Tidak ada yang bisa menjamin performa seorang atlet akan terus berada di titik tertinggi selama 18 pertandingan secara beruntun. Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo pun harus mengakui bahwa pada titik tertentu mereka perlu istirahat lebih. Melakoni pertandingan tanpa henti sejak awal tahun, berjuang mengatasi tekanan mental dan fisik saat menghadapi lawan-lawan tangguh dari turnamen ke turnamen membuat “Tihe Minions” harus berkata ya pada kekalahan.
Tiga gelar di tiga turnamen super series berurutan sejak All England, India Open dan Malaysia Open tidak otomatis membuat mereka bisa leluasa merebut gelar keempat di Singapore Indoor Stadium, tempat turnamen super series Singapura Open sedang berlangsung.
Mathias Boe/Carsten Mogensen memberi tahu bahwa sudah saatnya Marcus/Kevin mengambil waktu untuk recovery.Pasangan Denmark yang jauh lebih berpengalaman dari pasangan liliput itu paham bagaimana memberi tahu Marcus/Kevin sejak set kedua bergulir. Marcus/Kevin masih terlihat bertenaga saat merebut game pertama, 21-11. Namun situasi berubah drastis di dua game berikutnya. Saat Boe/Mogensen merapatkan pertahanan dan memancing Marcus/Kevin dengan bola-bola tinggi, pukulan-pukulan bertenaga itu tak lagi menampakkan hasilnya. Alhasil kekalahan 11-21 dan 14-21 tak terhindarkan .
Seperti baterai handphone ada saatnya perlu diisi kembali dengan energi baru. Marcus/Kevin sangat enerjik dan begitu percaya diri sejak menjadi juara All England. Berbagai rintangan kemudian dilewati di dua turnamen berikutnya, termasuk memaksa tubuh yang sempat terserang flu. Setelah satu turnamen selesai, keduanya langsung terbang ke tempat berikutnya untuk bertarung lagi. Hampir tidak ada waktu istirahat yang cukup untuk memulihkan tenaga.
Kekalahan Marcus/Kevin ini sungguh bisa dipahami. Keduanya bukan robot yang disetting selalu berada dalam kondisi puncak setiap saat. Bahkan robot pun pada waktu tertentu perlu mendapat sentuhan tangan manusia untuk memberinya kehidupan lanjutan.
Usai gagal ke partai puncak, Marcus/Kevin sama sekali tak menyesal. Itulah titik terakhir yang bisa mereka daki. “Ini sudah pertandingan keberapa, tenaga kami juga sudah agak habis. Tadi juga berasa capek pas game kedua diangkatin gitu, kaya kurang powernya,” beber Marcus kepada badmintonindonesia.org.
Hal senada juga keluardari mulut Kevin. “Lawan hari ini mainnya rapat, nggak gampang mati. Tenaga kami sudah jauh lebih menurun dari sebelum-sebelumnya. Tiap hari kerjaannya cuma main terus, nggak pernah latihan yang lain. Jadi menurun banget tenaganya.”
Bila Marcus/Kevin sendiri sudah berterus terang demikian tidak ada lagi yang perlu diperdebatkan. Sudah saatnya Marcus/Kevin beristirahat. Bertepatan pula tidak ada agenda pertandingan yang perlu diikuti hingga pertengahan bulan depan. Keduanya punya waktu pemulihan yang cukup sebelum memperkuat tim nasional untuk membawa pulang Piala Sudirman dari Gold Coast, Australia, 21-28 Mei mendatang. Selanjutnya menjemput gelar super series premier ketiga di tanah air sendiri yakni Indonesia Open yang dihelat pada 13-18 Juni 2017.
Putusnya tradisi
Marcus/Kevin bernasib sama seperti dua wakil Indonesia lainnya, Berry Angriawan/Hardianto Hardianto dan Anthony Sinisuka Ginting. Berry/Hardianto gagal melanjutkan kejutannya, seperti mengandaskan unggulan dua dari Malaysia di babak sebelumnya, saat berjumpa Li Junhui/Liu Yuchen.
Berry/Hardianto sempat merebut game pertama dari unggulan empat itu.Namun kesalahan menerapkan pola permainan membuat pasangan yang tidak diunggulkan ini kesulitan mempertahankan permainan. Apalagi wakil China itu lebih sigap mengatasi persoalan di game pertama dengan mengubah pola permainan mereka. Dua game berikutnya giliran Berry/Hardianto yang ditekan. Laga berdurasi 45 menit itu berakhir dengan skor 21-15, 10-21 dan 16-21.