Mohon tunggu...
Chaerol Riezal
Chaerol Riezal Mohon Tunggu... Sejarawan - Chaerol Riezal

Lulusan Program Studi Pendidikan Sejarah (S1) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Program Studi Magister Pendidikan Sejarah (S2) Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan saat ini sedang menempuh Program Studi Doktor Pendidikan Sejarah (S3) Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang hobinya membaca, menulis, mempelajari berbagai sejarah, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan isu-isu terkini. Miliki blog pribadi; http://chaerolriezal.blogspot.co.id/. Bisa dihubungi lewat email: chaerolriezal@gmail.com atau sosial media.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menggambarkan Hermanu Dalam Tiga Kata Menurut Mahasiswanya

11 April 2017   19:01 Diperbarui: 11 April 2017   19:25 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Chaerol Riezal*

Terus terang, judul tulisan diatas saya dapatkan ketika sedang menengak secangkir kopi di sebuah angkringan dekat Rumah Duka China atau tak jauh dari Rumah Sakit Moewardi. Anda tahu, pada saat saya sedang menikmati secangkir kopi, tiba-tiba ingatan saya melayang ke sebuah pernyataan dari Prof. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd. Ya benar, malam itu pikiran saya dihantui oleh apa yang disampaikan Prof. Hermanu di ruangan kelas. Ia mengatakan bahwa tujuan pembelajaran sejarah telah diambil alih oleh PKN, sehingga roh sejarah seakan hilang. Pernyataan itu pula yang membuat saya merenung dan memikirkan hal itu.

Saya terus memikirkan tentang itu, bahkan sampai terngiang-ngiang dalam pikiran saya. Kopi buatan Mbak Tina pun terasa tidak panas lagi. Tetapi pada saat bersamaan, saya mencoba untuk tidak memikirkannya lagi dan seraya berharap agar masalah itu dapat dipecahkan suatu pada hari nanti. Karenanya, untuk alasan itulah, masalah tersebut telah saya parkirkan untuk sementara waktu. Sebab malam itu tidak ada teman untuk bisa saya ajak diskusi, karena saat itu saya mencicipi kopi sendirian.

Pada malam itu juga, pikiran saya dipenuhi oleh beberapa soal. Pertama, terlintas dalam ingatan saya tentang apa yang disampaikan oleh Hermanu soal tujuan pembelajaran sejarah disekolah telah dicaplok oleh mata pelajaran lain. Kedua, timbul niat dalam hati untuk menuliskan hal tersebut. Dan ketiga, bersamaan itu juga terlintas dalam ingatan saya wajah Prof. Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd.

Semuanya bercampur aduk. Timbul dan tanggelam dalam renungan saya. Memang benar, bahwa tujuan pembelajaran sejarah telah dicaplok oleh, salah satunya adalah mata pelajaran PKN. Anda tahu, PKN bukanlah sebuah disiplin ilmu. Sementara sejarah adalah salah satu disiplin ilmu yang mengkaji bebagai peristiwa masa lalu yang berkaitan erat dengan manusia (termasuk dalam hal karakter manusia dan ideologi). Karenanya, tujuan pembelajaran tentang pembentukan karakter berbangsa dan bernegara telah diambil oleh PKN. Sebaliknya, untuk mata pelajaran sejarah, tentu Anda bisa menarik kesimpulannya sendiri.

Saya ingin menggaris bawahi ya, pernyataan diatas tadi bukanlah untuk menghina apalagi merendahkan PKN. Tetapi menjadi ini persoalan lain, yaitu menyangkut masalah arah tujuan pembelajaran setiap mata pelajaran sehingga tidak saling mendahului atau mengambil yang bukan haknya. Tetapi, sepertinya kita bisa berdamai untuk mendiskusikannya lebih jauh lagi. Tentu saja.

Saya terbangun dari lamunan, dan tiba-tiba saja saya menengok ke arah langit. Di atas langit sana, saya melihat ada empat bintang yang sedang berkedip-kedip. Diantara empat bintang itu, ada satu bintang yang bersinar melebihi bintang lainnya. Lalu apa yang saya bayangkan ketika melihat bintang di atas langit itu? Saya membayangkan wajah Hermanu. Ya, saya terbayang wajah Hermanu. Saya kembali tersentak dari lamunan. Kopi yang saya nikmati tadi sudah habis, namun telah digantikan oleh es jeruk.

Berangkat dari lamunan dan empat bintang tersebut, ada wacana dalam batin saya sendiri. Muncul kemelut dari pikiran tadi: Mengapa tidak, fatamorgana untuk menuliskan Hermanu dalam tiga kata, sedang berpendar-pendar dipikiran saya? Tiba-tiba saja, saya pun tersenyum sendiri. Tetapi saya tidak tahu, mengapa saya tersenyum dengan sendirinya. Mungkin karena saya terbayang wajah Hermanu saat menatap empat bintang itu.

Sementara kegelisahan yang saya alami, atas apa yang disampaikan oleh Hermanu di ruang kelas tentang dicaploknya tujuan pembelajaran sejarah, telah saya parkirkan untuk sementara waktu.

***

Menggambarkan Hermanu dalam tiga kata, itu yang terlitas dalam benak saya. Tetapi tunggu dulu, Anda jangan salah mengartikannya. Menggambarkan Hermanu dalam tiga kata, tidak berarti untuk meremehkan Hermanu. Sebab, asumsi saya adalah: untuk menggambarkan Hermanu seutuhnya (dalam artian lewat kata-kata atau buku), maka perlu diadakan sebuah penelitian agar dapat membuncahkan rasa penasaran. Tentu saja, hal itu menjadi sebuah tugas bagi sejarawan untuk menuliskan perjalanan hidup seorang sejarawan dikemudian hari nanti (terutama bagi sejarawan muda apalagi anak didiknya).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun