Mohon tunggu...
Lintang
Lintang Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang Kompasianer yang masih belajar menulis. Gemar jalan-jalan, membaca, makan enak dan nonton film. Penghindar konflik tapi kalau harus berhadapan juga akan diselesaikan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. 😜 Suka dengan kutipan berikut ini karena masih berjuang melawan diri sendiri yang kebanyakan impian. ☺ "The most excellent jihad (struggle) is that for the conquest of self.” ~ prophet Muhammad

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nulis Lagi karena Jokowi

17 Desember 2015   16:09 Diperbarui: 18 Desember 2015   10:24 976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="Mendapat undangan resmi dari Setneg yang dibagikan admin sebelum menuju Istana Negara"][/caption]

Sudah lama saya tidak menulis di Kompasiana. Terakhir kali menulis yaitu pada bulan Oktober tahun 2012 lalu, jadi tehitung sudah tiga tahun lebih saya tidak log in untuk menulis di blog keroyokan ternama ini. Namun demikian saya tetap menjaga pertemanan dengan beberapa admin dan kompasianer lainnya melalui Facebook dan masih intens berhubungan dengan saling menyapa dan berkomentar termasuk menanggapi tulisan-tulisan mereka di Kompasiana yang lampiran artikelnya disertakan di status Facebook terbaru mereka. 

Menjadi salah satu yang diundang pada acara makan siang bersama presiden RI di istana kepresidenan tentu saja menyenangkan buat saya namun seperti yang sudah saya duga, akan ada beberapa kompasianer yang tidak puas dan bersuara miring terutama mereka yang merasa lebih baik dari para kompasianer yang dipilih oleh admin. Saya sengaja menahan diri untuk tidak langsung menuliskan pengalaman saya karena ingin menjaga perasaan mereka yang masih belum bisa menerima mengapa tidak dipilih namun setelah dua admin Kompasiana, mas Isjet dan kang Pepih secara khusus menulis dan menjelaskan kronologis acara tersebut juga kriteria kompasianer yang dipilih mereka, maka saya merasa ringan untuk berbagi cerita di sini. 

Pertama kali dihubungi via WA untuk acara makan siang bersama RI1 di istana negara ini, saya hanya meresponnya dengan mengirim tiga smiley icon menangis. Saya sedih, tidak bisa ikut karena saya dan keluarga berencana akan merayakan ulang tahun ibu mertua dengan makan siang bersama di Puncak pada hari yang sama, tgl 12 Desember tersebut. Namun saya tetap memberitahu suami tentang undangan makan siang itu sambil bertanya apakah mungkin acara makan siang di Puncak diundur keesokan harinya. Dia tidak menjawab pasti namun hanya mengingatkan saya, kalau pada hari berikutnya dia sudah memiliki janji bermain golf bersama teman-teman kantornya.

Anak saya yang berumur 6 tahun ketika mendengar saya mendapat undangan tersebut malah lebih heboh dari saya sendiri. Dia ikut membantu saya berbicara dengan ayahnya bahkan memberi pilihan baru yaitu bagaimana kalau acara ke Puncak diundur minggu depan saja. Suami saya akhirnya berjanji akan menghubungi ibunya untuk menanyakan usulan itu.

Pucuk dicinta ulam tiba. Sebelum suami saya menghubungi, ibu mertua sudah menghubungi saya via LINE meminta pengertian saya kalau perayaan ulang tahunnya sebaiknya ditunda karena beliau memprioritaskan kerabat yang baru melahirkan di Bogor. Beliau ingin menjenguknya karena sudah berapa hari di RS tapi belum sekali pun sempat menjenguk. Tentu saja saya senang namun saya tetap memberitahu kalau acaranya tidak bisa ditunda menjadi keesokan harinya karena suami sudah ada acara dengan kantornya. Di luar dugaan beliau malah menyarankan minggu depan saja.

Syukurlah, masalah tumpang tindih jadwal itu bisa terselesaikan. Saya segera menghubungi mas Isjet untuk menyatakan kesediaan. Namun ada lagi kendala berikutnya yaitu saran untuk mengenakan batik bagi para undangan di acara tersebut. Widiiiih...

Setelah memeriksa lemari, ternyata baju-baju batik saya semuanya masih berupa dress di atas lutut dan atasan lengan pendek sementara sudah setahun ini saya berhijab. Akhirnya saya meminta izin kepada anak saya sepulangnya dari sekolah kalau saya tidak bisa menemaninya les menari di sore hari karena saya harus menyiapkan baju batik. Saya juga memberitahu akan menitipkan dia kepada ibu dari salah satu temannya menari yang berbaik hati mau menjaganya hingga saya menjemputnya nanti.

Jangan salah lho ya, kelihatannya ini memang mudah namun membujuk anak umur 6 tahun yang sedang kesal karena mengira dia akan diajak bertemu pak Jokowi, presidennya ternyata tidak itu bukan perkara mudah lho. Setelah berdebat cukup lama, akhirnya dia luluh juga dan berjanji akan bersikap sopan di rumah temannya selama saya titipkan.

Suami saya tidak hentinya meledek upaya saya untuk menyiapkan baju batik sampai sempat kehujanan dalam perjalanan pulang menjemput kami di rumah tempat saya menitipkan anak. Nantinya dia semakin “puas dan bahagia” menggoda saya setelah membaca dress code batik itu ternyata hanya untuk pria sementara untuk wanita cukup bebas rapi di undangan tertulis dari Setneg yang saya dapatkan kemudian dari admin. Di dalam mobil itu, saya hanya bisa membatin “Tunggu pembalasanku' sembari mesem-mesem tidak berdaya diledekin ayah dan anak yang ikut tertawa melihat saya tidak bisa membalas ledekan ayahnya seperti biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun