Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Apakah Kita “Sejenis” Hamster?

15 Februari 2012   01:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:38 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13292687891974229140

[caption id="attachment_161218" align="aligncenter" width="300" caption="Hamster hanya berlari dan berada di tempat semula"][/caption]

Ketika berada dalam roda itu, hamster tak henti berlari. Saat kecepatan langkahnya berkurang, terlihat kembali ia menghentakkan kakinya. Jelas kulihat kekuatiran di wajahnya, sebuah ketakutan jika dia berhenti, maka terasa roda yang berputar itu akan menggilasnya.

Sepintas terlihat dia riang melakukannya, namun saat berlangsungnya masa perputaran ada terlihat pula keletihan yang pasti dia rasa. Karena sekuat dan sekencang apapun dia berlari, putaran itu selalu lebih cepat darinya. Seringkali diapun tak tak sadar bahwa selama ini ia tak pernah beranjak, hanya lelah berlari di titik tempat dimana bermula. Hanya di situ-situ saja.

Meski jelas apa yang akan terjadi dan dialami, ternyata putaran itu menjadi tempat menarik bagi hamster lain yang penasaran serta ingin mencoba. Seolah dia akan lebih mampu dari rekan-rekannya, akan berlari sekencang-kencangnya ingin mengejar, mendahului atau tak ingin tergilas putaran roda bermain mereka, sepertinya hanya itu tujuan mereka. Jelas saja nafsu mereka akan sia-sia. Mereka tentu hanya akan berada di tempat semula, takkan beranjak, sekencang apapun mereka berpacu.

Ada saat mereka terlalu memaksakan diri. Berlari kuat sepenuh tenaga, namun roda itu semakin hebat berputar menggulungnya. Mereka mengejar dan terus mengejar, hingga akhirnya lelah lalu terhempas terbanting keluar lintasan. Lesu dan menepi.

Aku tertawa melihat tingkah mereka, namun seekor hamster yang terbanting itu kurasa mendengar pelecehanku. Dia menatapku dengan tajam dan tampak penuh rasa tak rela.

Nafasnya memburu lalu mulut mungilnya bergerak berkeciap seolah dia hendak berkata “, Hai Bung! Apa yang anda tertawakan? Silahkan saja jika hanya ingin bergembira menjadikan kami tontonan. Bukankah Anda yang menjadikan kami hanya hidup di dalam kandang? Hanya roda ini yang bisa kami tempuh, tak ada lintasan lain di kandang pengap ini.

Lihatlah diri Anda sendiri! Apakah Anda tidak merasa jika sering berlari kencang seolah ingin mengejar putaran? Selalu kuatir jika tertinggal dan tergilas? Berkacalah! Saat itu pun kalian hanya berlari dan berakhir ditempat yang itu-itu saja, tidak melangkah kemana-mana. Kalian tak jauh beda dari kami. Jika saja Kau keluarkan kami dari kandang sempit ini, kami pasti akan mencoba mencari lintasan perjalanan yang jelas. Kami akan memikirkan tempat mana yang akan dituju, apa yang ingin diraih. Kami akan menyusun langkah dan rencana, kapan kami akan berjalan biasa, berlari kencang serta kapan kami akan menepi. Sehingga kami yakin tidak ada yang perlu dikuatirkan, karena tak ada yang menggilas kita karena putaran lintasan perjalanan. Hahaha,...silahkan dilanjutkan tertawa, jika itu menghibur Anda, anggap saja kami yang bodoh ini tengah berolah raga”.

Ah, hamster “sialan”, tingkah kalian seperti cermin besar yang menampar di depanku.

.

.

C.S.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun