Mohon tunggu...
Chandra Wahyu Widianto
Chandra Wahyu Widianto Mohon Tunggu... Mahasiswa S1 Pendidikan Sejarah

Aku suka sejarah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menelisik Tradisi Kupatan di Dusun Jaten, Kelurahan Bendogerit, Kota Blitar

8 April 2025   17:34 Diperbarui: 8 April 2025   17:34 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BLITAR - Hari Raya Idul Fitri baru saja selesai. Hari raya umat muslim di Indonesia setiap tahunnya meninggalkan kenangan para keluarga yang sejenak pulang ke kampung halaman untuk berkumpul dengan keluarga. Suasana kendaraan mudik yang kembali ke perantauan sudah terdengar di jalan raya, dimana hari normal akan kembali.

Setelah lebaran biasanya masyarakat Jawa akan melakukan Hari Raya Kupatan. Tradisi kupatan biasanya dilakukan pada hari keenam atau ketujuh bulan Syawal, atau seminggu setelah hari raya Idul Fitri sebagai hari penutup lebaran.

Tradisi Kupatan ini memiliki sejarah yang tidak lepas dari peran Wali Songo, yaitu Sunan Kalijaga, yang kita semua tahu jika Wali Songo menyebarkan Islam salah satunya dengan memadukan budaya Jawa agar Islam diterima dengan legawa tanpa adanya paksaan, termasuk seperti ketupat.

Kata "kupat" dalam bahasa Jawa berasal dari gabungan dua kata yaitu "ngaku lepat" yang memiliki arti mengakui kesalahan, serta juga "laku papat" yang dimaksudkan pada empat sikap umat Islam menurut Sunan Kalijaga, yaitu: Lebaran (Idul Fitri), puasa enam hari Syawal, Kupata (hari raya kecil setelah Syawal), dan Ba'da Kupat (silaturahmi pasca Kupatan)."

Ketupat dibuat dari anyaman janur (daun kelapa muda) yang melambangkan jalan hidup dilalui dengan keikhlasan, kejujuran, dan kesabaran. Sedangkan isi ketupat yaitu nasi yang berwarna putih melambangkan hati yang bersih dan suci setelah melaksanakan puasa Ramadhan.

Tradisi Kupatan menyebar luas di berbagai daerah terutama di Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Begitupun dengan masyarakat di dusun Jaten, Kelurahan Bendogerit, Kota Blitar, tradisi kupatan biasanya diadakan dengan membuat ketupat untuk nantinya saling ditukarkan pada para tetangga. Selain membuat ketupat, masyarakat juga dibarengi dengan membuat sayur, opor ayam dan berbagai lauk serta minuman.

Tradisi Kupatan dipasangkan di atas pintu-pintu rumah. Sumber: Dokumentasi Pribadi
Tradisi Kupatan dipasangkan di atas pintu-pintu rumah. Sumber: Dokumentasi Pribadi

Setiap daerah memiliki keunikan dalam merayakannya, di dusun Jaten, biasanya warga akan memasangkan ketupat di atas pintu-pintu rumah. Menurut Munawaroh warga sekitar, hal itu sebagai bentuk penghormatan leluhur anak kecil dari keluarga yang sudah meninggal, seperti yang dijelaskan beliau "iki maksude gae sajen leluhur bocah cilik seng wes meninggal."

Tradisi ini sebenarnya mempunyai makna seperti mengucap syukur khususnya kepada Allah SWT, karena pada tahun ini kita bisa kembali menyambut Ramadhan dan Idul Fitri yang merupakan bulan-bulan bahagia bagi umat Islam. Apapun bentuk tradisionalnya, kami orang Jawa mempunyai kewajiban untuk melindunginya.

Seperti kata pepatah, "Wong Jawa sing ilang Jawane" jangan sampai membuat kita menjadi orang Jawa tapi kehilangan cita rasa kejawaannya. Boleh saja asalkan tidak melanggar keyakinan agama. Selain itu, tradisi ini tidak hanya sebagai pelestarian budaya, namun juga sebagai sarana silaturahmi antar warga sekitar.

Sumber:
Wawancara, 7 April 2025.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun