Di Indonesia sendiri kejadian korupsi dirasa sangat wajar, dari kalangan menengah keatas bahkan sampai kalangan menengah kebawahpun tidak sedikit yang melakukan korupsi, meskipun tidak banyak uang yang bisa di korupsi. Seperti terhipnotis oleh uang yang bahkan bukan miliknya. Di Indonesia ini hukuman bagi koruptor sangat ringan. Mengapa sangat ringan?Â
Ya, karena hanya hukuman pidana dan sangsi administratif berupa penjara dan denda atau ganti rugi sejumlah uang yang dinilai setimpal dengan besaran uang yang di korupsinya. Bahkan penjarapun belum tentu membuat jera para pelakunya, apalagi ditambah dengan adanya sel khusus yang membuat para koruptor tetap nyaman berada di dalam penjara. Entah mengapa uang bisa membuat semua orang buta akan dirinya. Sehingga tidak sedikit pula para penegak hukum, pengabdi masyarakat yang masih mau di suap. Bahkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Mungkin jika para koruptor diberi hukuman mati jumlah koruptor di Indonesia akan menurun.
Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2022, tidak kurang sudah 176 kepala daerah tersandung permasalahan hukum. Terakhir dan saat ini sedang ramai dibincangkan masyarakat adalah Gubernur Papua, Lukas Enembe. Bagaimana tidak, di balik dugaan gratifikasi Rp 1 miliar yang disangka KPK ternyata turut ditemukan adanya aliran dana tidak wajar yang mencapai setengah triliun rupiah. Jika kemudian tudingan dan temuan KPK terbukti, maka Lukas bisa dianggap kepala daerah paling korup sepanjang sejarah koruptor di Indonesia.