Namun, Murti Yuliastuti dalam bukunya yang ia beri judul '2U (URIP iku URUP) Sebuah ReHat (Refleksi Hati)', terbit 2013, membebankan makna 'urub' dan 'urup' sebagaimana dideskripsikan pada KBJI pada diksi 'urup'. Â Diksi 'urup' ini setia ia gunakan di sepanjang celoteh-celoteh lincah dalam bukunya setebal 121 halaman ini. Kata 'urub' dan 'urup' yang masuk pada kategori homofon, disikapinya 'urup' sebagai polisemi. Â Â
Sampai di sini, kita semakin sadar bahwa sesungguhnya pilihan penggunaan quotes dengan rangkaian aksara 'urip iku urub' adalah lebih tepat dan cermat jika yang dimaksud padanan bahasa Indonesianya 'hidup itu nyala'. Khalayak pun merdeka menurunkan 'urip iku urub' menjadi 'urip iku murub' (hidup itu menyala). Begitu pun menurunkannya menjadi 'urip iku ngurubake' (hidup itu menyalakan atau menghidupkan), juga sah. Bahkan mengembangkannya menjadi 'urip iku urub-urub' (hidup itu ibarat menjadi bahan yang dapat dinyalakan), pun dapat diterima oleh nalar yang merdeka.
Penghindaran penggunaan 'urup' dalam rangkaian kata 'urip iku urup' adalah arif jika yang dimaksud adalah 'hidup itu nyala'. Apabila kita masih suka menggunakan 'urip iku urup', hakikinya yang kita ungkap adalah 'hidup itu sama harganya', 'hidup itu sama nilainya', 'hidup itu dinilai sama', 'hidup itu tukar-menukar'. Bahkan makna 'urip iku urup' bisa jadi adalah 'hidup itu laksana aksara Arab'.
Bumi Kabede, Gresik, 11 Oktober 2023 16:16
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H