Mohon tunggu...
Catur Nurrochman Oktavian
Catur Nurrochman Oktavian Mohon Tunggu... Guru - guru mata pelajaran IPS di Salah satu SMP Negeri. suka menulis, dan sudah menghasilkan beberapa buku tentang pendidikan IPS

guru mata pelajaran IPS di Salah satu SMP Negeri. suka menulis, dan sudah menghasilkan beberapa buku tentang pendidikan IPS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Maaf Memaafkan

18 Agustus 2018   22:25 Diperbarui: 18 Agustus 2018   22:30 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Empat huruf yang membentuk kata di atas sekilas sederhana. Padahal maknanya tidak sederhana kata itu. Empat huruf inilah yang sebelum dan sesudah Ramadhan menjadi kata yang diburu untuk diucapkan. Kata yang paling banyak diucapkan dalam berbagai kesempatan silaturahmi.

Kata maaf baik yang meminta dan memberikannya menunjukkan keluhuran budi manusia. Adanya maaf menjadi tanda manusia beradab. Meski kata ini menjadi ramai diumbar saat hari raya umat muslim, bukan berarti kata ini hanya dominasi milik umat tertentu.

Maaf itu universal. Tanpa melihat sekat agama, gender, budaya dan bangsa. Bahkan kata maaf ini tidak mengenal stratifikasi sosial di masyarakat. Kata ini dapat digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Ada kisah nyata berikut ini terkait kata maaf yang penulis dapatkan dari seorang pengajar tamu di salah satu Universitas di Korea Selatan. Alkisah di sebuah sekolah setingkat SMP di Korsel, seorang siswa melakukan pelanggaran terhadap siswa lain.

Perilaku tidak baik siswa tersebut tentu mendapatkan perhatian dari sang guru. Si guru pun memanggil orangtua siswa yang melanggar peraturan itu. Dan orangtua siswa tersebut pun datang ke sekolah.

Orangtua siswa itu ternyata pejabat setingkat wakil menteri pendidikan di Korsel. Apa yang dilakukan orangtua itu? Ternyata bukan membela diri atau minta diistimewakan sebagai seorang pejabat tinggi. Tetapi si pejabat itu meminta maaf kepada orangtua murid yang dilukai anaknya.

Kemudian meminta maaf kepada guru kelas itu dan meminta maaf kepada sekolah. Hal itu menunjukkan keluhuran budi pekerti dan karakter yang baik sebagai hasil pendidikan yang baik.

Ingatan saya lantas melanglang buana kepada kisah yang sama di tanah air tetapi berbeda menerapkan kata maaf.

Beberapa tahun lalu ada berita orangtua yang dipanggil ke sekolah karena anaknya melalukan pelanggaran. Tetapi bukannya minta maaf karena kesalahan yang dilakukan anaknya, si orangtua sibuk melakukan pembelaan diri dan tidak mau minta maaf mengakui kesalahan yang dilakukan anaknya. Bahkan menyerang guru dan sekolah dengan berbagai jurus mencari-cari kesalahan.

Alih-alih seperti pendekar mabuk yang sombong sibuk menghunuskan golok perangnya. Sibuk mengajari sekolah seperti mengajari ikan berenang.

Memang tidak mudah mengucapkan dan menerima maaf. Tetapi sungguh antara yang meminta maaf dan yang memberinya menunjukkan keluhuran dan ketinggian budi pekerti seseorang tanpa melihat sekat agama, gender, status sosial, atau bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun