Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Alamak, Hajatan Kok Belum Juga Kendor?

4 Januari 2021   12:30 Diperbarui: 4 Januari 2021   12:38 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi CNNIndonesia/Basith Subastian 

Belum beres urusan virus Covid-19, muncul lagi ancaman baru: mutasi virus tersebut. Ya, virus mutasi. Virus mutasi Corona disebut-sebut menjadi ancaman serius. 

Mutasi atau varian genom virus itu disebut lebih menular hingga 70 persen dari virus sebelumnya. Strain atau varian baru dari SARS-CoV-2 mulai muncul dan sudah merebak di Inggris (Kompas.com, 29/12/2020). Kasus serupa pun bermunculan di belahan dunia lain. Beberapa negara di Asia seperti Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Hong Kong pun tak terkecuali.

Bagaimana Indonesia? Beruntung, hingga hari ini belum terdeteksi. Langkah cepat pemerintah menutup akses masuk bagi Warga Negara Asing (WNA) sejak awal Januari ini adalah tepat.

Meski begitu kecemasan tetap tak terhindarkan. Apakah langkah tersebut sudah cukup menutup pintu rapat-rapat untuk masuknya varian baru itu? Atau, virus tersebut sebenarnya sudah bermutasi di antara kita hanya saja masih belum terdeteksi karena terbatasnya kapasitas dan kemampuan teknologi kita?

Kita berharap mutasi virus tersebut belum sampai di Indonesia. Saat ini kita masih kelimpungan berhadapan dengan kasus Covid-19 yang belum menunjukkn penurunan. Hingga Minggu, 3 Januari 2021, total kasus positif mencapai 765.350. Dalam 24 jam terakhir terdapat 6.877 kasus baru (Kompas.com, 3/1/2021).

Perkembangan kasus di Indonesia hingga 3/1/2021/https://twitter.com/BNPB_Indonesia
Perkembangan kasus di Indonesia hingga 3/1/2021/https://twitter.com/BNPB_Indonesia

Potensi terus bertambahnya kasus baru sangat mungkin terjadi. Di satu sisi, diperkirakan adanya 72.027 orang berstatus suspek, untuk menyebut pasian dalam pengawasan (PDP). Di sisi lain, peri hidup masyarakat kita yang masih mengkhawatirkan.

Sebelum berpaling ke sekitar, coba kita bertanya diri. Apakah saya sudah mematuhi protokol kesehatan secara ketat? Apakah saya selalu memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak dan selalu menghindari kerumuman? Apakah saya sudah menjalani pola hidup sehat: konsumsi makanan bergizi, istirahat yang cukup, dan olahraga secara rutin?

Coba tengok sekitar kita. Apakah sesama kita sudah patuh menerapkan imbauan standar, 3M? Apakah masih terjadi kerumuman di sekitar kita? Bilapun terpaksa ada aktivitas yang mengumpulkan orang, apakah masing-masing individu secara ketat menjalani protokol kesehatan?

Kita patut mengakui masih kerap ditemukan hajatan di masa pandemi ini. Pesta nikah, ulang tahun, hingga acara-acara lainnya yang dihadiri banyak orang. Mirisnya, tidak sedikit dari antaranya dijalankan dengan menerapkan protokol kesehatan.

Satu contoh bisa diangkat. Belum lama ini, kepolisian resort Bojonegoro, Jawa Timur harus turun tangan mengamankan hajatan pernikahan (Kompas.com, 3/1/2021). Acara yang digelar di Desa Kadungrejo, Kecamatan Baureno itu mendatangkan kerumunan. Panggung musik terbuka di halaman rumah semakin membuat suasana sulit dikendalikan. Polisi pun terpaksa membubarkan kerumunan yang meluber di jalanan.

Tersangka NF (tengah) harus berurusan dengan polisi karena acara pernikahan saat pandemi Covid-19, Sabtu (2/1/20)
Tersangka NF (tengah) harus berurusan dengan polisi karena acara pernikahan saat pandemi Covid-19, Sabtu (2/1/20)

Buntut dari acara tersebut, sejumlah pihak harus menjalani pemeriksaan. Pihak kepala desa, pemilik hajatan, hingga anggota grup musik. Kepolisian pun menetapkan pengantin pria sebagai tersangka. Ia dianggap bersalah karena mengundang rekan-rekannya untuk meramaikan acara tersebut.

Apes bagi sang pengantin. Masa-masa indah berubah nestapa. Momen-momen yang seharusnya dinikmati bersama pasangan harus diinterupsi oleh pihak berwajib.

Lebih menghkhawatirkan adalah keselamatan orang-orang yang datang ke acara tersebut. Apakah semuanya dalam keadaan sehat dan tak satu pun sedang memiliki virus Covid-19 dalam dirinya? Bagaimana bila ada di antara kerumunan itu pasien corona?

Kita masih bisa mengangkat contoh-contoh lain. Tentu masih banyak kasus serupa hanya saja luput dari pemberitaan dan pantauan pihak berwajib. 

Penerapan protokol kesehatan adalah harga mati bila kita ingin pandemi ini segera berlalu. Tindakan tegas dari pemerintah hanyalah bagian kecil dari upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Perilaku kita adalah kunci untuk menghentikan laju kasus positif Covid-19 sekaligus menutup ruang bagi mutasi virus tersebut.  

Saat ini kasus Covid-19 sudah menyebar di seluruh Indonesia. Semua provinsi di tanah air, dari Aceh hingga Papua tak ada yang luput. Artinya, hampir 100 persen wilayah kita sudah terpapar dan kita, tak terkecuali, dalam intaian virus tersebut.

Rincian kasus Covid-19 di 34 provinsi di Indonesia/https://twitter.com/BNPB_Indonesia
Rincian kasus Covid-19 di 34 provinsi di Indonesia/https://twitter.com/BNPB_Indonesia

Apakah kita masih mau menggelar hajatan di masa pandemi? Apakah semangat kita datang ke berbagai acara belum juga kendor? Apakah kita masih nekat berkerumun dan melanggar protokol kesehatan? Mikirrrrrrrrr.......

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun