Mohon tunggu...
Chelsea Tesalonika
Chelsea Tesalonika Mohon Tunggu... mahasiswa

saya mahasiswa universitas kristen indonesia jurusan ilmu hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

teknologi jadi mata publik : solusi atau ilusi

11 April 2025   23:21 Diperbarui: 11 April 2025   23:21 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di era digital sekarang ini dimana teknologi semakin berkembang memudahkan, masyarakat untuk mengakses informasi-infornasi yang sedang terjadi dilingkup pemeritah. namun teknologi menpunyai dampak positif ataupun negative kepada masyarakat, dalam pemerintahan teknologi memudahkan mereka melalukan tindakan korupsi tersebut, dikarenakan banyak nya masyarakat
Indonesia yang kurang nya pendidikan atau bisa dibilang SDM yang Rendah, masyarakat indonesia pada bulan ( Juni 2024 terhitung 282.477.584 jiwa, sedangkang pada bulan, Mei 2024,terhitung yang melanjut kan Perguruan Tinggi presentase nya hanya mencapai 10,25%.


Dapat disimpulkan masyarakat rentan ketidak pedulian mereka terhadap berita yang sedang terjadi (mengetahui namun tidak mengerti), jadi sebagai mahasiswa atau lulusan yang dapat di sebut sarjana ini lah yang dapat mewartakan, bersuara terhadap pemerintah atas apa yang terjadi apabila tindakan korupsi tidak di adilkan. 

Dari pengalaman saya saat pertama kali melihat aplikasi "LAPOR!" diperkenalkan oleh pemerintah.saya berfikir masyarakat bisa mengadukan penyimpangan, pemerintah segera menindaklanjuti, dan semua proses terekam secara digital. Sebagai mahasiswa yang waktu itu sangat percaya pada kekuatan teknologi, saya berpikir: "korupsi akan sulit disembunyikan."

Namun, semakin saya tumbuh dan menyaksikan bagaimana praktik-praktik itu dijalankan di lapangan, semakin saya sadar bahwa harapan itu seringkali tak lebih dari omongan semata. Di negara yang struuktur kekuasaannya masih sarat kepentingan, apakah benar teknologi bisa menjadi mata publik? atau kita sedang menyandarkan keadilan pada alat yang bahkan tak punya kesadaran?

Banyak pihak beranggapan bahwa publikasi data berarti transparansi. sedangkan keterbukaan informasi tidak otomatis menjamin keterbukaan dikarenakan banyaknya data yang tidak sama dengan transparansi ,data pemerintah banyak yang tersedia namun dalam bentuk mentah,rumit,sulit dimengerti masyarakat awam yang berdampak pada masyarakat awam yang mengira nya pemerintah sudah melakukan Transparansi terhadap masyarakat. Seperti,  anggaran pemerintah daerah dapat diakses melalui portal resmi, namun tidak semua orang paham cara membaca kode akun, nomenklatur program, atau struktur pengeluaran.Korupsi Juga Naik Level dikarenakan teknologi bukan hanya senjata publik namun juga senjata koruptor. Bahkan  koruptor mempekerjakan ahli IT untuk memanipulasi sistem. Dana bisa dicuci lewat rekening gelap, kontrak bisa dimodifikasi, dan transaksi disamarkan lewat jalur digital yang sulit dilacak. Korupsi tidak hilang karena teknologi hanya berpindah bentuk. Lebih halus, lebih rapi, dan lebih sulit dideteksi. Akses tidak merata ,digitalisasi antikorupsi sering diasumsikan berlaku universal. Tapi kenyataannya, belum semua daerah punya akses internet stabil. Literasi digital juga belum merata. banyaknya hanya kelas menengah kota yang bisa menggunakan sistem, maka partisipasi yang terjadi pun bias sosial. Yang paling dirugikan korupsi malah tak dilibatkan.

Sebagai Mahasiswa saya tidak ingin mastarakat awam lengah dan menjadi rentan akan adanya teknolohi yang semakin berkembang menikuti alur jaman nya. Jangan samapai lengah dan kalah terhadap koruptor yang merajarela jadi saya membuat solusi yang dapat dilakukan sebaggai masyarakat yang aware terhadap ke busukan pemerintahan yang memakan uang Rakyat, 

Ilusi Transparansi: Perlu Kurasi dan Pendidikan Publik                                                                                                                                                                    Portal data pemerintah banyak yang rumit dan tidak ramah pengguna. Solusinya bukan sekadar membuka data, tapi menyederhanakannya. Data perlu dikurasi dan diberi konteks agar bisa dipahami masyarakat awam. Kampus dan media juga bisa berperan sebagai jembatan informasi.

Perlu Literasi Digital yang Inklusif                                                                                                                                                                                                           Teknologi tanpa pemerataan akses akan memperkuat ketimpangan. Negara harus mendorong pemerataan internet, pelatihan literasi digital berbasis komunitas, serta menyediakan layanan publik yang bisa diakses tanpa hambatan teknis.

Buat Sistem yang Menindaklanjuti, Bukan Hanya Menerima Laporan                                                                                                                                   Aplikasi pelaporan korupsi harus disertai SOP yang jelas, perlindungan pelapor, dan transparansi tindak lanjut.                                         Pengawasan sipil harus dilembagakan, bukan hanya dijadikan gimmick.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun