Mohon tunggu...
Chaerunnisa
Chaerunnisa Mohon Tunggu... Mahasiswi

Seorang mahasiswi analisis kimia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengenal Lebih Dekat dengan Profesi Analisis Kimia

1 Oktober 2025   00:21 Diperbarui: 1 Oktober 2025   00:26 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pernahkah kalian membayangkan bahwa produk-produk yang ada di supermarket itu telah melalui berapa kali proses trial and error sehingga bisa sampai ke tangan kalian? Produk pangan, keperluan rumah tangga, pertanian, kesehatan, farmasi, bahkan produk-produk penunjang kehidupan sehari-hari yang biasa kita gunakan adalah hasil dari jerih payah penelitian orang-orang yang ada dibalik layar. Mulai dari air minum kemasan yang kita minum, obat yang kita konsumsi, skincare yang kita pakai, sampai alat penunjang kegiatan sehari-hari seperti bensin yang digunakan pada kendaraan, semuanya merupakan produk yang dihasilkan dari orang-orang yang jarang sekali mendapatkan spotlight. Nah, siapa sih orang yang ada di balik layar itu?

Faktanya, semua hal yang terlihat "biasa" tersebut lahir dari tangan para analis kimia yang berperan dalam setiap proses baik dari hulu maupun ke hilir untuk menciptakan suatu produk sehingga bisa sampai dengan baik ke tangan para konsumen. Mulai dari pengecekan kandungan senyawa organik maupun anorganik pada setiap bahan baku serta analisis kandungan senyawa tertentu yang terdapat dalam suatu produk jadi. Contohnya adalah pada makanan ringan dengan klaim nilai gizi dan komposisi yang ada pada kemasan produknya. Dari mana kita tahu kalau komponen yang ada di dalamnya sesuai dengan klaim? Bahkan sampai ada nilai persentase yang memperlihatkan bahwa komposisi yang ada didalamnya dihitung dengan sangat teliti. Analisis kimia berperan penting untuk menguji apakah benar produk tersebut sesuai dengan klaim yang diberikan dan apakah produk tersebut aman dan layak diproduksi secara massal pada khalayak umum.

Contoh lainnya adalah ada pada formulasi skincare yang kita gunakan sehari-hari. Di zaman sekarang ini, hampir semua orang sudah lebih paham terhadap apa yang mereka butuhkan untuk merawat diri. Kita tentu memiliki beragam jenis kulit dan setiap jenis kulit membutuhkan perawatan khusus sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Formulasi-formulasi dari produk skincare yang dibuat harus sesuai dengan klaim yang berlaku tanpa melebih-lebihkan kandungan zat aktif yang terkandung didalamnya. Demi kenyamanan konsumen dan produsen, diperlukan langkah untuk menjaga kualitas produk untuk tetap konsisten dan jujur terhadap klaim zat aktif tersebut. Peran analis disini adalah untuk melakukan kontrol terhadap mutu produk, dan memutuskan apakah produk tersebut layak dipasarkan atau tidak.

Program studi analisis kimia merupakan salah satu program studi di bidang vokasi yang dirancang khusus untuk meningkatkan hard skill berbarengan dengan soft skill sebagai bekal untuk siap kerja di berbagai industri. Susanto et al. (2025) memaparkan bahwa Institute for Management Development (IMD) mengungkapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura, bahkan menempati peringkat ke-47 dari 63 negara. Kondisi ini menunjukkan bahwa dominasi pendidikan akademik saja tidak cukup untuk menjawab kebutuhan pasar kerja yang semakin kompetitif, apalagi di era Revolusi Industri 4.0 yang menuntut kecepatan, ketepatan, serta keterampilan praktis. Disinilah pendidikan vokasi, termasuk program studi analisis kimia, karena berdasarkan penelitian Utomo (2021), pendidikan vokasi merupakan elemen penting dalam sistem pendidikan nasional yang memiliki peran strategis dalam mencetak sumber daya manusia dan tenaga kerja berkualitas, sekaligus berkontribusi secara aktif terhadap kebutuhan dunia usaha dan industri.

Tapi apakah seorang analis kimia hanya bisa melakukan quality control (QC) dan berperan sebagai daily checker saja? Tentu tidak! Fakta lain dari profesi analis kimia adalah tentang bagaimana critical thinking terhadap sesuatu itu tumbuh selama berada di jenjang pendidikan. Di dunia perkuliahan, mungkin orang hanya akan beranggapan bahwa kegiatannya hanya sekedar praktikum dan menyusun laporan. Kenyataannya, di program studi analisis kimia semua orang dituntut untuk berpikir kritis dalam menyelesaikan suatu masalah. Jadi, lulusan analisis kimia justru punya peluang kerja yang jauh lebih luas. Mereka bisa terjun ke berbagai lini industri sebagai research and development (R&D) yang meneliti dan merancang formula baru untuk pangan, kosmetik, farmasi, hingga ilmu material. Ada pula yang bekerja di bidang lingkungan untuk memastikan udara yang kita hirup dan air yang kita minum terbebas dari polutan berbahaya. Prospek kerja seorang analis kimia dapat dikatakan sangat luas karena fleksibel di berbagai sektor.

Analis kimia akan selalu ada dibalik setiap sektor industri. Di era digitalisasi ini, sudah banyak pekerjaan yang diambil alih oleh AI (artificial intelligence). Tenaga kerja manusia perlahan berkurang dan tergantikan. Akan tetapi, seorang analis kimia akan tetap dibutuhkan sampai kapanpun karena menurut Imtikhani et al. (2025), pendidikan yang berfokus pada bidang STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika) serta penguasaan literasi digital merupakan landasan utama dalam membentuk tenaga kerja yang siap dan adaptif menghadapi era kecerdasan buatan. AI dapat mengolah data dalam hitungan detik, akan tetapi ia tidak memiliki intuisi ilmiah saat menghadapi hasil eksperimen yang janggal, tidak bisa mengambil keputusan etis ketika menyangkut keamanan publik, dan tidak memiliki sensitivitas inderawi, contohnya seperti perubahan warna atau bau samar yang terkadang menjadi suatu tanda penting saat melakukan penelitian. AI atau robot memang bisa mengulang prosedur seribu kali tanpa lelah, tetapi hanya seorang analis yang mampu menyesuaikan metode ketika kondisi lapangan tidak ideal, dan melakukan improvisasi saat terjadi hasil anomali di luar prediksi. Inilah alasan mengapa analisis kimia tidak bisa diduplikasi oleh algoritma semata.

Lucunya, profesi sekaligus program studi analisis kimia masih sering dianggap asing oleh sebagian orang, bahkan kadang disepelekan. Ada yang takut masuk karena membayangkan hidupnya akan terjebak di lab selamanya, ada juga yang sama sekali tidak tahu jika prospek kerjanya justru sangat luas. Ironisnya, stigma "hanya bisa jadi QC" atau "untuk apa bisa bikin bom" masih sering melekat di kepala setiap orang. Padahal faktanya, lulusan jurusan analisis kimia bisa masuk ke banyak sektor industri besar. Bahkan hal sepele seperti sampling atau aktivitas mengumpulkan sampel di lapangan juga terkadang dibayar dengan upah yang sangat besar. Profesi ini sama sekali tidak monoton, justru fleksibel dan akan terus relevan di mana-mana, karena pada akhirnya dunia tetap butuh para analis kimia untuk tetap berjalan, meski tidak semua orang sadar siapa yang bekerja di balik layar.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Imtikhani N, Nugroho A, Farina T. 2025. Pengaruh artificial intelligence dalam menggantikan peran manusia di dunia kerja ditinjau dari peraturan pemerintah no 33 tahun 2013 tentang perluasan kesempatan kerja. Jurnal Sosial dan Teknologi. 5(5):1475-1496.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun