Saat ini ada tambahan area seluas 20 Ha di Ancol. Tidak ada suratnya. Jelas tidak ada, wong tadinya air kini jadi daratan! Lalu tanah yang 20 Ha itu akan dibuatkan surat baru.
Nah kemudian timbul ide brilian. "Kulit singkong kulit kedongdong, kalau bisa boong, buatin lagi dong"
Kalau bisa 135 Ha, kenapa harus puas pula dengan 2o Ha saja, nah!
Trus ente percaya kalau nantinya developer itu cuma punya 150 Ha saja?
Lalu pak gubernur ini berkhayal dan kemudian membangun narasi bahwa tanah untuk reklamasi itu berasal dari tanah/sedimen hasil pengerukan kali-kali di Jakarta.
Yah Tuhan ini benar-benar kebangetan! Sejak zaman Mesir membangun piramid hingga Cleopatra pacaran dengan Julius Caesar, "para dewa sudah bersabda" bahwa lumpur tidak boleh, dan tidak akan pernah digunakan untuk urugan, apalagi untuk membangun daratan di atas lautan!
Hukum pertama ilmu Mekanika Tanah itu bersabda, Daya dukung tanah harus lebih besar daripada beban-beban yang ada di atasnya. Beban-beban itu mencakup berat bangunan itu sendiri, gaya angin yang bekerja terhadap bangunan, beban bergerak (manusia) dan tentu saja gaya gempa.
Nah, sedimen/lumpur itu justru daya dukungnya sangat rendah sekali, dan tidak boleh dipakai untuk mengurug karena bisa membahayakan keselamatan manusia, termasuk juga para kecoa dan tikus yang selalu hidup berdampingan dengan manusia itu.
Sebenarnya untuk pengurusan IMB bangunan (apalagi bertingkat) wajib dilampirkan data sondir dan penyelidikan tanah. Dengan demikian pengawas (Pemda) bisa memeriksa desain pondasi, apakah sudah sesuai dengan kondisi tanah dan juga beban bangunan yang kelak akan dipikul oleh pondasi itu.
Dalam hal ini tanah lempung/sedimen jelas-jelas tidak diperbolehkan!
Akan tetapi pak gubernur sendiri berkata kalau material untuk perluasan lahan itu (nama yang disebut pak gubernur sebagai ganti reklamasi) adalah tanah/sedimen eks galian dari kali!