Pemerintahan Presiden Prabowo telah mengambil langkah-langkah efisiensi anggaran. Penghematan sekitar Rp 300 triliun dari APBN diperoleh pada berbagai pos pengeluaran, seperti perjalanan dinas, termasuk acara seremonial. Selanjutnya, Presiden menekankan bahwa efisiensi ini tidak boleh mengganggu program-program penting, tapi mengurangi kegiatan yang kurang penting. Lebih lanjut Menkeu, Sri Mulyani menyebut efisiensi ini tidak boleh mengganggu program-program yang melayani masyarakat.
Menyimak gencarnya upaya efisiensi ini, perhatian tertuju pada pidato Presiden Prabowo. Pada satu kesempatan, penulis sempat dibuat mesem sendiri saat melihat Presiden menyebut beberapa kegiatan yang dianggap kurang penting dengan gestur ngece. Bahkan kemudian potongan video pidato itu beredar di berbagai media sosial. Sekilas hal itu tampak sebagai lelucon, meski sesungguhnya ini adalah tamparan bagi penyelenggara negara pembuat program dan penentu kebijakan penganggaran.
Betapa tidak, anggaran negara yang seharusnya diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat, ternyata dimain-mainkan, dihamburkan, diboroskan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak penting. Sungguh celaka mereka bila membiarkan hal tersbut terus berlangsung, bukan saja tidak amanah, tapi juga khianat terhadap sumpah jabatannya dan masyarakat yang mempercayakan uangnya pada negara untuk dikelola dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan.
Efisiensi atau Stop Pemborosan
Memperhatikan poin-poin yang disampaikan Presiden dan Menkeu di atas, menurut hemat penulis, sebenarnya yang terjadi bukan sekadar efisiensi, namun seharusnya lebih sebagai upaya menyetop pemborosan. Selain sebagai upaya pemerintah memperbaiki operasional program dan anggaran. Seperti dinyatakan, ternyata banyak anggaran negara yang selama ini dipakai untuk kegiatan yang tidak penting, juga banyak program yang tidak secara langsung untuk melayani masyarakat. Sungguh ini ironis bila dibiarkan terus berlangsung.
Langkah efisiensi yang dipicu oleh agenda besar untuk memenuhi janji kampanye, yaitu makan siang gratis ini, harusnya dapat menjadi pemantik bagi perubahan tata kelola anggaran negara.
Terkait dengan itu, menarik untuk menyimak pandangan Wahyudi Kumorotomo, profesor UGM. Menurutnya, "Penghematan biaya operasional dan peningkatan efisiensi anggaran adalah tantangan besar bagi pemerintah, terutama dalam menghadapi kebutuhan yang terus meningkat dan sumber pendapatan yang menurun. Pemerintah harus memiliki tekad yang kuat dan inisiatif untuk mengurangi pemborosan dan meningkatkan alokasi anggaran yang efektif."
Sejalan dengan pandangan Prof. Wahyudi, pemerintah sudah saatnya menyetop pemborosan dan mengefektifkan alokasi anggaran agar memberi manfaat maksimal bagi masyarakat. Pemborosan, dalam tataran apa pun tidak dapat dibenarkan. Bahkan di dalam agama Islam juga menyoroti perilaku pemborosan sebagai teman syaitan.
Efisiensi dalam pemerintahan adalah kunci untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif. Termasuk tekad untuk membangun budaya fiskal baru yang lebih mengedepankan kesejahteraan rakyat.
Menyorot Langkah Efisiensi