Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Lainnya - Pendamping Belajar

Seorang pekerja migran yang beralih profesi menjadi pendamping belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Serba-serbi TKW Hong Kong ; Terjerumus ke Lembah Hitam

10 April 2012   10:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:48 12503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1330407099324189910

Siang itu (Sabtu, 7 April 2012) saya berjumpa dengan seorang teman. Ditengah-tengah padatnya pengunjung pada sebuah toko Indonesia di kawasan Causewaybay. Sebut saja namanya Irma (bukan nama sebenarnya).

Irma, tanpa kuminta menceritakan pengalaman hidupnya selama bekerja di Hong Kong. Dengan gaya cuek dan tanpa tedeng aling-aling dia menceritakan semuanya. Tentang pekerjaan kotornya! Masyaallah! Saya masih ingat betapa mengerikannya kehidupan yang dia jalani.

Irma, gadis jangkung berparas manis. Lesung pipitnya terlihat sangat kentara saat dia tersenyum. Kepada saya dia mengaku baru berusia 23 tahun. Masih sangat muda. Tetapi beban yang ditanggungnya ternyata tak sedikit.

"Lagi libur mbak?" Pertanyaan itu dia lontarkan sambil menarik kursi yang berada tepat disebelah tempat duduk saya. Saat itu saya sedang menikmati makan siang di toko Indonesia itu. "Iya Mbak.." Jawab saya singkat sambil mengutak-atik hp yang berada ditangan saya. "Udah lama kerja di sini?"Irma masih meneruskan pertanyaannya sembari perlahan membuka nasi bungkus yang ada dihadapannya. Sebungkus nasi lengkap dengan tempe penyet dan dua buah mendoan sebagai asesori pelengkapnya. Hmm..tampak menggugah selera. "Mayan Mba'.. kurang lebih 5 tahun-an lah.." Jawab saya ringan. "Bisa bahasa Inggris?"Saya mengernyitkan dahi mendengar pertanyaannya ini. "Dikiit.." Akhirnya saya jawab juga meskipun saya agak curiga dengan pertanyaannya. Baru kenal kok nanya macem-macem. Begitu fikir saya. "Berminat untuk mencari pekerjaan sampingan nggak?" "Part time, gitu?" "Yah, semacam itulah.." "Di mana?" "Di apartemen." "Bersih-bersih?" "Bukan.." "Terus ngapain? Jaga anak?" "Bukan juga.." "Lantas apa dong?" "Nemenin bule.." Masyaallah! Waktu itu saya hampir mau bilang "Uhh sorry morri emangnya gw cewek apaan?" Tapi jawaban itu tak jadi saya keluarkan. Saya simpan saja. Justru dari sini malahan timbul niat saya untuk menelisik lebih jauh lagi.

"Ehmm.. Berapa bayarannya Mbak?" "Lumayan loh! Sejam-nya 200 dollar. Kalau bulenya suka ama servis kamu, biasanya dia bakal kasih lebih." "Owh gitu yaa.." "Gimana tertarik nggak?" "Ehm.. Saya nggak pernah terjun ke dunia beginian mbak.." (Dunia "begini-an" sudah biasa dijalani beberapa TKW Hong Kong) "Eee.. Gak papa lagi. Nyoba dulu. Mungkin awalnya canggung. Ntar lama-lama juga terbiasa. Kita bisa meraup dollar sebanyak-banyaknya loh!" Waduhh.. Melihat cara bertuturnya yang berapi-api membuat naluri saya semakin ingin mengorek keterangan lebih dalam. Memang untuk "masalah" yang satu ini (bisnis seks) di kalangan TKW sudah sering saya dengar. Namun saya belum pernah bertemu dan berbincang langsung dengan pelakunya. Baru kali ini.

"Aman nggak?" Tanya saya dengan nada penuh antusias. "Dijamin aman." "Ehm..mbak-nya sendiri juga ikut main?" Sebenarnya saya agak ragu-ragu melontarkan pertanyaan ini. Takut dia tersinggung atau marah. "Dulu iyaa..sekarang tidak lagi." "Udah insaf maksudnya?" Saya mencoba tertawa kecil supaya perbincangan itu terkesan rileks. Terlebih lagi saya nggak mau kalau dia menangkap kesan bahwa saya sedang mencari informasi darinya. "Hmmm..belum mbak. Nggak sekarang. Mungkin nanti kalau tabungan saya udah cukup..." Irma tersenyum getir. Nasi bungkus tempe penyet itupun habis sudah. Dibuangnya kertas pembungkus itu di tempat sampah. Dibersihkannya mulutnya dengan selembar tissu basah dan lalu melanjutkan ceritanya.

"Aku tahu kamu nggak berminat sama tawaranku.." "Hehhee..iya. Aku cuman tertarik sama ceritanya saja." "Baiklah kalau begitu. Sekalian saja aku cerita. Itung-itung aku juga ingin membagi bebanku."

Lantas mulailah Irma bercerita. Sekitar 3 tahun yang lalu, Irma memberanikan diri untuk menapakkan kakinya di Hong Kong. Dengan berbekal pengalaman dan pengetahuan yang minim, Irma berkeyakinan kalau dia bisa menuai sukses di negeri Jacky Chan ini. Cerita mengenai TKW-TKW yang pulang dengan segepok dollar ditangan selalu menarik perhatiannya.

Kontrak pertama di selesaikannya dengan baik. Tapi tidak demikian dengan kontrak ke dua. Di majikannya yang ke dua ini, Irma tidak di perkenankan untuk tinggal bersama dengan mereka. Majikannya lebih memilih meng-kostkan Irma pada sebuah boarding house. Di sini lah awal dari malapetaka itu datang.

Jam kerja Irma di rumah majikan di mulai dari jam 7 pagi sampai dengan jam 9 malam. Selepasnya Irma boleh kembali ke boarding house dan merengguk kebebasan. Seperti semua orang tahu, Hong Kong selalu terlihat lebih cantik di malam hari. Hal inilah yang tak ingin di sia-siakan Irma. Mulailah dia melakukan eksperimen-eksperimen kecil. Oleh seorang teman, Irma diajak ke sebuah diskotik di daerah Wanchai. Irma dan teman-nya mulai mengenal pria-pria ekspatriat di tempat itu. Pria-pria berkantong tebal yang siap men-transferkan sebagian isi dompetnya kepada wanita mana saja yang mau diajaknya "bersenang-senang".

Begitulah awalnya. Irma terbujuk akan nikmatnya surga dunia. Sampai-sampai dia lupa pekerjaan utamanya. Dia melalaikannya. Pernah satu hari dia tak mendatangi rumah majikannya untuk menunaikan kewajibannya. Semakin hari, Irma semakin malas untuk bekerja. Dia lebih memilih menekuni profesi sampingannya. Namun Irma rupanya lupa bahwa dia terikat kontrak kerja. Akhirnya majikan Irma tahu tentang sepak terjang Irma di luaran. Majikannya itupun memecatnya tanpa ampun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun