Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Banjir Regulasi Covid-19

1 April 2020   13:28 Diperbarui: 1 April 2020   13:37 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemarin 31 Maret 2020, merupakan hari bersejarah bagi rakyat Indonesia yang saat ini menghadapi wabah pandemi yang luar biasa, dan "menjarah"  hampir seluruh negara dunia.

Kenapa tidak, dalam suasana kekhawatiran rakyat Indonesia, pemerintah akan menerbitkan regulasi tentang Darurat Sipil, yang akan mematikan demokrasi yang diperjuangkan oleh para pejuang reformasi 20 tahun yang lalu, ternyata akhirnya tidak menjadi opsi Presiden Jokowi.

Kemarin itu, sekaligus meluncurkan 3 regulasi, mulai dari Perppu Nomor 1 Tahun 2020, tentang Kebijakan Keuangan Negara terkait covid-19; Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020, tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar; Keputusan  Presiden Nomor 11 Tahun 2020  tentang Penetapan kedaruratan Kesehatan masyarakat covid-19.

Sebelumnya juga sudah diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Dilanjutkan dengan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Re alokasi Anggaran, serta PBJ dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19.

Ada 5 regulasi berupa Perppu, PP, Keppres, dan Inpres yang diterbitkan Presiden Jokowi dalam kurun waktu bulan Maret 2020.  Tentu suatu hal yang menenangkan semua stakeholder, setelah berminggu-minggu ini gonjang ganjing, antara keharusan lockdown, karantina wilayah,  social distancing dan dilanjutkan dengan physical distancing. Presiden Jokowi mengakui bahwa physical distancing belum berjalan dengan baik, karena  masyarakat tidak disiplin, sehingga tidak efektif.

Tanpa menyebutkan karantina wilayah, tetapi Presiden Jokowi dalam pengarahan nya pada para anggota kabinetnya, menyatakan akan dilakukannya pembatasan sosial skala besar, agar lebih disiplin dan lebih efektif. Didampingi dengan kebijakan darurat sipil.

Klimaks pernyataan beliau, diterbitkannya  3 regulasi sekaligus, disamping regulasi dari OJK untuk menopang kebijakan pemerintah dan regulasi terkait peran Bank Indonesia. Dengan demikian kebijakan fiskal dan moneter saling menopang untuk memposisikan perekonomian Indonesia tidak meluncur tajam, dan kebijakan darurat tidak mengalami kendala dari sisi keuangannya.

Ketiga regulasi tersebut, sudah menghapuskan ketakutan dan kekhawatiran masyarakat akan diberlakukannya darurat sipil yang menempatkan kekuasaan mutlak di tangan Presiden Jokowi.

PP Nomor 21 dan Keppres Nomor 11 tahun 2020, sebenarnya secara substansi sudah menetapkan keadaan karantina wilayah, dengan mengatur mekanisme tatalaksananya. PP mengatur mendelegasian wewenang kepada Menteri Kesehatan untuk mengeksekusi karantina wilayah yang diusulkan para Kepala Daerah. Disamping juga adanya wewenang Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan covid-19 untuk mengajukan status kedarutan kesehatan masyarakat di maksud untuk wilayah tertentu.

Analisis regulasi

Dari kelima regulasi (peraturan perundang-undangan) itu, ada beberapa catatan yang perlu menjadi perhatian.

  1. Tidak ada lagi keraguan daerah untuk melaksanakan "karantina wilayah" sesuai PP No. 21 dan Kepres No.11 dimaksud, dan kebijakannya sudah putus di Menteri Kesehatan
  2. Menteri Kesehatan harus cepat tanggap, quick respons, sebagai seorang dokter dan juga Jenderal TNI, tentu sudah paham betul bagaimana menangani keadaan darurat wabah.
  3. Ada dua institusi yang diamanatkan Presiden Jokowi untuk menangani covid-19, yaitu Menkes sesuai dengan PP No. 21 dan Keppres No. 11 Tahun 2020 terkait pelaksanaan UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan. Dan ada Gugus Tugas percepatan Penanganan covid-19, sesuai dengan Keppres Nomor tahun 2020, dengan mengacu pada UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan.
  4. Sinkronisasi, koordinasi dan harmonisasi kedua lembaga ini Kemenkes dan BNPB dalam menangani wabah covid-19 sudah diantisipasi dalam Keppres 7 tahun 2020, yaitu Menteri Kesehatan salah satu Tim Pengarah Gugus Tugas, dan Ketua Gugus Tugas Kepala BNPB.  Sehingga tidak mungkin lagi ada "lack"  kelembagaan dalam menangani wabah covid-19.
  5. Dari susunan urutan perundang-undangannya, idealnya Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Re alokasi Anggaran, serta PBJ dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19, diterbitkan setelah terbitnya Perppu Nomor 1 Tahun 2020, tentang Kebijakan Keuangan Negara terkait covid-19. Karena narasi  refocussing anggaran  dalam Inpres sudah ada disebut dalam Perppu.
  1. Tidak ada salahnya jika Inpres Nomor 4 Tahun 2020 dicabut, diperbaiki dan dibuat yang baru dengan merujuk pada Perppu Nomor 1 Tahun 2020, sehingga tata urutannya sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun