Mohon tunggu...
Choirurrois
Choirurrois Mohon Tunggu... Penulis - انت بالعقل والفكر لا بالجسد والثياب إنسان choirurrois98@gmail.com

penulis, peneliti dan pengamat ekonomi syariah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengesahan UU Cipta Kerja Perspektif Kaidah Hukum Islam dan Hukum Positif

10 Oktober 2020   11:27 Diperbarui: 10 Oktober 2020   22:23 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oleh; Choirur Rois Ketua Departemen Kajian dan Aksi Strategis Dema F-Syariah UIN Malang

Kemelut pasca pengesahan UU Cipta Kerja oleh DPR pada senen (05/sep/2020) mengundang banyak kritik, baik dari ormas Islam (MUI, NU

dan Muhammadiyah) hingga berbagai ahli dan pakarpun ikut memberikan pandangan dan kritiknya berkenaan dengan UU Cipta Kerja tersebut.

Dimuat oleh kompas.com edisi 09/10/2020. Mela Arnani menyampaikan pandangan-pandangan Ormas Islam berkenaan dengan disahkannya UU CILAKA (Cipta Lapanga Kerja). MUI misalnya, melalui Anwar Abbas (Sekretaris Jendral MUI) menyatakan bahwa pengesahan UU Cipta Kerja oleh DPR menunjukkan bahwa Politisi hari ini lebih mendengan segelintir orang dibandingkan masyakarat. Karnanya “terkesan bahwa dunia perpolitikan kita sekarang sudah dikuasai oligarki politik semakin semakin tampak dan jelas.” ujar Anwar. 

Said Aqil Siradj (Ketum PBNU) juga menyayangkan pembahasan UU tersebut yang terburu-buru, tertutup dan enggan membuka diri terhadap aspirasi public. Muhammadiyah juga menyampaikan pandangannya bahwa sejak awal Muhammadiyah telah meminta DPR menunda bahkan membatalkan UU cipta kerja tersebut. Maka dari itu pada artikel kali ini akan dikupas tentang perpektif hukum Islam dan UU Nomor 12 tahun 2011 junto UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan terhadap pengesahan yang dilakukan oleh DPR RI ditengah pandemi covid 19 yang mengakibatkan kegaduhan di berbagai daerah di Nusantra.

Tinjauan Hukum Islam

Dalam ihwal pengambilan suatu kebijakan oleh pemerintah, dalam Islam terdapat sebuah kaidah hukum Fikih yang berbunyi;

تصرف الإمام على الرعية منوط بالمصلحة

“Kebijaka seorang pemimpin “pemerintah” terhadap rakyat berdasarkan kemaslahatan”

Spirit dari kaidah diatas mempunyai orientasi bahwa dalam hal pengambilan suatu kebijakan, pemerintah harus mempertimbangkan maslahah yang akan ditimbulkan. Tidak dibenarkan jika pengesahan ataupun mengambilan suatu kebijakan yang menimbulkan mafsadah, mudharat terhadap rakyat. 

Berkenaan dengan kaidah tersebut Dr. Muhammad Mustofa al-Zuhayli dalam karyanya “al-Qawaid al-Fiqhiyyah wa at-Tadbiqiha fi Madzahib al-Arba’ah” memberikan penjelasan bahwa, setiap Undang-Undang, kebijakan, ataupun peraturan yang dibuat oleh pemerintah terhadap rakyatnya, bisa dikatakan sah dan berlaku mengikat secara syar’I  apabila didalam kebijakan tersebut mengandung manfaat baik manfaat yang bersifat spiritual atau material. Selain itu seorang pemimpin didalam menjalankan tugas dan fungsi kepemimpinannya wajib mengedepankan kepentingan umum dan kemaslahatan kolektif. 

Maka Dari itu, terhadap setiap kebijakan (undang-undang, Perpu atau PP) yang ditetapkan tidak berdasarkan pada hal-hal tersebut, atau ditetapkan secara diktator hal tersebut tidak diperbolehklan dan batal dalam persepektif hukum Islam (Muhammad sidqy al-Burnu dalam karyanya al-Wajid fi Idhohi qawaid al-Fiqhi al-kulliyah). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun