Keserakahan karena rasa tidak pernah puas akan membuat seseorang lupa diri dan seringkali terjadinya kasus fraud berawal dari rasa serakah atau tamak, keserakahan merupakan bagian dari dark triad yang harus diwaspadai (Sekhar, dkk., 2020). Kepribadian ini ditandai dengan rasa tidak puas, memiliki keinginan lebih, dan menggunakan segala cara untuk meraih apa yang diinginkan (Seuntjens, dkk., 2016; Sajko, dkk., 2021)
Kasus kecurangan korporasi dan pelanggaran organisasional telah menjadi perhatian masyarakat dunia. Banyaknya kasus penyelewengan keuangan yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar dan kantor akuntan publik membuat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap profesionalisme dan etika profesi akuntansi semakin menurun. Sikap skeptis masyarakat makin bertambah. Di satu sisi, terdapat banyak laporan keuangan perusahaan yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian, namun di sisi lain, perusahaan tersebut kemudian mengalami kebangkrutan.
Perlu kita ketahui bahwa laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen adalah hal yang utama untuk mendapatkan kepercayaan investor dan sebagai bahan pertimbangan untuk berinvestasi. Namun demikian, bagaimana jika auditor dalam auditor internal, bahkan auditor eksternal, yang dipercayai oleh masyarakat justru sering dianggap lalai dalam mengungkap kecurangan praktik fraud akuntansi dan manipulasi laporan keuangan?
Menurut Ety & Istiyawati (2015, hal 4) yang mengutip pendapat Kuntadi (2009) menjelaskan peran audit internal adalah:
“Untuk membantu perusahaan dalam melakukan audit bagi kepentingan manajemen, memecahkan beberapa hambatan dalam sebuah organisasi dan mendukung upaya manajemen untuk membangun budaya yang mencakup etika, kejujuran, dan integritas. Sebaik apapun yang dilakukan oleh audit internal dalam pelaksanaan tugas namun apabila integritas manajemen tidak mendukung dalam upaya memastikan bahwa rekomendasi yang diberikan oleh audit internal telah dilaksanakan, maka hal tersebut menjadi sia-sia." (Sumber : Jurnal pendidikan akutansi, tahun 2019 berjudul " Peranan Audit Internal Dalam Pencegahan (Fraud) oleh Muhammad Fahmi dan Mhd Ridho Syahputra).
Di sinilah pentingnya peran auditor internal dalam upaya pencegahan dan pengungkapan potensi fraud tersebut agar tidak terjadi di kemudian hari.
Oleh karena itu, peran auditor internal semakin dibutuhkan dan menjadi komponen penting dalam perusahaan. Namun demikian, peran auditor internal dapat menjadi kekuatan bagi perusahaan karena perannya yang lebih menekankan pada pemantau menjadi konsultan. Para auditor internal kini lebih memberikan bantuan kepada organisasi untuk meningkatkan kinerjanya. Dalam hal ini, fungsi auditor internal diperkuat dengan kualitas dan kompetensi, baik hard skill maupun soft skill sehingga mampu menunjukkan kemampuan dalam mendeteksi, mencegah, serta menyelidiki laporan yang diterima dari whistleblower.
Istilah whistleblower di Indonesia identik dengan perilaku seseorang pelapor perbuatan yang berindikasi tindak pidana korupsi di organisasi tempat bekerja sehingga memiliki akses informasi memadai atas terjadinya indikasi tindak pidana korupsi tersebut. Sebenarnya, whistleblower tidak hanya melaporkan masalah korupsi, tetapi juga skandal lain yang melanggar hukum dan menimbulkan kerugian/ancaman bagi masyarakat. Peran whistleblower tersebut sangat besar untuk melindungi negara dari kerugian yang lebih parah dan pelanggaran hukum yang terjadi.
Devi Novitasari (2014), dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “Profesionalisme Internal Auditor dan Intensi Melakukan Whistleblowing” memaparkan analisis terkait lima dimensi profesionalisme yang meliputi afiliasi komunitas, kewajiban sosial, dedikasi terhadap pekerjaan, keyakinan terhadap peraturan profesi, dan tuntutan untuk mandiri. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat kelemahan pada dimensi afiliasi komunitas yang tidak berpengaruh terhadap intensi whistleblowing. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh kurangnya kesadaran diri auditor internal yang berada dalam posisi dilema. Penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada perusahaan dalam menemukan adanya kasus fraud, pentingnya peran auditor internal, serta efektivitas whistleblowing system yang berpengaruh terhadap pencegahan fraud. Semakin baik peran auditor internal dan semakin efektif whistleblowing system yang diterapkan, maka upaya perusahaan dalam pencegahan fraud akan semakin meningkat.
Kasus Enron di awal tahun 2000-an, misalnya, menarik perhatian masyarakat karena memperlihatkan penipuan akuntansi yang sistematis dan terstruktur dengan cara mengalihkan aset-aset perusahaan kepada entitas bertujuan khusus. Pengalihan aset tersebut menyebabkan nilai perusahaan tampak lebih besar daripada yang seharusnya dan gagal dideteksi oleh kantor akuntan publik Arthur Anderson. Fenomena pelanggaran etika atas skandal akuntansi dalam perusahaan Enron inilah yang kemudian mendorong Sherron Watkins, sebagai Wakil Presiden Enron, menjadi whistleblower dan mengungkapkan skandal korporasi Enron kepada publik.
Berikutnya ada Cynthia Cooper, Wakil Presiden perusahaan Worldcom di Divisi Audit Internal. Ia melaporkan berbagai praktik tidak etis yang dilakukan Worldcom ketika perusahaan tersebut gagal mencapai laba yang diharapkan. Cynthia Cooper merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia lalu berinisiatif membentuk sebuah tim kecil untuk melakukan investigasi secara sembunyi-sembunyi. Cynthia Cooper menemukan adanya indikasi terjadinya penggelembungan keuntungan (overstate earning) dengan metode suspecious numbers yakni cara mendeteksi fraud dengan mencari angka-angka yang mencurigakan. Temuan tersebut langsung ditindaklanjuti oleh Cynthia Cooper dengan melakukan konfirmasi kepada Auditor Eksternal Worldcom, KPMG, KAP setelah KAP Arthur Andersen. Hingga akhirnya, perusahaan Worldcom mengakui telah menggelembungkan laba hingga 3,8 M USD. Ironisnya, aksi heroik Cynthia Cooper bersama tim dalam mengungkapkan kasus fraud ternyata berdampak terhadap pemecatan pegawai besar-besaran. Harga saham Worldcom pun terjun bebas dan investor kehilangan kepercayaannya di pasar saham Amerika Serikat.Terungkapnya kasus ini tidak luput dari peran auditor internal dan keberanian whistleblower.
Pengungkapan kasus fraud yang di-blow up oleh whistleblower, kerugian yang disebabkan oleh fraud, serta peran-peran auditor internal menjadi komponen penting bagi perusahaan untuk mencegah perilaku fraud dan salah saji atau human error. Dengan demikian, kerugian yang berdampak kepada para investor, calon investor, kreditor, dan masyarakat luas di masa mendatang dapat diminimalisasi.
Hal-hal tersebut mendorong perusahaan dan kita sebagai pembaca untuk menelaah lebih dalam lagi terkait hal yang dirasakan oleh auditor internal ketika menghadapi kasus yang muncul dari whistleblower. Kita juga semakin memahami suka dan duka dalam menjadi auditor internal. Bayangkan hal apa yang akan terjadi jika tidak ada keberadaan auditor internal dan informasi dari whistleblower?
*) Charly Manurung (Mahasiswa S2 Magister Akutansi Universitas Pamulang)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI