Mohon tunggu...
Sooyaaseaa
Sooyaaseaa Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya suka menulis hal-hal yang kadang tidak biasa dibicarakan seperti politik, alam, mahasiswa, desain, self improvment hingga opini-opini liar tentang pergerakan dan realita hidup. Saya menulis hanya ingin mengutarakan pendapat saya disini, sejauh mana cara pikiran saya berpikir tanpa ada yang menghakimi. Tulisan saya mungkin akan memancing pertanyaan, atau bahkan membuat tidak nyaman—terutama karena saya suka sudut pandang yang tidak umum. Kadang saya takut tulisan saya dianggap salah, tapi tetap saya tulis. Karena bagi saya, diskusi yang sehat dimulai dari keberanian untuk berbeda suara.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Museum Koruptor: Ketika Kampus Bicara Lebih Nyaring Dari Pemerintah

26 Juni 2025   11:49 Diperbarui: 26 Juni 2025   11:49 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : https://www.instagram.com/p/DLRZGbLRwUJ/

Saya tertegun saat pertama kali melihat unggahan tentang "Museum Koruptor Indonesia" yang digagas oleh Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Museum ini bukan menampilkan artefak sejarah, tapi potret wajah para koruptor kelas kakap di Indonesia, lengkap dengan rompi merah muda yang selama ini hanya terlihat saat sidang KPK. Sebuah ide yang tidak hanya unik, tetapi juga menggugah kesadaran kolektif bahwa kita sedang berada di negara yang sangat butuh ingatan moral.

Korupsi: Dosa Kolektif Bangsa

Selama ini kita tahu bahwa korupsi adalah musuh bersama, tapi entah mengapa itu terasa sangat biasa di sekitar kita. Mulai dari oknum pejabat yang mengkorupsi anggaran proyek, sampai pungli kecil-kecilan di lingkungan sekolah dan pelayanan publik. Korupsi bukan hanya soal uang yang hilang, tetapi soal kepercayaan yang dirusak dan masa depan yang dirampas.

Data dari Transparency International menunjukkan bahwa skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2023 hanya 34 dari 100, menempatkan kita di peringkat ke-115 dari 180 negara. Ini bukan sekadar angka, tapi gambaran betapa masih dalamnya praktik korupsi merasuki sistem birokrasi kita. Masalahnya bukan hanya ada pada pelaku, tapi juga budaya diam yang berkembang di masyarakat.

Museum sebagai "Panggung Malu"

Melalui Museum Koruptor ini, UGM menyuguhkan pendidikan moral secara visual dan langsung. Ini bukan sekadar pameran, tapi kritik sosial yang cerdas. Alih-alih memberi penghargaan pada tokoh yang dianggap berjasa, mereka justru menyoroti mereka yang "berjasa merusak negara."

Saya rasa ini adalah bentuk edukasi paling jujur yang pernah dilakukan oleh institusi pendidikan dalam beberapa tahun terakhir. Ketika negara tak cukup berani memajang wajah para koruptor sebagai pelajaran publik, kampus hadir mengambil peran tersebut.

Dalam budaya Timur seperti kita, rasa malu memiliki kekuatan sosial yang besar. Sayangnya, para koruptor yang tampil di media seperti selebriti itu seolah tak pernah benar-benar merasa malu. Bahkan setelah dihukum, sebagian masih bisa hidup nyaman dan kadang bahkan muncul lagi di panggung politik atau bisnis.

Museum ini adalah usaha menyuntikkan kembali rasa malu itu---tidak hanya pada pelaku, tapi juga kepada masyarakat agar tidak lagi permisif terhadap korupsi.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun