Mohon tunggu...
Dwi Chandra
Dwi Chandra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dua Konsep yang Mungkin Kita Gunakan pada Pilkada Lalu

19 Desember 2015   05:05 Diperbarui: 30 Desember 2015   12:01 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

     Tepat sepuluh hari yang lalu bangsa ini melaksanakan penyelenggarangaan pesta akbar yang di beri nama PILKADA serentak. Disebut PILKADA serentak karena dilaksanakanya pemilihan kepala daerah pada waktu bersamaan di banyak daerah. Dengan jumlah calon kepala daerah mencapai ribuan pasang, dan jutaan pemilih yang memiliki hak suara. Diadakanya pemilu seringkali memunculkan calon-calon yang baru yang membawa banyak visi-misi yang beragam, mulai dari visi-misi pembangunan, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Dengan banyanya visi-mis  yang dibawa oleh masing-masing calon, seringkali membuat masyarakat Indonesia malas untuk memperhatikan visi-misi tersebut. Masyarakat Indonesia lebih suka dengan pengambilan keputusan menggunakan jalan pintas dalam memilih pasangan calon kepala daerahnya. Model pengambilan keputusan menggunakan jalan pintas dalam teori psikologi politik disebut sebagai Heuristis

     Heuritis adalah sebuah proses pengambilan keputusan menggunakan pola-pola sederhana untuk membuat sebuah keputusan. Ada beberapa jalan pintas (heuristis) yang sering digunakan oleh masyarakat Indonesia, Pertama  Heuristis rujukan afek, yaitu ketika seseorang memberikan suara merke kepada seseorang yang akrab bagi mereka dan sangat mereka hormati; kedua, Heuristis persetujuan, yaitu pemberian suara berdasarkan referensi dari orang yang dipercaya oleh orang tersebut, contohnya tokoh agama, tokoh adat, kepala kelompok dll; ketiga, Heuristis keakraban, pemberian suara kepada pesaing  yang dianggap kurang akrab dengan pasangan kandidat penantang, misal kita memilih pasangan B karena kita tidak akrab/pernah memiliki masalah dengan pasangan A; Keempat,  Heuristis kebiasaan, yaitu pemberian suara dengan cara yang sama pada pemilihan terakhir, misal kita memilih pasangan A karena pada pemilu sebelumnya kita memilih A; kelima, Heuristis kemungkinan berhasil, yaitu pemilihan kandidat berdasarkan kemungkinan pasangan menang. Namun tidak sedikit masyarakat Indonesia menghindari penggunaan jalan pintas dalam memberika pilihan. Yaitu dengan menggunakan pola yang lebih rumit yang disebut dengan Skema. Skema adalah pengambilan keputusan menggunakan konsep-konsep yang berasal dari peta kognitif yang dimiliki oleh pemilih. Dengan kata lain pemilih berusaha untuk menggabungkan informasi-informasi yang baru dengan informasi-informasi yang sudah ia miliki. Contohnya kita sudah memiliki peta kognitif tentang kandidat A sebelum diberitahukan apa Visi-misi yang kandidat A bawa, setelah A mengungkapkan visi-misinya kita mencocokkan dengan peta kognitif yang kita miliki, setelah itu kita menggabung kan informasi-informasi tersebut untuk memantapkan diri kita untuk mengambil sebuah keputusan.

     Dari kedua konsep tersebut mana yang rekan-rekan gunakan pada saat pemilihan kepala daerah sepuluh hari yang lalu. Apakah Heuristis, atau Skema ? semua ada plus minusnya, terkadang kita menggunakan heuristis diakibatkan perasaan pesimis kita terhadap realisasi Visi-misi yang mereka bawa. Atau menggunakan Skema karena kita menggunakan Visi-misi mereka sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan kita sepuluh hari yang lalu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun