Oleh: Ananda Meyrika SetyaningrumÂ
Mahasiswa Psikologi Universitas Muria Kudus
Di tengah hiruk-pikuk kota yang tak pernah benar-benar tidur, sosok tukang parkir sering kali luput dari perhatian. Dengan peluit kecil di tangan dan gerak tubuh yang sigap, mereka mengatur lalu lintas kendaraan di ruang-ruang sempit parkir kota. Namun, di balik peluit yang nyaring dan baju lusuh mereka, tersembunyi kisah kompleks tentang bagaimana mereka memandang diri sendiri dan peran yang mereka jalani—konsep diri yang layak untuk ditelisik lebih dalam.
1. Mengenal Konsep Diri
Konsep diri merupakan cara seseorang memandang, menilai, dan memahami siapa dirinya. Ia terbentuk dari interaksi sosial, pengalaman hidup, serta bagaimana individu merespons penilaian orang lain terhadap dirinya. Konsep diri bisa positif, ketika seseorang merasa berharga dan bermakna, atau negatif, jika individu merasa dirinya rendah atau tidak berarti.
2. Tukang Parkir dan Citra Sosial
Profesi tukang parkir kerap kali berada di ujung bawah hierarki sosial. Stigma negatif sering melekat: dianggap mengganggu, liar, bahkan tidak resmi. Banyak yang memandang mereka sebelah mata, tanpa pernah mencoba memahami latar belakang hidup atau perjuangan yang mereka jalani.
Namun, menariknya, banyak tukang parkir yang tetap menjalani profesi ini dengan penuh tanggung jawab dan rasa bangga. Mereka melihat diri mereka sebagai "pengatur lalu lintas mikro"—penjaga ketertiban kecil di tengah kekacauan urban. Di sinilah konsep diri mereka mulai terbentuk: antara bagaimana mereka dinilai masyarakat dan bagaimana mereka memaknai peran mereka sendiri.
3. Cermin Diri dalam Keseharian
Beberapa tukang parkir memaknai pekerjaan mereka sebagai bentuk pengabdian. Bukan sekadar mengatur kendaraan, tetapi juga memberikan rasa aman kepada pengendara. Mereka merasa menjadi bagian penting dari ekosistem kota—meski tidak resmi, namun tetap berfungsi.
Ada juga yang merasa rendah diri, terutama karena sering mendapat perlakuan tidak adil atau dicurigai. Konsep diri mereka kerap terguncang oleh komentar kasar, perlakuan diskriminatif, atau minimnya penghargaan terhadap keberadaan mereka.