Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama FEATURED

Kenaikan Tarif Commuter Line Sebesar Seribu Rupiah? Apa Artinya?

19 Agustus 2016   13:37 Diperbarui: 18 Oktober 2016   07:57 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin saat tiba di Stasiun Palmerah untuk menggunakan moda transportasi Commuter Line menuju Stasiun Sudimara, saya disambut sebuah spanduk yang berisi sosialisasi perubahan tarif yang mulai berlaku sejak 1 Oktober nanti. Disebutkan bahwa sejak tanggal tersebut tarif Commuter Line Jabodetabek mengalami penyesuaian, untuk mengatakan kenaikan, sebesar Rp 1000.

Disebutkan bahwa kenaikan tersebut merupakan bagian dari penyesuaian terhadap Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2016 tentang Tarif Angkutan Orang dengan Kereta Api Pelayanan Kelas Ekonomi untuk Melaksanakan Kewajiban Pelayanan Publik.

Masih menggunakan pola perhitungan sebelumnya berdasarkan jarak tempuh (bukan banyaknya stasiun), per 1 Oktober nanti, pada 1-25 Km pertama, penumpang harus membayar Rp 3000. Selanjutnya, pada 10 Km berikutnya dan kelipatan, tarif yang dikenakan sebesar Rp 1000. Artinya, kenaikan tersebut terjadi pada 1-25 Km pertama, yang sejak 2012, senilai Rp 2000.

Menurut pengambil kebijakan dan pihak pengelola, kenaikan tersebut merupakan bagian dari penyesuaian terhadap inflasi di satu sisi, serta itikad untuk memenuhi kebutuhan pengguna akan fasilitas transportasi yang lebih baik.  

"Sejak tahun 2012, tarif KRL tidak ada peningkatan. Sementara di sisi lain kebutuhan (transportasi) semakin meningkat karena inflasi," ungkap Direktur Lalu Lintas Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Zulfikri, (18/08/2016) dikutip dari KOMPAS.com.

Gambar dari @CommuterLine.
Gambar dari @CommuterLine.
Niat baik tersebut tentu bisa dipahami melihat perubahan perkeretaapian, terutama Commuter Line Jabodetabek yang berkembang pesat. Sepengetahuan saya, bukti perubahan tersebut nyata dalam banyak hal. Terutama fasilitas baik gedung maupun sarana-prasarana lainnya. Meski belum merata, setidaknya di sejumlah stasiun kita dihadapkan pada kondisi yang “wah” dengan kelengkapan akses tangga berjalan, mesin otomatis untuk membeli minuman dan tiket (vending machine). Selain itu, inovasi yang terus digalakkan untuk memanjakan pengguna dengan aneka varian tiket seperti Tiket Harian Berjaminan Pulang Pergi (THB PP) diberlakukan saat Lebaran tahun ini.

Tak hanya fisik gedung, kondisi Commuter Line juga diupayakan semakin nyaman dan bersih. Menurut penuturan salah satu rekan kerja, kondisi perkeretaapian saat ini jauh lebih baik. Menurutnya, dulu kondisi stasiun sangat tidak teratur. Para pedagang kaki lima leluasa berjualan di area stasiun dan berebut tempat dengan para penumpang di dalam kereta. Selain itu, masih mungkin saat itu para penumpang menguji nyali di atap kereta. Sebuah pemandangan yang miris dan mencekam.

Saat ini hampir tak terlihat lagi transaksi jual-beli di dalam area stasiun, apalagi di dalam kereta. Stasiun dan kereta benar-benar steril dari para pedagang kaki lima. Namun, tentang sterlilisasi ini, masih belum dirasakan di seluruh stasiun Commuter Line.

Pernah suatu ketika, di tahun 2016, iseng-iseng saya menjajaki Commuter Line menuju ke stasiun Maja, pemberhentian terakhir dan terjauh yang dijangkau Commuter Line dari Tanah Abang. Di salah stasiun, maaf saya tidak ingat persisnya di mana, masih ada pedagang yang masuk ke dalam stasiun untuk menjajakan jualannya.

Saya terkejut mengapa bisa kebobolan seperti itu. Di sisi lain, saya pun mafhum dengan aneka keterbatasan yang masih mengemuka. Selain petugas yang terbatas dan bisa saja tak terkontrol, ditambah lagi pengamanan lingkungan stasiun yang belum maksimal. Di sejumlah sisi stasiun tak terlihat pagar pembatas sehingga siapa saja bisa masuk ke lingkungan stasiun. Belum lagi jalur rel yang nyaris berpelukan dengan jalan raya yang saban hari dan waktu dilintasi masyarakat.

Itu salah satu keterbatasan yang masih terjadi. Belum lagi soal penumpukan penumpang yang tak sebanding dengan kapasitas kereta. Sejak  2009, pihak pengelola yakni PT KAI Commuter Line Jabodetabek (KCJ) terus menambah armada secara berkala.  Tahun ini sebanyak 60 unit KRL akan didatangkan dari Jepang. Jumlah tersebut melengkapi 120 unit yang didatangkan tahun sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun