Saya tertegun saat pertama kali melihat unggahan tentang "Museum Koruptor Indonesia" yang digagas oleh Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Museum ini bukan menampilkan artefak sejarah, tapi potret wajah para koruptor kelas kakap di Indonesia, lengkap dengan rompi merah muda yang selama ini hanya terlihat saat sidang KPK. Sebuah ide yang tidak hanya unik, tetapi juga menggugah kesadaran kolektif bahwa kita sedang berada di negara yang sangat butuh ingatan moral.
Korupsi: Dosa Kolektif Bangsa
Selama ini kita tahu bahwa korupsi adalah musuh bersama, tapi entah mengapa itu terasa sangat biasa di sekitar kita. Mulai dari oknum pejabat yang mengkorupsi anggaran proyek, sampai pungli kecil-kecilan di lingkungan sekolah dan pelayanan publik. Korupsi bukan hanya soal uang yang hilang, tetapi soal kepercayaan yang dirusak dan masa depan yang dirampas.
Data dari Transparency International menunjukkan bahwa skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2023 hanya 34 dari 100, menempatkan kita di peringkat ke-115 dari 180 negara. Ini bukan sekadar angka, tapi gambaran betapa masih dalamnya praktik korupsi merasuki sistem birokrasi kita. Masalahnya bukan hanya ada pada pelaku, tapi juga budaya diam yang berkembang di masyarakat.
Museum sebagai "Panggung Malu"
Melalui Museum Koruptor ini, UGM menyuguhkan pendidikan moral secara visual dan langsung. Ini bukan sekadar pameran, tapi kritik sosial yang cerdas. Alih-alih memberi penghargaan pada tokoh yang dianggap berjasa, mereka justru menyoroti mereka yang "berjasa merusak negara."
Saya rasa ini adalah bentuk edukasi paling jujur yang pernah dilakukan oleh institusi pendidikan dalam beberapa tahun terakhir. Ketika negara tak cukup berani memajang wajah para koruptor sebagai pelajaran publik, kampus hadir mengambil peran tersebut.
Dalam budaya Timur seperti kita, rasa malu memiliki kekuatan sosial yang besar. Sayangnya, para koruptor yang tampil di media seperti selebriti itu seolah tak pernah benar-benar merasa malu. Bahkan setelah dihukum, sebagian masih bisa hidup nyaman dan kadang bahkan muncul lagi di panggung politik atau bisnis.
Museum ini adalah usaha menyuntikkan kembali rasa malu itu---tidak hanya pada pelaku, tapi juga kepada masyarakat agar tidak lagi permisif terhadap korupsi.