Mohon tunggu...
Christian Evan Chandra
Christian Evan Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Analis aktuaria - narablog

Memiliki kegemaran seputar dunia kuliner, pariwisata, teknologi, motorsport, dan kepenulisan. Saat ini menulis di Kompasiana, Mojok, dan officialcevanideas.wordpress.com. IG: @cevan_321 / Twitter: @official_cevan / Email: cevan7005@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Antara Dokter, Guru, Tukang Parkir, dan Darurat Pola Pikir Kita Soal Pendidikan

25 Februari 2019   18:22 Diperbarui: 25 Februari 2019   18:28 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Beberapa waktu lalu, kita disuguhkan berita dari kedua capres tentang dunia pendidikan. Dari kubu 01, ada Pak Jokowi yang tak percaya jika ada guru yang dibayar Rp300 ribu per bulan, tetapi pada kenyataannya realitas tersebut memang terjadi bahkan ada yang dibayar lebih rendah lagi dan besarannya pun tak cukup untuk makan sehari-hari apalagi untuk mendanai kebutuhan keluarga. Dari kubu 02, ada Pak Prabowo dengan pernyataan kontroversialnya tentang pendapatan tukang parkir yang melebihi dokter yang kemudian direspon oleh Ikatan Dokter Indonesia bahwa memang banyak dokter umum berpendapatan pas-pasan.

Tak sampai di situ, tayangan salah satu program berita menunjukkan keberadaan SDN di daerah, kalau tak salah di Sidomukti, tanpa adanya kepala sekolah dan gurunya pun kurang sehingga pembelajaran dua tingkat digabung begitu saja.

Melihat kondisi seperti ini, banyak orang mulai berpikir untuk apa berusaha memeroleh pendidikan terbaik dan mengabdikan diri menjadi pendidik terbaik. Guru bobrok, sekolah bobrok, lulus pun kalah sejahtera dari mereka yang tak berpendidikan. Lalu?

Apa kabar dengan guru yang baik dan berdedikasi? Bagaimana pandangan dan permintaan masyarakat?

Saya prihatin dengan nasib mereka, para pahlawan tanpa tanda jasa yang berjuang sekuat tenaga melakukan transfer ilmu kepada muridnya. Tak sampai di situ, mereka juga berusaha menjalin relasi yang dekat dan bersahabat dengan para muridnya sehingga bisa membentuk kepribadian mereka menjadi generasi penerus bangsa yang bisa diandalkan, tentunya jika mereka benar-benar bekerja dengan sepenuh hati dan jiwa. Terkait kisah ini, saya jadi ingat cerita seorang ibu-ibu yang duduk di sebelah saya, entah di KRL atau bus TransJakarta sekitar dua bulan lalu.

Sore itu, saya membawa setumpuk pekerjaan untuk diselesaikan sepanjang perjalanan mumpung kondisi terbilang sepi dan semua penumpang bisa duduk dengan nyaman.

Sedang asyik-asyiknya menghitung, seorang anak menangis dan saya bertanya kepada ibunya apakah ada sesuatu yang salah dengan anak itu. Memandang saya dengan segala pekerjaan yang menurutnya "berat", beliau menganggap saya sebagai orang berpendidikan yang layak diajak curhat soal pendidikan.

Ada dua hal yang dibahas, yaitu pelaksanaan kurikulum 2013 yang disebutnya kurikulum tidak jelas (kurtilas) dan sekolah terbaik untuk anaknya kelak.

Namanya juga orang tua, tentu berusaha memperjuangkan anaknya supaya sukses dan ibu ini ingin sang anak kelak bisa menyusul langkah adiknya yang mendapatkan jabatan strategis di perusahaan elit di Jakarta berbekal ijazah Sarjana keluaran salah satu dari lima perguruan tinggi negeri terbaik di Nusantara.

Sang ibu tentu paham betul bahwa perjuangan untuk masuk ke sana tidaklah mudah, begitu juga dengan lika-liku melewati satu persatu mata kuliah yang ada sampai gelar pun di tangan. Salah satu komponen penting adalah kecukupan pengetahuan dan keterampilan dasar dari bangku sekolah. Masalahnya?

Kompetensi mumpuni membutuhkan kualitas pendidik yang mumpuni pula. Sayang, kurtilas justru mendudukkan guru sebatas sebagai fasilitator, bukan lagi pemberi ilmu. Tujuannya sih ingin membentuk pelajar yang aktif dan mandiri dengan posisi guru untuk mengarahkan, memperbaiki pemilikiran yang keliru, dan memberikan kesimpulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun