Mohon tunggu...
Carlos Nemesis
Carlos Nemesis Mohon Tunggu... Insinyur - live curious

Penggiat Tata Kota, tertarik dengan topik permukiman, transportasi dan juga topik kontemporer seperti perkembangan Industry 4.0 terhadap kota. Mahir dalam membuat artikel secara sistematis, padat, namun tetap menggugah. Jika ada yg berminat dibuatkan tulisan silahkan email ke : carlostondok@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Melawan "Pemasungan" Pejalan Kaki

14 November 2019   10:12 Diperbarui: 15 November 2019   07:09 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: megapolitan.kompas.com

in.pinterest.com
in.pinterest.com
Sayangnya yang terjadi di Indonesia adalah kebalikannya, ketika lampu penyebrangan untuk pejalan kaki sudah hijau, masih saja ada kendaraan yang nyelonong dan malah kita yang dimarahi karena menyebrangi jalan.

Atapun ketika kita berjalan di trotoar, ruang kita direbut oleh motor yang parker atau melintas sambal marah-marah.

Kedua, jika mindset memperioritaskan pejalan kaki sudah terbentuk, kita bisa mulai lebih kritis terhadap wujud jalan yang saat ini membentang di kota kita masing-masing. Kepada siapakah jalan di kota kita berpihak?

Coba perhatikan apakah trotoarnya dalam kondisi aman, nyaman dan inklusif (bagi disabilitas, lansia, anak). Atau ternyata hanya bisa dinikmati sebagian orang, seperti JPO di atas jalan protokol ibukota yang mengutamakan estetika dibanding keberpihakan yang adil kepada warga kota.

Hal ini juga tidak tertutup bagi anda pengguna sepeda ataupun otopet listrik (PMD), karena anda menempati kasta kedua setelah pejalan kaki dalam hal berada di jalan. Amati apakah sudah ada jalur sepeda yang aman untuk anda berpergian sehari-hari, bisa dengan jalur yang terpisah secara khusus ataupun fasilitas pendukung seperti parkIr sepeda.

Ketiga, minimnya regulasi dan implementasi yang memihak kepada pejalan kaki menjadi alasan masih saja ada pejalan kaki, pesepedan, pengguna otopet listrik yang tewas di jalan.

Jika saja ada jalur khusus terpisah yang membuat pengguna otopet listrik itu lebih aman, pembatasan kecepatan di jalan bagi kendaraan dengan speed bump ataupun signage maksimum kecepatan (inipun masih belum cukup), seharusnya tidak perlu ada korban yang tewas ditabrak mobil yang melaju kencang.

Jangan sampai respons pemerintah malah membatasi fungsi otopet listrik sebagai moda transportasi alternative pengganti kendaraan bermotor,  menjadi sarana bermain yang hanya dibolehkan berkeliling di GBK saja.

Solusi yang dikeluarkan jangan sampai berhenti di kewajiban menggunakan helm, batasan orang yang bisa memakai saja, karena jika berhadapan dengan kendaraan bermotor, kalau tidak tewas ya cacat seumur hidup. Diperlukan perencanaan matang dan menyeluruh yang mengutamakan, melindungi pejalan kaki, sepeda, dan PMD.

sumber: health.detik.com
sumber: health.detik.com
Terakhir, yang bisa saya sampaikan, adalah terus perjuangkan hak yang seharusnya milik kita sebagai pejalan kaki, pengguna sepeda, dan PMD.

Anda sangat berhak untuk menuntut kepada pemerintah akan fasilitas pejalan kaki, disabilitas, dan jalur sepeda yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun