Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Mengapa Tidak Peduli Lingkungan dan Buang Sampah Sembarangan?

26 Agustus 2018   15:14 Diperbarui: 28 Agustus 2018   22:31 9597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
beritalingkungan.com

Karena begitu pentingnya nilai kebersihan dalam kehidupan manusia, sehingga upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap menjaga lingkungan agar senantiasa bersih menjadi sangat urgen.

Sudah menjadi dalil kuat bahwa antara kesehatan dan kebersihan lingkungan memiliki kaitan yang sangat erat. Pola hidup sehat akan memberikan dampak positif bagi kesehatan. Dengan begitu, bersih berarti sehat.

Meskipun sudah diakui begitu pentingnya menjaga kebersihan, namun sayangnya masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak memiliki kepedulian yang baik terhadap kebersihan lingkungan. Terlebih masyarakat yang tinggal diperdesaan.

Berdasarkan artikel yang ditayangkan oleh CNN Indonesia diuraikan dari data riset Kementerian Kesehatan diketahui hanya 20 persen dari total masyarakat Indonesia peduli terhadap kebersihan dan kesehatan. Ini berarti, dari 262 juta jiwa di Indonesia, hanya sekitar 52 juta orang yang memiliki kepedulian terhadap kebersihan lingkungan sekitar dan dampaknya terhadap kesehatan.

Berarti juga bahwa sebanyak 200 juta lebih penduduk Indonesia tidak peduli terhadap kebersihan lingkungan atau setara 80 persen dari total populasi. Hasil riset ini sangat mengkhawatirkan kita semua.

Selain berdampak pada kesehatan, lingkungan yang kotor pun membuat pemandangan menjadi buruk. Bayangkan saja jika sebuah lingkungan pemukiman penduduk dipenuhi dengan sampah yang berserakan. Bagaimana lelahnya mata kita?

Apalagi dewasa ini sampah plastik pun banyak dibuang begitu saja, seolah-olah seperti tidak ada masalah. Bekas bungkusan atau kemasan berbagai macam produk industri, baik makanan maupun minuman sangat mudah ditemukan di mana-mana. Semakin menambah buruknya pemandangan alam dan lingkungan sekitar.

Celakanya, tindakan buang sampah disembarangan tempat seperti sangat membudaya dan menjadi hal biasa pada sebagian besar kelompok masyarakat. Bahkan pelakunya bukan hanya anak-anak yang masih kurang edukasi terhadap kebersihan lingkungan. Akan tetapi justru para orang dewasa dan berpendidikan tinggi.

Mungkin kita sering temui dijalan-jalan umum, para pengendara kenderaan dengan mudahnya melempar sampah ke jalanan tanpa merasa bersalah. Tak terkecuali pengendara mobil mewah termasuk kenderaan berplat merah. (mobil pejabat).

Hasil survei yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Republik Indonesia pada akhir tahun 2012 lalu, ditemukan bahwa indeks Perilaku Peduli Lingkungan Masyarakat rendah, secara umum dapat disimpulkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan masih tergolong rendah.

Dari berbagai indikator tersebut mempunyai skor 0,57 dari rentang 1-10, yang berarti bahwa tingkat kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan sangat rendah.

Namun Asisten Deputi Komunikasi Kementerian Lingkungan Hidup, Siti Aini Hanun menyatakan tingkat pemahaman masyarakat menjaga lingkungan sebenarnya relatif baik. Benarkah?

Menurut Pande Made K, Wakil Direktur Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada rendahnya indeks peduli lingkungan masyarakat Indonesia tentunya didorong oleh beberapa indikator. Secara umum adalah persoalan tentang lingkungan yang menyangkut energi, sampah, dan lain-lainnya.

Tentang Sampah. 

Persoalan sampah di Indonesia hingga saat ini sebenarnya bukan lagi masalah biasa dan sederhana. Melainkan sudah menjadi persoalan yang sangat komplek, rumit dan tidak terkendali.

Sampah yang dihasilkan pun beragam bentuk, mulai dari sampah organik sampai dengan sampah kimia, sampah pabrikasi atau sampah non organik yang sangat berbahaya bagi lingkungan.

Seperti telah diketahui bersama, sampah yang terbuat dari proses kimiawi seperti palstik, styrofoam, botol minuman plastik, dan berbagai bungkus kemasan produk, tidak mampu terurai dalam jangka waktu lama bahkan bisa ratusan tahun lamanya. 

Namun semua sampah itu, kini dibuang dan tersebar begitu saja pada hampir setiap jengkal tanah Indonesia. Bahkan jika kita menggali setiap jengkal tanah itu, pasti kita dapati puluhan kilogram sampah plastik yang sudah tertanam dan terkubur sejak lama.

Kerap ditemukan bungkus shampoo, kemasan deterjen pencuci pakaian, bungkus plastik kemasan sabun cuci piring, kemasan pembalut wanita, pembalut bayi, botol minuman plastik, baik yang berbentuk gelas maupun botol sedang hingga berukuran besar. Belum lagi plastik kresek belanja, dan sampah lainnya yang berbentuk racun, yang berefek buruk bagi lingkungan hidup dan manusia.

Itulah jenis sampah yang mendominasi tanah tumpah darah Indonesia. Dan sampah yang tergolong dalam daftar paling berbahaya tersebut dihasilkan oleh industri. Berbagai perusahaan sangat produktif menghasilkan sampah plastik dalam jumlah besar. 

Dengan dalih ekonomis dan efesien, perusahaan tidak segan-segan mendistribusikan ribuan ton sampah plastik setiap tahunnya ke tengah-tengah masyarakat (konsumen).

Sayangnya, industri hanya memikirkan keuntungan bagi mereka sendiri, seakan triliunan rupiah modal yang mereka miliki menjadi senjata untuk menghancurkan lingkungan melalui sampah plastiknya. (Meskipun apa yang saya katakan ini kurang tepat, namun faktanya begitulah yang ada ditengah-tengah masyarakat).

Disisi lain, sangat sedikit atau bahkan hampir tidak ada upaya pihak industri untuk menciptakan semacam gerakan peduli lingkungan yang bebas dari sampah plastik. Indikasi ini dapat dilihat dari kurangnya program kerja atau mungkin anggaran industri terhadap peduli lingkungan. Kalaupun ada, hanya terbatas di kota-kota besar saja dan sebagai kegiatan public relation perusahaan, lalu diliput media untuk pencitraan.

Namun nan dijauh disana, di desa-desa, kota kecamatan, kota kabupaten, sampai ibu kota provinsi di berbagai daerah, hampir tidak terdengar nama industri dan perusahaan-perusahaan besar yang secara aktif dan kontinyu menjalankan program-program peduli lingkungan. 

Terkadang justru sebaliknya, karena jauh dari pantauan pemerintah, perusahaan melakukan berbagai kecurangan, penyimpangan, dan pelanggaran terhadap undang-undang tentang lingkungan hidup. Misalnya membuang limbah industri sembarangan, melakukan proses produksi yang tidak ramah lingkungan.

Selain karena sampah, faktor lain yang membuat lingkungan menjadi buruk adalah soal sanitasi. Buruknya sanitasi di Indonesia diakui oleh Menteri Kesehatan, dan Kementerian Lingkungan Hidup. Saat ini masih banyak masyarakat yang belum memiliki fasilitas sanitasi yang baik dan memenuhi standar. 

Untuk urusan buang air besar atau kecil saja, masih ada ditempat-tempat terbuka. Belum lagi kesadaran mencuci tangan menggunakan sabun dikalangan masyarakat Indonesia yang masih sangat rendah.

Menurut laporan Riskesdas, hanya 59,8 rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi yang sesuai standard. Selain itu, pola atau kebiasaan higienitas yang baik seperti sikat gigi dan cuci tangan juga masih belum dilakukan seluruh masyarakat Indonesia.

Ketersediaan sarana dan prasarana yang masih minim ikut berkontribusi semakin buruknya sanitasi dan pola hidup sehat. Bahkan masih banyak rumah-rumah warga yang belum ada jamban (tempat buang air besar), yang semestinya terdapat pada setiap rumah atau minimal dalam satu pemukiman terdapat jamban umum dengan rasio cukup.

Begitu juga dengan sarana tempat penampungan sampah. Tidak semua desa atau RW memiliki tempat penampungan sampah rumah tangga atau warga. Sehingga sampah yang terkumpul, akhirnya dibuang begitu saja, dan sebagian yang membuangnya ke sungai, pinggir jalan, dan dimana saja mereka suka.

Petugas yang menangani persoalan sampah juga tidak ditunjuk secara khusus, mulai dari desa, RT dan RW. Padahal keberadaan para petugas sangat membantu dalam memberikan layanan bagi para warga atau masyarakat yang ingin mengelola sampah dengan baik dan benar.

Memang tak dapat dipungkiri bahwa selain industri, perusahaan, bahkan penghasil sampah terbaik juga termasuk rumah tangga. Rumah tangga dapat dikatakan sebagai produsen sampah disisi hilir. Sedangkan sisi hulu adalah industri tadi.

Mestinya rumah tangga juga ikut lebih peduli terhadap kebersihan lingkungan. Buang sampah pada tempatnya, mengelompokkan jenis sampah sesuai golongan sebelum dibuang, mengurangi penggunaan sampah plastik dan sampah nonol organik lainnya yang sangat berbahaya bagi lingkungan.

Bukan malah rumah tangga sama saja perilakunya dengan industri atau perusahaan 'perusak' lingkungan. Bila perlu, rumah tangga stop membeli dan menggunakan produk dengan kemasan plastik dan bahan tidak ramah lingkungan, sebagai aksi atau gerakan moral terhadap lingkungan.

Dengan kondisi diatas hendaknya perlu kita memikirkan secara serius persoalan sampah dan lingkungan ini, agar kedepan kesadaran masyarakat terhadap kebersihan dan kesehatan semakin baik dan meningkat.

Upaya yang Dilakukan 

Oleh sebab itu, perlu melakukan berbagai uapaya untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan terutama dimulai pada lingkungan terdekat mereka sendiri, sampai pada lingkungan yang lebih luas.

Peran Keluarga, Desa, RW/RT, Pemerintah dan Industri dalam membentuk cara pandang yang sama terhadap sampah dan manajemen pengelolaannya sangat berpengaruh terhadap upaya menjaga lingkungan dari sampah.

Orang tua dapat memberikan peran yang lebih besar dalam memberikan edukasi sejak dini kepada anak-anak mereka tentang kebersihan lingkungan, memberikan contoh teladan dalam mengelola sampah rumah tangga dan tidak buang sampah sembarangan.

Begitu pula halnya aparatur desa, RW, RT dapat menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mendukung gerakan hidup bersih dan peduli lingkungan. Apalagi sekarang ini dana juga sudah memiliki anggaran pembangunan yang besar. Bahkan pada tahun 2019 dana desa mengalami kenaikan hingga 80 triliun.

Dana yang demikian besar tersebut, menurut Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo akan mulai fokus pada pemberdayaan ekonomi masyarakat desa dan kualitas hidup masyarakat desa.

Maka tidak ada salahnya sebagian anggaran tersebut dialokasikan pada program-program peduli lingkungan. Termasuk pembangunan infrastruktur desa yang dibangun harus berbasis lingkungan. Misalnya pembangunan jalan dan ada riolnya, saluran airnya, kemudian membangun jamban/toilet umum, sarana air bersih, tempat penampungan sampah, mobil truk sampah, merekrut tenaga kebersihan lingkungan, dan lain sebagainya.

Ditambah lagi dengan dukungan industri atau perusahaan melalui program CSR nya, maka persoalan sampah dan lingkungan ini akan semakin mudah untuk diatasi. Kuncinya adalah bagaimana antara rumah tangga, pemerintah, dan industri bersinergi dalam menangani persoalan besar ini.

Salam.[]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun