formal yang datang belakangan, sementara membaca adalah aktivitas primordial yang sudah mengakar dalam kehidupan sehari-hari.
Keterikatan antara literasi dan tulisan sebenarnya lebih merupakan konstruksi budaya modern daripada sebuah fakta sejarah. Clifford Geertz dalam The Interpretation of Cultures menekankan bahwa manusia adalah "animal suspended in webs of significance he himself has spun."
Artinya, jauh sebelum aksara, manusia telah memintal makna dan menafsirkan dunia melalui simbol-simbol yang ia ciptakan. Membaca web of significance ini adalah literasi paling awal, dan bahkan menjadi fondasi lahirnya kebudayaan.
Literasi dalam makna luas ini tidak selalu diwujudkan dalam bentuk teks tertulis. Ia hadir dalam bentuk oralitas, simbol visual, gerakan tubuh, bahkan lanskap ekologis. Semua itu adalah "teks" yang bisa dibaca.
Walter J. Ong, dalam bukunya Orality and Literacy (1982), menegaskan bahwa "writing is a technology," sebuah perangkat eksternal yang memperkuat daya ingat, tetapi tidak identik dengan kesadaran manusia tentang makna. Maka, kemampuan membaca jauh lebih tua daripada teknologi aksara.
Lebih jauh lagi, Yuval Noah Harari dalam Sapiens (2014) menulis: "Most of our ancient ancestors lived in a dual reality. On the one hand, the objective reality of rivers, trees, and lions; and on the other hand, the imagined reality of gods, nations, and corporations." Dua realitas ini hanya mungkin dipahami karena manusia sejak awal adalah pembaca: pembaca dunia nyata sekaligus dunia imajiner yang lahir dari imajinasi kolektif.
Dengan perspektif historiografi kritis, kita bisa melihat bahwa tulisan hanyalah salah satu bab dalam perjalanan panjang literasi. Menyempitkan literasi hanya pada aksara sama artinya dengan melupakan ribuan tahun pengalaman manusia yang hidup dan bertumbuh tanpa huruf. Membaca lebih purba, lebih cair, dan lebih luas daripada aksara.
Manusia sebagai Makhluk Simbolik