Apalagi perjuangan selama menjadi seorang mahasiswa, harus hidup dan tinggal di kos, menghemat uang belanja bahkan makan hanya satu kali sehari. Seluruh perjuangan itu akan tidak ada gunanya. Ijasah s1 dengan gelar dan IPK tinggi percuma saja, karena tidak berlaku di tengah pandemik ini.
Di pagi hari yang dilakukan hanya menunduk berjemur di bawah matahari. Adik-adik dan orang tua tidak menunjukkan ekspresi cerah di pagi hari dalam menyambut mentari. Rasa lapar aku sebagai lulusan sarjana hilang serentak dalam hati hanya mengungkapkan, betapa malang nasib sebagai lulusan 2020.
Suara untuk pemerintah
Pemerintah mesti memperhatikan keadaan ini. Keluarga yang membiayai anak mereka sampai lulusan sarjana dapat saja penuh dengan utang. Yang menimbulkan anak selanjuntya dalam keluarga itu tidak dapat sekolah.Â
Hal ini mesti menjadi perhatian pemerintah. Bentuk perhatian pemerintah misalnya dengan mengurangi beban uang sekolah atau uang kuliah. Hal ini bisa membawa anak-anak Indonesia tetap melanjutkan sekolah mereka. Untuk mendapatkan uang makan saja di tengah situasi sekarang sulit apalagi mencari uang untuk biaya pendidikan.Â
Pemerintah mesti mempertimbangkan ini. Dengan jadikan siswa-siswa/mahasiswa sebagai masyarakat yang terlantar di tengah pandemik sama seperti keluarga yang kelaparan.Â
Pemerintah mampu memberi bantuan kepada keluarga-keluarga, kepada anak-anak sekolah juga mesti dilakukan dengan cara yang sama. Ingat bahwa anak-anak Indonesia berada dalam situasi kelaparan ilmu. Mereka membutuhkan ilmu pengetahuan. Serta sebagai generasi emas Indonesia di masa mendatang.
Pengangguran lulusan tahun 2020 juga mesti perhatian pemerintah. Dengan menghitung mereka juga sebagai pihak yang dirugikan dengan tetap memberikan bantuan kepada mereka.Â
Karena ingat bahwa mungkin orang tua dalam mebiayai pendidikannya dengna cara berutang dan saat sekarang mengharapkan dia untuk melunaskan utang tersebut. Tapi tidak bisa. Maka pemerintah harus mengambil kebijakan terkait masalah-masalah ini.