Sebelumnya...
Ada tiga pertanyaan disampaikan lewat surat terbuka tersebut, Pertama, Mengapa seorang Mendikbud Menyatakan bahwa Sekolah negeri diperuntukkan bagi siswa miskin?Â
Kedua, Mengapa Menteri Nadiem Menurunkan jalur zonasi dalam PPDB tahun 2020 dari 80% menjadi 50%? dan Ketiga, Mengapa Menteri Nadiem yang milineal Tak Berdaya Mengatasi Persoalan PJJ bagi puluhan juta anak Indonesia?
Tanggapan Ketiga terkait PJJ,
Bulan Agustus ini kita merayakan hari kemerdekaan RI yang ke-75. Namun banyak yang lupa atau pura-pura lupa kalau kita ini sebenarnya masih "belum merdeka," karena masih dijajah oleh Covid-19. Sebenarnya bukan kita saja melainkan seluruh dunia menjadi jajahan tentara Covid-19 yang kekejamannya melebihi tentara Perang Dunia I dan II itu.
Dunia pendidikan masih beruntung bisa melakukan kegiatan pembelajaran lewat tatap muka secara daring. Itu harus disyukuri. Beberapa usaha lain bahkan lumpuh total akibat Covid. Panti pijat sudah lama almarhum. Berbulan-bulan orang tidak facial, meni-pedi, maupun waxing untuk menghilangkan bulu-bulu yang kurang sedap dipandang mata.
Metode PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) ini juga merupakan hal baru bagi kita, walaupun sebenarnya sebagian orang sudah akrab dengan homeschooling (sekolah rumah) ataupun Universitas Terbuka.
Seperti pengantin baru ataupun sepatu baru yang bisa bikin lecet, PJJ inipun ternyata membuat "lecet" hati orangtua, murid dan guru sekaligus dalam satu paket, terutama menyangkut kuota internet!
Memang dalam hal ini kita perlu membuat suatu terobosan baru untuk mengatasi hal ini. Situasi dan kondisi yang dihadapi siswa di semua daerah itu tidaklah sama. Tentu saja metode pembelajaran kepada mereka itu tidak elok pula untuk disamaratakan.
Metode pembelajaran dengan sistim Modul seperti homeschooling dipadu dengan pembelajaran secara daring dengan guru dua-tiga kali seminggu mungkin bisa dijadikan referensi.
Televisi (TVRI) bisa juga dijadikan sebagai sarana pembelajaran bagi siswa diseluruh nusantara, apalagi jangkauannya mampu mencapai pelosok-pelosok desa terpencil. Selain itu mutu siaran TVRI tidak mampu bersaing dengan televisi swasta.Â