Mohon tunggu...
Ai Nurlaelasari
Ai Nurlaelasari Mohon Tunggu... -

kian hari kian indah penuh berkah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ukiran Pena

4 Maret 2015   19:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:10 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Karya Ima Kristina

Semilir angin malam merayu ku untuk tak terlelap. Entah kenapa malam ini hati ku begitu gundah, beberpa kali ku coba untuk memejamkanmata namunapa daya ngantuk yang ku tunggu tak datang juga. Terpaksa aku termenung sendirian walau bintang dan rembulan menemani namun aku tak yakin mereka mengerti tentang hati ini . Setiap detik di malam ini seakan menjadi mesin penghitung lamanya aku tertegun. Ku tak tahan lagi menahan semua perasaan ini, kuraih buku diary bersama pena yang selalu menemaninya. Goresan demi goresan pena mulai ku tuangkan, ku curahkansemua beban yang ku alami melaluinya.

"Kertas putih yang tak pernah dusta dengarkanlah senandung rindu ku untuknya. Untuk dia yang menorehkan luka dalam hati dan jiwa. "

Semua bermula ketika aku mulai mengerti arti cinta.

Inilah aku seorang remaja yang belum mengenal cinta. Jangankan tahu rasa di cintai atau mencintai arti cinta saja aku tak tau. Tak pernah aku pikirkan apa itu cinta? Bahkan aku takpeduli akannya. Hanya kata bahagia yang terlintas di benak ku saat mendengar kata cinta. Namun sebenarnya cinta tidak seperti itu. Cinta memang dapat membuat orang bahagia, namun kebahagiaan itu tak selamanya. Semua dapat hilang dengan satu kata yaitu dusta. Cinta dapat membuat seseorang menjadi kuat atau lemah dalam seketika. Tak jarang kebahagiaan cinta juga mampu mengantarkan seseorang kedalam lembah derita.

Semuanya dimulai ketika aku masuk universitas satu tahun yang lalu. Di sanalah aku mulai mengenalnya, cowok tampan dan gagah yang cuek, dingin, dan jauh dari kata ramah. Tak pernah terbayang sedikitpun aku akan jatuh cinta padanya.

Gemericik air hujan dan tiupan angin pagi seakan mengabarkan goresan takdir pertemuan ku dengannya. Hujan yang bertambah deras membuat aku tertegun sejenak. Di depan kelas, di sanalah aku pertama melihatnya. Jantung ku berdegup amat kencang ketika melihat binar matanya.

"Astagfirullah....apa yang telah aku perbuat, tidak boleh sungguh tidak boleh". Hati ku berdebat sendiri.

Dia berlalu begitu saja tanpa sedikitpun senyuman. Sikapnya yang cuek, dingin dan jauh dari kata ramah membuat siapapun yang melihatnya menyimpan sejuta tanya.

Asumsi ku langsung tertepis ketika aku dan dia tak di sangka mengambil jurusan yang sama. Di dalam kelas dia memilih duduk tepat di samping ku masih dengan muka cueknya. Saat itu kami hanya saling melemparkan pandangan. Namun lama kelamaan aku dan dia mulai sering bertukar cerita. Ternyata dia termasuk kedalam cowok yang pandai merangkai kata hingga aku sering di buatnya tersanjung.

Waktu berjalan terasa amat cepat. Semakin hari sisi cuek dan dingin yang ada padanya mulai menghilang bagaikan badai yang berganti pelangi. Dia mulai menebarkan benih-benih fatamorgana yang terlihat indah dan begitu nyata, namun sebenarnya semua itu hanya bayangan semu belaka. Perbuatan dan perhatiannya membuat hati ku merajuk. Seakan berkata aku ingin dianggap lebih dari sekedar sahabat. Jarak antara aku dan dia semakin dekat bahkan kami sering menghabiskan waktu bersama seperti lunch, pergi ke toko buku sampai dia yang selalu menjemput ku berangkat kuliah.

Sulaman kata bahagi mulai terbentuk hingga aku mulai yakin dapat membut dia merasakan hal yang sama. Berkali ku berusaha menghilangkan rasa ini, namun waktu yang ku tunggu tak juga datang. Semakin aku berusaha menghindarinya semakin dalam aku terjatuh ke dalam lembah cintanya.

Hingga pada suatu hari dia terlihat sangat berbeda wajahnya putih pasi bagaikan kehilangan semangat hidup. Beberapa kali aku coba untuk mendekatinya namun dia selalu menghindar.Setelah kejadian itu, beberapa hari dia tidak terlihat di kampus. Seringkali aku meneleponnya namun tak ada satupun yang dia angkat . Sampai-sampai dia tega memutuskan tali persahabatannya dengan ku. Aku yang sudah terlanjur terlena tak habis pikir dengan apa yang di perbuatnya. Hati ku mulai jenuh hingga aku terpaksa merelakan air mata ku berlinang-linang.

Jurang pemisah antara aku dan dia terus bertambah curam dan dalam. Sekarang aku seperti tak mengenalnya lagi. Seringkali ku coba untuk menanyakan alasannya namun dia hanya terdiam membisu. Tak urung ku pikirkan apa salah ku padanya namun tak terlintas sedikitpun jawabannya.

"Ya Tuhan apa yang sebenarnya terjadi?" Selalu pertanyaan itu yang aku sisipkan dalamsetiap do'a ku.

Hati yang tak henti-hentinya merintih membuat air mataku terus berlinang. Hati perempuan mana yang tidak terguncangsaat dihadapkan pada kenyataan pahit bahwa orang yang begitu dia sayangimengacuhkan dirinya begitu saja.

"Mungkin cintanya bagaikan tebu, habis manis sepah di buang." Ujar ku dalam hati.

Hari-hari ku kembali kelabu antara penantian dan kepastian . Entah kenapa walau hati ku sudah sangat sakit dan pedih bagaikan digores sembilu, aku masih saja mengharapkan dia kembali.

"Apakah ini yang namanya cinta, jika itu benar apa yang harus aku lakukan, apa aku harus terus bersabar menantinya berubah walau terasa tak mungkin, atau lebih baik jika aku pasrah saja?". Beribu pertanyaan selalu merongrong ku.

Akhirnya do'a ku terjawab sudah. Di suatu pagi yang berselimut awan sayup terdengar suara seseorang dari depan rumah, yang seketika membuyarkan lamunan ku. Dengan langkah gontai aku membukakan pintu. Kudapati seorang pemuda berwajah ramah menyapa ku dan menyampaikan maksudnya. Aku mempersilahkan dia masuk namun dia menolaknya.

Ternyata pemuda itu adalah keponakan Galang, cowok yang telah menggoreskan luka dalam hidupku. Kedatangannya hanya untuk mengantarkan selembar surat titipan dari Galang. Tak lama pemuda itu berpamitan. Sungguh aku ingin membuka surat itu tapi aku tak yakin apakah aku akan sanggup membacanya. Beberapa menit aku hanya terdiam sambil membolak-balik amplop surat, hingga aku memutuskan untuk membukanya.

Bandung, 17 Desember 2014.

Untuk : Anida Hanin

Assalamu'laikum

Anida maafkan aku yang telah mengukir luka di hati mu dan seolah pergi tanpa pamit. Percayalah aku melakukan ini karena terpaksa. Bukan karena aku membenci mu tapi karena aku benar mengagumi dan mencintai mu.Seringkali aku ingin berontak dari rasa ini, namun semakin aku meronta aku malah semakin tenggelam dalam buaian cinta.

Di setiap do'a selalu ku selipkan nama mu. Berharap Tuhan mengubah takdir ku, berharap kamulah wanita yang tercipta dari tulang rusuk ku yang akanmengisi kekosongan dalam hidup ku.

Namun ternyata Tuhan berkehendak lain , aku di hadapkan pada dua pilihan yang bertolak belakang dengan hati nurani ku. Dua pilhanan itu yang membuat ku tarpaksa harus menebar benih kebencian padamu. Lagi-lagi aku terpaksa harus memilih antara di jodohkan oleh ke dua orang tua ku atau pergi jauh dari mu. Dan aku memilih pilihan yang ke dua, aku lebih memilih melanjutkan kuliah di luar negri bersama kakak ku dari pada aku harus menjalin hubungan dengan wanita yang tidak pernah aku kenal.

Mungkin saat kamu membaca surat ini aku sudah berada diBandara. Aku tunggu kamu di Air Port , jika kamu tidak mau datang maka aku akan memilih pilihan yang pertama. Percayalah aku melakukan ini semua demi cinta kita. Aku harap kamu mau bersabar menjaga rasa ini sampai aku kembali. Jika kamu rindukan aku maka pejamkanlah mata mu dan rasakan setiap hembusan angin yang menyentuh kulit mu. Selama masih ada udara yangdapat di hirup selama itulah cinta ku kekal untuk mu.

Ketahuilahhal yang tersulit dalam hidup ku adalah ketika aku harus membenci orang yang aku cintai. Apapun yang terjadi percayalah itu semua rencana Tuhan dan percayalah semua keputusannya adalah yang terbaik untuk kita. Terkadang kita harus mengorbankan parasaan kita demi kebahagiaan, walau terasa pahittak jarang kita harus mengorbankan kebahagian demi cinta.

Aku tunggu kamu tepat pukul 13.00 WIB di Air Port. Aku harap kamu tidak terlambat.

Wassalamualaikum

Sayangmu selalu

Galang Pratama

Tanpa membuang waktu aku langsung meraih ponsel dan jaket ku. Secepat mungkin akuberlari mencari taksi . Sepanjang jalan tak henti-hentinya aku menangis.Ku dekap erat surat tadi seakan ku tak mau melepaskannya walau sejenak.

Setibanya di Bandara aku langsung berlari mencari Galang.Untunglah aku tak terlambat, jika terlambat satu menit saja pasti aku akan kehilangan dia untuk selamanya. Perpisahan kami dipenuhi dengan derai air mata. Sebelum berangkat dia membariku seuntai tasbih.

"Selipkanlah nama ku dalam setiap do'a mu." Bisiknya lembut menambah haru.

Kamipun berpisah, ku pandangi terus pesawat yang terbang membawanya sampai ia hilang dari pandangan. Sejak saat itulah aku tahu arti cinta yang sesungguhnya. Cinta memang mengajarkan kita berbagai hal mulai dari ikhlas ketika di sakiti, tawakal ketika di tinggalkan, tegar ketika di hianati, dan bangkit ketika putus asa.

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat sudah hampir semalaman aku tak terlelap. Ku tutup lembaran buku diarydan ku letekan pena di atasnya. Sampai malam ini aku masih setia menunggunya kembali.

"Galang sungguh aku mencintaimu, kan ku pegang erat kata-kata mu. Selama masih ada udara di muka bumi ini selama itulah cinta kita abadi".

Kututup malam dengan terlarut dalam do'a-do'a ku, sungguh telah aku kabarkan semua perasaan ku bersama setiap hembusan angin tentang curahan hati ku di atas sajadah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun