Mohon tunggu...
Dhahana Adi
Dhahana Adi Mohon Tunggu... wiraswasta -

Surabaya and movie enthusiast, vintage addict, founder and author of Surabaya Punya Cerita (http://ceritasby.com), urban local knowledge initiator of UNDK Petra also humanist

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenang Bubi Chen, Maestro Jazz Dunia Asal Surabaya

16 Februari 2013   04:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:15 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Siapa yang tak pernah mendengar musik jazz? Terlebih jazz sekarang tidak sekaku dulu...Jazz sekarang mampu berbicara lebih indah ketimbang di awal-awal ditemukannya. Terutama jazz di Indonesia kini banyak musisi muda yang menggelutinya, sebut saja mulai dari Andien hingga Maliq D'Essentials. Tentu saja itu tak bisa lepas dari nama Bubi Chen yang telah bersusah payah meramu musik yang dulunya eksklusif penyajiannya menjadi musik yang rancak dan adaptable di telinga dan ruang dengar masyarakat di Indonesia. Bahkan atas jasanya jazz Indonesia dapat berbicara banyak di dunia dan menjadikannya suatu fenomena musik yang sungguh luar biasa. Hari ini (16 Februari), 2012 lalu, sang maestro berpulang dan dunia pun menangis atas kepergiannya yang begitu cepat. Musisi santun kelahiran Surabaya ini pun layak dikenang dan diapresiasi sebagai salah seorang pahlawan musik Indonesia dan dunia.

Bubi Chen, lahir di Surabaya, 9 Februari 1938 adalah seorang pemusik jazz Indonesia. Saat berusia 5 tahun oleh ayahnya Tan Khing Hoo, Bubi diserahkan kepada Di Lucia, seorang pianis berkebangsaan Italia, untuk belajar piano. Saat itu Bubi belum bisa membaca apalagi memahami not balok. Meskipun begitu, Bubi Chen bisa mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh Di Lucia karena Bubi Chen sudah terbiasa melihat kakak-kakaknya, Jopie Chen dan Teddy Chen, saat sedang berlatih piano. Bubi Chen belajar pada Di Lucia hingga tahun kemerdekaan Indonesia.

Setelah itu, Bubi Chen mengikuti kursus piano klasik dengan pianis berkebangsaan Swiss bernama Yosef Bodmer. Suatu ketika Bubi Chen tertangkap basah oleh Yosef Bodmer ketika sedang memainkan sebuah aransemen jazz. Bukannya marah, Yosef Bodmer justru berucap, “Saya tahu jazz adalah duniamu yang sebenarnya. Oleh karena itu, perdalamlah musik itu”. Di umur 12 tahun, Bubi Chen sudah mampu mengaransemen karya-karya Beethoven, Chopin, dan Mozart ke dalam irama jazz. Bubi Chen menilai musik jazz memiliki kebebasan dalam menuangkan kreatifitas dibanding musik klasik dengan kaidah-kaidahnya sendiri. Beberapa waktu kemudian Bubi mulai mempelajari jazz secara otodidak. Ia mengikuti kursus tertulis pada Wesco School of Music, New York antara tahun 1955-1957. Salah seorang gurunya adalah Teddy Wilson, murid dari tokoh swing legendaris Benny Goodman.

Semasa di Surabaya, Bubi Chen membentuk sebuah grup bernama The Circle bersama Maryono (saksofon), F.X. Boy (bongo), Zainal (bass), Tri Wijayanto (gitar) dan Koes Syamsudin (drum). Bersama Jack Lesmana (ayah dari Indra Lesmana dan Mira Lesmana), Maryono, Kiboud Maulana, Benny Mustapha dan kakaknya Jopie Chen, ia juga tergabung dalam Indonesian All Stars. Kelompok Indonesian All Stars ini malah sempat berangkat dan tampil di Berlin Jazz Festival pada tahun 1967. Setelah itu mereka rekaman dan menelorkan album yang kini menjadi barang langka, "Djanger Bali". Album ini digarap bersama seorang klarinetis ternama asal Amerika Serikat, Tony Scott. Bubi Chen pernah membuat rekaman jazz bersama Nick Mamahit dan diproduseri Suyoso Karsono atau yang akrab dipanggil mas Yos.

Pada tahun 1959, bersama Jack Lesmana, ia membuat rekaman di Lokananta. Rekamannya yang bertitel Bubi Chen with Strings pernah disiarkan oleh Voice of Amerika dan dikupas oleh Willis Conover pada tahun 1960, seorang kritikus jazz ternama dari AS. Ia menyebut Bubi sebagai The Best Pianist of Asia (saat Bubi masih berusia 22 tahun). Bubi juga pernah membentuk "Chen Trio" bersama saudaranya Jopie dan Teddy Chen ditahun 1950-an. Di tahun yang sama ia juga bergabung dengan "Jack Lesmana Quartet" yang kemudian berganti menjadi Jack Lesmana Quintet. Menetap di Surabaya, Bubi Chen menularkan ilmu yang dimilikinya. Beberapa diantaranya cukup dikenal antara lain Abadi Soesman, Hendra Wijaya, Vera Soeng dan Widya Kristianti. Pada tahun 1963, Bubi menikah dengan Anne Chiang di Surabaya, dan dari hasil pernikahannya Bubi dikaruniai empat anak.

Pada tahun 1967,bersama Indonesia All Stars, yang beranggotakan Jack Lesmana, Maryono, Kiboud Maulana, Benny Mustapha dan kakaknya Jopie Chen, dibawa Tony Scott, seorang peniup klarinet yang tertarik dengan bakat besar Bubi, untuk unjuk kebisaan di Berlin Jazz Festival. Dari sinilah, pujian ditujukan kepada Bubi, dan ajakan tawaran masuk dapur rekaman akhirnya menghasilkan album legendaris berjudul, Djanger Bali. Di album ini, sepenceritaan Denny Sakrie, salah seorang pengamat musik, mengatakan bahwa sejumlah komposisi seperti "Ilir-Ilir", dan nomor standar "Summertime", yang dibawakan dengan warna Sunda dan Jawa, makin menghangatkan nama Bubi. "Jadi jauh sebelum para musisi jazz masa kini melakukan eksplorasi musikal, Om Bubi telah melakukan itu."

Pada pertengahan tahun 1976, Bubi merilis rekamannya yang berjudul Kau dan Aku, bersama Jack Lesmana, Benny Likumahuwa, Hasan, dan Embong Rahardjo. Selain itu, ada dua buah rekaman lain yang eksotik, berupa eksperimen jazz dengan beat reog. Sedangkan pada tahun 1984, bersama pemain-pemain jazz seperti John Heard, Albert Heath, dan Paul Langosh, ia membuat rekaman di Amerika dan diedarkan di Indonesia. Rekaman itu diberi judul Bubi di Amerika. Bubi Chen telah merilis banyak album, beberapa diantaranya: Bubi Chen And His Fabulous 5 , Mengapa Kau Menagis, Mr.Jazz, Pop Jazz, Bubi Chen Plays Soft and Easy, Kedamaian (1989), Bubi Chen and his friends (1990), Bubi Chen - Virtuoso (1995), Jazz The Two Of Us (1996), All I Am (1997) dan banyak lagi.

Atau komentar musisi Iskandarsyah Siregar, saat bermain bersama di event Java Jazz mengatakan bahwa sepertinya Buby sulit memisahkan napas dengan musiknya. Karyanya diluar negeri. Misalnya, radio KFAI 90.3 FM di Minneapolis, KUSP 88.9 FM Santa Cruz, di California Amerika Serikat yang menyiarkan nomor dari Bubi Chen dalam acara Global Beat. Atas segala karyanya, Bubi Chen dapat dikatakan juga sebagai warisan dunia, bukan hanya Indonesia. Selain karena juga dia mempunyai kelenturan dalam berkolaborasi dengan seniman musik siapa saja.

Bahkan pada tahun 1988, Bubi mau dan senang hati mengisi piano dalam salah satu single di album milik Mus Mujiono yang berjudul Arti Kehidupan. Setahun kemudian, pada 1989 di album Kedamaian, dia bekerja sama secara musikal dengan tiga seniman karawitan. Dengan komposisi dua pemusik kecapi, satu seniman seruling dan Bubi sendiri memainkan piano. Pada album Kedamaian ini, beberapa tahun kemudian apa yang dilakukan Bubi kemudian dikenal dengan istilah ethnic jazz. Tak ketinggalan pada tahun 2005, Piyu "Padi" pada singgel berjudul "Elok" yang termaktub di album Padi juga melibatkan Bubi. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Bubi bekerja sama secara musikal dengan siapa saja, menunjukkan dia welcome dengan siapa pun. Tanpa harus menghilangkan kejatidiriannya.

Pada tahun 2004, Bubi Chen menerima penghargaan Satya Lencana pengabdian seni dari mantan presiden Megawati. Setahun kemudian, pada tahun 2005, Peter F. Gontha pada gelaran Java Jazz Festival yang pertama memberikan penghargaan sebagai musisi Jazz Living Legend kepada Bubi Chen. Bubi Chen juga mendapatkan Life Achievement Award dari gubernur Jawa Timur karena dinilai telah memperkenalkan Surabaya ke dunia internasional melalui musik jazz. Penghargaan tersebut diberikan pada gelaran Wismilak The Legend of Jazz yang diadakan pada awal tahun 2010. Dan, akhirnya, manusia dengan segala kiprahnya, tak ada yang abadi. Tuhan memanggilnya pada bulan penuh kasih sayang, tepat seminggu setelah dirinya bertambah usia. Pada tanggal 16 Februari 2012, Bubi Chen meninggal dunia pada usia 74 tahun di Rumah Sakit Telogorejo, Semarang setelah cukup lama mengidap penyakit diabetes melitus. Bubi Chen dimakamkan di kota kelahirannya, Surabaya.

Sungguh menarik bukan kisah musisi satu ini?? Semoga perjalanan hidup dan karirnya dalam bermusik bisa menjadi inspirasi untuk kita semua dalam berkarya menjalani hidup ini. Memberi arti bukan sekadar sensasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun