Penangkapan artis dan model VA oleh polisi disebuah hotel di Surabaya beberapa hari lalu menyedot perhatian publik. Maklum, karena yang ditangkap adalah seorang artis muda dan cantik, ia sangat dikenal oleh masyarakat karena selama ini berprofesi sebagai aktris peran.Â
Sangking besarnya perhatian masyarakat terhadap berita ini, sampai-sampai berita politik ikut tenggelam dalam sepekan terakhir.
Indikasi ini terlihat dari hasil analisis pengamat media sosial dari UUI yang mengatakan jumlah pembaca dan judul artikel/berita terkait penangkapan VA cukup banyak diatas jumlah pembaca berita politik.
Dari pengamatan saya, menariknya berita prostitusi bagi pasar media karena para pembaca menyenangi hal-hal yang bersifat seks.
Apalagi yang diberitakan seorang artis muda, semakin menambah rasa ingin tahu anak-anak muda bahkan orang dewasa. Selain itu juga ada faktor kejenuhan publik membaca berita-berita politik yang selalu tegang dan panas. Jadi munculnya berita prostitusi online yang melibatkan artis tersebut menjadi semacam hiburan alternatif.Â
Namun ada satu pertanyaan yang selalu muncul dipikiran saya. Mengapa dari sekian banyak pelaku prostitusi yang ditangkap oleh polisi, hampir tidak ada laki-laki atau dengan kata lain selalu perempuan?
Apakah laki-laki tidak terlibat dalam praktik bisnis seks semacam itu? Padahal dalam kenyataan sering kita dengar isu bahwa aktor juga ada yang bekerja sampingan menjadi pelayan seks pemuas tante-tante yang kesepian.Â
Seperti yang dituliskan oleh Kompasianer Pebrianov dalam artikelnya Menyingkap Prostitusi Artis Lelaki. Sekarang ini semakin banyak juga pekerja seks komersil (PSK) laki-laki yang menjajakan jasa gigolo.
Hal ini juga diakui oleh pengamat sosial dari Unair, prostitusi yang melibatkan laki-laki sebagai pekerja seks komersial (PSK) di sejumlah kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, diakui pengamat sosial Universitas Airlangga Bagong Suyanto, makin terbuka.
Meskipun sudah demikian terbuka dan vulgar namun yang membuat saya heran kenapa polisi tidak melakukan penangkapan? Kenapa selalu perempuan yang jadi sasaran?
Untuk kasus ini saya menunggu gebrakan polisi kita agar membongkar juga prostitusi gigolo yang ada disejumlah kota besar di Indonesia. Konon katanya ada komunitas gigolo pula. Berartikan sudah terorganisir dan terstruktur?
Sementara itu, pelanggan dari kalangan istri para pejabat, katanya, umumnya mereka adalah istri muda atau istri simpanan.
Tidak hanya di Jakarta, Surabaya, Bandung bahkan hingga Bali, banyak tante-tante yang jarang dibelai (jablai) oleh muhramnya. Akhirnya memilih jalan pintas untuk memperoleh kemesraan dan kenikmatan dari aktor ganteng, brondong, dan berpenampilan atletis.Â
Menurut penelusuran Warta Kota pekan lalu sebagaimana dikutip dari Kompas.com, gigolo berusia sekitar 20-25 tahun dan terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama terorganisasi dan gerakannya diatur germo atau biasa disebut GM, sementara kelompok kedua bergerak sendiri mencari targetnya.
Modus pemasaran atau menjaring pelanggan pun dilakukan secara terbuka melalui media sosial yang dapat diakses dengan mudah oleh siapa saja. Lebih kreatif lagi bukan hanya penawaran dilakukan dengan platform facebook, instagram, dan ada pula mereka yang membangun website khusus dan membuat aplikasi untuk keperluan transaksi.
Dengan demikian transparannya praktik ini dilakukan, mestinya dapat memudahkan polisi dalam mendapatkan petunjuk untuk menangkap mereka seperti halnya membongkar prostitusi artis perempuan. Kita menginginkan polisi bersikap adil dalam upaya memberantas bisnis prostitusi baik gigolo maupun lainnya.Â
Jangan sampai polisi terjebak pada strategi membongkar isu besar untuk menutupi isu besar lainnya sesuai pesanan.
Sehingga kecurigaan masyarakat terhadap penangkapan VA bukanlah bentuk untuk menutupi kasus korupsi yang dilakukan oleh oknum pejabat yang berafiliasi dengan penguasa, misalnya. Atau istilah sehari hari apa yang disebut pengalihan isu.Â
Meskipun begitu saya masih percaya bahwa pihak kepolisian masih bekerja dengan tugas pokok dan fungsinya yaitu melayani, dan mengayomi, dan melindungi masyarakat. Bukan karena kepentingan sesaat pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan dan ingin mengambil keuntungan atas kasus tersebut. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H